Masih mengingatkah kalian sosok tangguh pemberani bernama Pierre Tendean? Pria tampan nan gagah yang tidak takut dalam membela dan mempertahankan ideologi negara.
01 Oktober 1965 tepat ia meninggal. Namun, bagaimana jika sosok yang sudah pergi jauh...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sye memukul samsak dengan tenaga besar. Menjadikan samsak itu sebagai pemuas kekesalan dirinya terhadap sosok Pierre. Dengan seragam Karete yang sudah ia kenakan, karena sore ini Sye ada jam latihan di Perguruan Karete.
"Pokkonya, gue harus temenan sama dia. Gimana pun caranya."
Sye memukul terus-menerus samsak tersebut dengan tangan dan kakinya secara bergantian, cepat sekali. Sye ngos-ngosan, sudah merasa lelah baru ia berhenti. Dipegangnya samsak itu, diberhentikan agar tak bergoyang lagi.
Sye menyeka keringat, "huh, huh, ko ada orang kaya dia ya, judes banget ama gue njir berasa beban bat gue," kata Sye jadi emosi jika mengingat perilaku Pierre terhadap dirinya.
Sye sudah membulatkan tekad untuk menjadi seorang teman dari Pierre Tamboto. Sye juga sudah memutuskan, apapun yang harus ia lakukan agar Pierre mau menerima dirinya sebagai teman. Terlebih, melihat Pierre selalu menyendiri, dan tak mau berkomunikasi lebih semakin membuat Sye penasaran tentang cowok itu.
Tentu saja, Sye tahu batasannya. Apalagi dia sudah punya pacar, Sye tidak mau membuat kesalahpahaman antara dia dan Arav nantinya. Tapi, masalahnya ini berbeda sekali. Sye harus jujur, bahwa Sye sangat ingin dekat dengan Pierre, mengenal cowok itu lebih dalam, mengetahui apapun tentang Pierre. Ini beda, rasanya tak sama saat Sye jadian dengan Arav. Berbeda sekali.
Bahkan, tak ada kalimat yang bisa Sye keluarkan, untuk mendeskripsikan keadaan hatinya untuk Pierre.
"Duh, bengong disini aja nih ciwi," celetuk seseorang datang menghampiri Sye yang masih berdiri disamping samsak.
"Eh, bro!" Sye tersenyum, menerima kehadiran teman karatenya. Evan Sanjaya.
"Ayo lah, Kak Banu udah nunggu didalem," ajak Evan, Sye mengangguk, segera masuk kedalam gedung bersama Evan.
***
Sye mengintip dari rak besar perpustakaan, matanya menyipit berusaha untuk menyempurnakan penglihatannya. Sye tersenyum, terkikik samar, terlihat persis seperti orang gila. Lanjut, Sye kembali mengintip, kini orang yang menjadi objek penglihatan nya sedang fokus membaca sebuah buku disana, tidak ada suara sedikit pun yang keluar dari mulut orang itu. Wajah tampannya terlihat khusyu memandang lembaran kertas ditangannya, seperti sangat menikmati kegiatannya tanpa mau terusik.
Dia Pierre.
Sye tersenyum gila, asik memperhatikan Pierre yang tengah duduk disana.
Plak!
"Innalilahi!"
"Hah? Siapa yang meninggal Sy?"
Sye memutar tubuhnya, mendesis kesal sendiri karena ulah Jesya yang tiba-tiba datang dan menepuk bahunya mana kenceng banget. Sye mendecak, mengumpat tanpa suara atas polosnya Jesya Kayhan.
