***
Selamat Membaca"Pierre!!"
Ceklek!
Pierre spontan melepaskan tangannya dari pinggang Sye, kala mendengar suara seseorang memanggil namanya dengan keras. Marsha, gadis cantik berambut coklat itu masuk kedalam ruangan tanpa permisi.
"Pierre, lo kenapa? Lo ga apa-apa kan? Ya ampun tangan lo luka, ini udah diobatin belum?" tanya Marsha langsung menyeruak kesamping Pierre. Wajah Marsha terlihat panik, meneliti luka ditangan Pierre.
Pierre menghela nafas singkat, "saya tidak apa-apa, dan lukanya sudah diobati."
Marsha membuang nafas lega, ia tersenyum manis, lalu tak sengaja pandangannya teralih ke Sye, dimana Sye terlihat diam sejak kehadiran Marsha.
"Lo ngapain disini?" tanya Marsha sinis.
"Jualan daon," jawab Sye malas. Ia memutar bola matanya, "pikir lah anjir, gue anak PMR, kiranya gue ngapain ada diruang kesehatan."
Marsha mendengus sebal, ia menoleh lagi ke Pierre. "Jangan bilang kalau luka lo diobatin sama Syehla?"
"Hm, dia yang obatin luka saya. Memangnya kenapa? Ada masalah?" tanya Pierre dingin. Sye agak tersentak melihat jelas sikap Pierre yang teramat datar, ia juga tidak tahan untuk tidak menahan kekehan.
"Iya ga sih, gue ga masalah," jawab Marsha masih tersenyum, tapi ia sempatkan untuk melirik tajam kearah Sye.
Sye mendecak, "mon maap nih Bapak-Ibu, kalau masih mau dilanjutkan acara ngobrolnya, tolong diluar ya. Karena ini ruang kesehatan bukan ruang operator."
Marsha mendesis, menahan geram. Gadis itu tidak bisa menghilangkan sama sekali rasa bencinya kepada Sye. Apapun yang dilakukan Sye, dimata Marsha adalah kesalahan. Marsha tidak menyukai Sye, gadis itu selalu membuat Marsha naik pitam.
Apalagi sekarang, Marsha mulai menaruh rasa pada Pierre Tamboto, ia harus waspada dengan Sye. Kejadian saat itu tidak akan pernah terulang lagi, kali ini Marsha akan benar-benar mengejar Pierre, dan tidak akan membiarkan Sye mendekati Pierre dengan akrab.
Sye menghela nafas, kini melangkah untuk meletakkan barang yang dibawanya pada rak ditempat awal. Karena kehadiran Marsha, Sye jadi canggung sama Pierre. Sebel.
"Syehla," panggil Pierre. Sye sontak menoleh, lalu mengangkat sebelah alisnya.
"Kamu tidak apa-apa kan?" tanya Pierre. Sye dalam hati menjerit, kenapa Pierre harus bertanya itu padanya. Padahal sekarang Sye lagi nenangin diri.
"Hm, gue ga apa-apa," jawab Sye berdehem, mencoba untuk tidak terlihat gugup. Pierre sejenak melirik Marsha, lalu memandang Sye lagi. "Terima kasih sudah mengobati saya, saya duluan."
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You ✔
Fiksi PenggemarMasih mengingatkah kalian sosok tangguh pemberani bernama Pierre Tendean? Pria tampan nan gagah yang tidak takut dalam membela dan mempertahankan ideologi negara. 01 Oktober 1965 tepat ia meninggal. Namun, bagaimana jika sosok yang sudah pergi jauh...