Part 1

8 3 1
                                    

Gizha berjalan di koridor sekolah yang masih tampak sepi, mungkin saja ia yang datang terlalu pagi.

Sepanjang derap langkahnya menuju kelas banyak siswa siswi yang menatapnya kagum, padahal Gizha selalu menampilkan wajah datar. Ia terlalu malas untuk beramah tamah. Bukan apa-apa, sedari lahir wajahnya sudah sangat mendukung dengan sifat cuek dan dinginnya itu.

Namun karena kecantikkan naturalnya, ia begitu dikagumi, selain itu ia termasuk salah satu siswa yang sangat cerdas di SMA Cendrawasih.

Saat akan berbelok kekelasnya, seseorang mencekal tangannya dengan napas memburuh.

Gizha menoleh dan mendapati Mario yang sedang mengatur napasnya, mungkin lelaki itu berlari mengejarnya

"Lo, kok gak dengar gue panggilin dari tadi" Ujar Mario masih menatap Gizha yang menatapnya biasa saja

Pantas saja gadis itu tidak mendengar, earphone di telinga Gizha menjawab pertanyaannya.

Tanpa kata, Gizha berbalik melanjutkan langkahnya ke kelas meninggalkan  Mario yang mengelus dadanya sabar. Gizha memang secuek dan semenyebalkan itu. Ia lalu memilih mengikuti langkah gadis itu yang sudah masuk ke kelas lebih dulu.

Sesampainya di kelas Mario mendapati Gizha yang sedang membaca buku, gadis itu terlalu maniak buku.

Mario lalu duduk dibangkunya dibelakang gadis itu, kelas masih sepi, sahabat-sahabatnya belum juga datang hanya ada beberapa murid yang sudah ada sedari tadi.

"Giz,,, Gizha" Panggil Mario membuat gadis itu menoleh ke belakang

"Temenin gue sarapan dikantin, tadi gue gak sempat sarapan"

Gizha tidak menjawab ia lantas berbalik dan membuka ranselnya lalu mengeluarkan kotak makan berwarna abu-abu bertuliskan namanya lalu berbalik dan menyodorkan pada Mario yang tampak sumringa

"Makan" titah Gizha

Mario dengan semangat membuka kotak makan itu dan tampaklah nasi goreng yang begitu menggiurkan, tanpa malu ia langsung menyantap nasi goreng itu dengan lahap, Gizha tersenyum sangat tipis melihatnya.

"Lo, yang masak atau Bunda ? "

"Bunda"

"Kok bukan, lo?"

"Bangun telat"

Mario mengganggukkan kepalanya paham, sedang asik dengan nasi gorengnya tiba-tiba suara Samuel mengagetkannya hingga tersedak. Gizha dengan cekatan memberinya minum.

"Selamat pagi saudara-saudaraku" teriak Samuel yang langsung mendekati sepasang remaja yang menatapnya malas diikuti Wisnu dan Devita.
Wisnu dan Devita itu sepupuan.

"Bisa pelan gak sih, njing" kesal Mario

"Aelah, bilang aja gue ganggu keromantisan, lo berdua" Cibir Samuel yang duduk sudah duduk dimejanya

"Ia, lo ganggu acara makan gue"

"Udah diam lo berdua, masih pagi udah pada ribut" timpal Devita

"Pacar, lo yang mulai" tunjuk Mario pada Samuel

"Ni ada bekal, makan gih" Seru Gizha yang mengeluarkan satu kotak makan lagi berisi sandwich buatannya sendiri.

Dengan semangat 45, sahabat-sahabatnya langsung berebutan. Gizha selalu menyempatkan untuk membawah sarapan bagi ke empat sahabatnya. Karena Mario tidak suka sandwich, maka khusus Mario ia selalu membawahkan nasi goreng.

"Makasih sahabat ku yang paling cantik sejagat Cendrawasih " Ujar Devita bersemangat

"Sandwich buatan, lo ga pernah gagal, Giz" timpal Samuel yang asik mengunyah

"Thanks, Giz" Seru Wisnu

Gizha hanya membalas dengan senyuman tipis. Namun itu saja sudah cukup bagi sahabat-sahabatnya ketimbang muka tembok

"Yang buat Sandwich, lo atau Bunda" Tanya Mario pada Gizha yang kembali berkutat dengan buku bacaannya

"Gue"

"Lo, kok gitu sih, gak adil banget" Ujar Mario kesal dengan nada sedikit tinggi

"Gak adil apanya ?" Tanya Gizha heran

"Masa nasi goreng di buatin Bunda, lo bilang telat bangun. Tapi bisa-bisanya lo sempatin bikin sandwich buat ni manusia tiga"

"Gak sempat buat masak nasi goreng"

"Tapi lo sempat buat sandwich"

"Ya, sandwich kan gampang"

"Nasi goreng juga gampang"

"Ya udah sana, lo buat"

"Tau ah, males gue" Ujar Mario Kesal lalu beranjak untuk keluar kelas

Selalu seperti itu, Mario selalu merasa bahwa Gizha tidak adil memperlakukannya dengan sahabat-sahabatnya yang lain. Padahal sebisa mungkin, Gizha berlaku adil

"Tu anak gak berubah ya" Ujar Devita

Sahabat-sahabatnya yang lain sudah paham bagaimana sifat Mario, ia selalu meminta lebih dan tidak ingin disamakan dengan yang lain. Karena itu mereka diam saja saat Mario dan Gizha berdebat tadi.

"Susulin gih" Seru Samuel

"Dia udah dewasa, Gizha bukan ibunya. Nanti juga dia balik. Dia bukan anak kecil yang harus dibujuk terus" Ujar Wisnu yang sedari tadi diam, ia memandang Gizha lekat

Tidak ada lagi yang membuka suara, dan kembali pada aktivitas masing-masing tak lama setelahnya bel berbunyi tanda masuk jam pelajaran pertama

Gizha memandang keluar jendela, lalu kembali menatap bukunya

Ia selalu bersikap adil pada Mario dan yang lainnya tapi dimata Mario, ia selalu salah.

"Gue emang selalu dimata lo, Mar" Gumam Gizha pelan, namun masih didengar oleh Devita disebelahnya. Devita memilih diam.
Keduanya sahabatnya ini terlalu rumit untuk ia pahami

Sedangkan di rooftop, Mario menatap kejalanan depannya dengan diam

Matanya seolah menerawang jauh, lalu ia menghirup udara sebisa yang ia mampu

"Kapan sih, lo peka sama gue, Giz. Gue suka sama, lo. Kapan sih, lo sadar kalau sikap gue selama ini karena gue cemburu" Lirih Mario dalam hatinya lalu beralih menatap langit yang tampak cerah, bagian terfavorit Gizha, memandang langit.

Prolog Untuk GizhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang