#8. Pesta

36 2 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Ujian datang karena Allah rindu kamu.

•••

Percayalah bahwa buah dari kesabaran itu manis, dan buah dari sifat pemarah, iri hati, dan dengki itu menyesatkan.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

21.00 PM KST
Seoul, Korea Selatan.

Dari kejauhan aula kampus sudah dipenuhi oleh lampu yang berwarna-warni. Ini adalah perayaan ulang tahun didirikannya kampus ini. Sesungguhnya aku tidak ingin benar-benar menghadiri acara ini. Satu-satunya tujuanku hadir adalah untuk meminta maaf kepada Daniel-ssi. Aku tidak ingin memendam rasa bersalah ini lebih lama lagi.

Aku hanya memakai gamis berwarna jingga yang tidak terlalu mewah dengan kerudung dan sepatu dengan warna senada. Dengan tidak bersemangat, aku keluar untuk menemui Maura dan Aisyah yang sudah menunggu di lantai utama.

"Assalamu'alaikum," ucapku saat sampai di tempat Aisyah dan Maura menunggu.

Maura menoleh. "Wa'alaikumussalam. Akhirnya kamu datang juga, Ra. Kita nunggu kamu di sini sampai lumutan tau!" gerutu maura.

"Maaf, ya," kataku merasa bersalah karena membuatnya lama menunggu.

Aisyah terkekeh kecil. "Udah, kalo ngobrol terus kapan sampainya ke aula? Nanti acaranya keburu dimulai gimana?"

Akhirnya kami berjalan bersama mahasiswa lain menuju aula. Suara musik terdengar begitu nyaring di telingaku. Semua orang berpakaian sangat rapi hari ini.

Tepat saat kakiku menginjak pintu aula, mataku menangkap sosok Daniel yang sedang merapikan dekorasi yang sedikit berantakan. Dia malam ini menggunakan jas semi formal berwarna abu-abu. Rambunya diberi pomade dan disisir rapi.

Saat aku hendak melangkah mendekatinya untuk meminta maaf, detik itu juga dia berbalik dan menjauhiku. Aku hanya bisa tertegun melihatnya. Akhirnya aku putuskan untuk duduk terlebih dahulu. Mungkin saja Daniel sedang sibuk.

"Assalamu'alaikum, bidadari surga kecuali Afifah," celetuk Fadil yang ntah datang dari mana sambil membawa segelas minuman.

Aku menoleh kecil. "Wa'alaikumussalam."

Afifah memberengut kesal. Matanya sudah menyorotkan bendera perang dengan Fadil. "Siapa, sih? So kenal bgt sama aku!"

Tanpa izin Fadil duduk di meja kami yang kebetulan semeja itu terdapat 5 kursi. Aku sedikit menggeser kursiku agar tidak terlalu dekat dengan Fadil-ssi.

Wa'alaikum, Sunbaenim!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang