#1. Keluarga Keinara

68 8 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di pelupuk matamu.

•••

Akhirnya aku tersadar, bahwa anugerah terindah ada, tanpa pernah aku sadari sebelumnya.

•••

Kurang lebih pukul 3 dini hari aku terbangun untuk melaksanakan sholat malam, dimana aku akan mendiskusikan keluh kesah pada Rabb-ku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kurang lebih pukul 3 dini hari aku terbangun untuk melaksanakan sholat malam, dimana aku akan mendiskusikan keluh kesah pada Rabb-ku. Tempatku mengadu.

Kepalaku sedikit terasa pusing hari ini, mungkin karena aku tidur terlalu singkat. Tapi tak apa, mungkin setelah mandi pusingnya akan sedikit mereda. Setelah sholat malam, aku lebih memilih murotal Al-Qur'an sambil menunggu waktu subuh. Beginilah rutinitasku.

Kututup Al-Qur'an ketika adzan subuh mulai berkumandang. Hatiku menghayati begitu dalam. Damai sekali ketika mendengar suara adzan. Seakan hati dan pikiran tenggelam dalam keindahannya.

Aku melaksanakan sholat subuh sekhusyuk mungkin. Lalu setelah itu berjalan menyimpan sajadah dan mukena setelah selesai sholat subuh. Kakiku melangkah menuju jendela. Setelah jendela terbuka, udara segar menyeruak begitu saja menabrak pori-pori pipi.

"Sayang...." aku berbalik badan ketika Ummi masuk tiba-tiba ke dalam kamarku yang memang tak pernah kukunci.

"Iya, Ummi?" kataku sambil tersenyum kecil. Tak biasanya Ummi ke kamarku pagi-pagi begini.

Ummi berjalan ke arahku. Kulihat Ummi sedang menghirup udara segar sama sepertiku tadi. "Kamu tau kenapa udara selepas subuh begitu sejuk?" tanya Ummi sambil tetap menutup matanya.

Segera aku menggeleng, karena aku juga tidak tau kenapa.

Ummi tersenyum sambil menatapku lembut. Tatapan yang sangat sejuk ketika dipandang. "Ummi pernah mendengar dari salah satu Ulama. Suatu ketika ada yang bertanya, kenapa udara di waktu subuh jauh lebih segar? Lalu Ulama menjawab, 'karena udara di waktu subuh belum bercampur dengan napas orang-orang munafik yang tidak pernah bangun untuk sholat subuh.'"

Aku bersandar dipundak Ummi. Ummi, bidadari tak bersayap yang aku punya. Surga yang berada di telapak kakinya. "Ummi... Nara ingin menjadi istri yang berbakti seperti Ummi," celetukku.

Ummi tersenyum mendengar itu. "Ummi hanyalah manusia, Nara... ummi juga tidak lepas dari kesalahan demi kesalahan. Hanya saja... Allah menutup rapat aib ummi. Lebih baik kamu menjadi diri sendiri."

"Dengar, Nara... kamu harus mencari sosok laki-laki yang mampu membimbingmu menjadi lebih baik. Laki-laki yang baik hatinya, baik akhlaknya, baik agamanya, dan dia mencintaimu sebaik kamu mencintainya. Dia menghormati keluargamu sebaik dia menghormati keluarganya. Dia yang meninggikan derajat wanita. Dia yang akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat...." lanjutnya.

Wa'alaikum, Sunbaenim!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang