VII. Melepaskan
"Qill gak bawa motor lu?" Tanya Elina saat mereka bertemu di depan gerbang.
Qilla menggeleng lemas. "Sakit tangan gua nih gara gara si Ratu sialan."
"Diapain sama si babu?" Tanya Elina lagi.
"Biasalah."
Dari kejauhan kedua perempuan itu melihat Pak Sukarsih yang merupakan kepela sekolah berjalan ke arah mereka.
"Aqilla keruangan saya sebentar ya." Ucap Sukarsih saat sudah berada di depan Aqilla.
"Baik pak." Jawab Aqilla sopan setelah mendengar itu Sukarsih pergi ke rungan nya.
"Bau-bau ada yang gak beres Qill." Ujar Elina.
"Suudzon mulu lo mah Na."
"Udah buru deh sana samperin Qil gua penasaran." Ucap Elina.
"Yaudah titip tas kalo guru masuk bilangin gua dipanggil atasan nya." Elina mengangguk mendengar ucap Qilla setelah itu mereka berpisah di koridor sekolah.
Tidak Aqilla tidak gugup. Khawatir pun tidak hidup nya dipenuhi dengan pikiran baik, nenek selalu mengajarkan Aqilla untuk selalu berfikiran baik pada seseorang sekalipun kita tidak menyukai nya.
Aqila mengetuk pintu di depan nya dua kali.
"Masuk. Ucap Sukarsih.Aqilla menghampiri Sukarsih dengan sunyuman ramah seberapapun menyebalkan kepala sekolah itu Aqilla tidak pernah membenci nya, Aqilla akan tetap bersikap sopan kepada mereka yang lebih tua sekalipun mereka berbuat jahat terhadapnya.
"Duduk Aqilla." Titah Sukarsih.
Aqilla duduk masih dengan senyuman nya, masih dengan hati yang tenang, masih dengan mood dan cita-cita yang sama.
"Aqilla kamu adalah siswa berbakat di sekolah ini, Cakrawala beruntung punya kamu, kamu berprestasi dalam akademik dan non akademik. Tapi qilla apa tidak sebaik nya fokus dengan salah satunya." Ucap Sukarsih serius.
Aqilla suka dengan salah satu sifat kepala sekolah nya yaitu to the point, walaupun kadang menyakitkan tapi kepala sekolah Cakrawala bukan seseorang yang mengiming-imingkan sesuatu untuk mendapatkan yang beliau inginkan.
Aqilla masih mencerna dengan baik apa maksud dari ucapan Kepala sekolah nya.
"Maaf pak Aqilla kurang paham."
"Mundur dari jabatan ketua basket Ratu yang akan menggantikan." Ucap Sukarsih ke intinya.
Kebencian Aqilla pada Ratu tidak sebesar yang kalian pikir atau mungkin belum tahap membenci, karna sejahat apapun Ratu dia tidak pernah mengandalkan orang tua nya untuk mendapatkan apa yang diingkan, tapi sepertinya tidak berlaku untuk sekarang.
"Saya bisa menolak pak?" Tanya Aqilla.
Sukarsih melepaskan kaca mata yang dipakai nya, wajah laki-laki paruh baya itu terlihat sangat lelah. Bukankah pemimpin punya beban yang sangat berat?.
"Qilla ini yang terbaik buat kamu dan masa depan mu, tenang kamu masih bisa ikut olimpiade kamu masih bagian dari basket Cakrawala." Kata nya.
"Kalo saya menolak apa yang terjadi?" Lagi-lagi Qilla bertanya dengan jawaban yang sangat sudah ia tahu.
"Kamu akan dikeluarkan dari daftar beasiswa kuliah di luar negeri, Qilla kadang kita harus mengalah untuk menang, mengalah bukan berarti kalah tapi untuk memberi kesempatan kepada mereka yang tidak percaya bahwa kemampuan nya tidak sebanding dengan kita, untuk menyadarkan mereka bahwa keegoisan tidak akan pernah menang." Tutur Sukarsih.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENIO GILANG
Teen Fiction"𝘼𝙠𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙖𝙠𝙝𝙞𝙧 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙖𝙝𝙖𝙜𝙞𝙖, 𝙖𝙩𝙖𝙪 𝙖𝙠𝙝𝙞𝙧 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖. 𝙃𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙝𝙞𝙧 𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙞𝙩𝙪 𝙨𝙪𝙙𝙖𝙝 𝙘𝙪𝙠𝙪𝙥" -𝘈𝘳𝘴𝘦𝘯𝘪𝘰 𝘎𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘙𝘢𝘨𝘦𝘯𝘥𝘳�...