بسم الله الرحمن الرحيم
Allah is the best planner, and always will be.
•••
Hati bisa bersalah karena telah menaruh rasa, bibir pun bisa bersalah karena enggan mengucapkan tidak, tapi perasaan tak pernah salah di mana dia harus singgah.
•••
Sunbae? Mataku membulat sempurna saat melihat dia dan kedua teman laki-lakinya berada di depan pintu kamarku. Berani sekali dia malam-malam begini datang ke kamarku. Mungkin, jika ketahuan petugas, kami bisa kena sanksi. Oh Allah, kenapa pemuda ini selalu saja merecoki hidupku?
"Sunbae sedang apa di sini?" detik selanjutnya, "Tidak sopan mengendap-endap datang ke kamar seorang wanita."
Dia menyodorkan kotak nasi kepadaku. Dahiku mengerut. "Apa ini?" kataku lagi. Sebenarnya apa yang hendak dilakukan Daniel.
"Aku bawakan sekotak nasi untukmu, Nara-ya. Kau belum sempat membeli bahan makanan, kan?" tanyanya sambil menyodorkan kembali kotak nasi ke arahku.
Aku dengan cepat menggeleng. Kalau Daniel menambahkan yang macam-macam di makanannya bagaimana? Bukan su'udzon, tapi mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Terlihat Daniel terkekeh kecil di tempatnya. "Yaak, aku tidak menambahkan apa pun di makanan ini. Lagipula ini tidak menggunakan daging babi atau anjing. Ini temanku, Andara, yang beli. Dia juga seorang muslim, sama sepertimu."
Hatiku menghangat. Senyumku terukir begitu saja. Bahagia sekali bisa bertemu saudara muslim di negeri orang ini. Saat menyadari, aku langsung merubah ekspresiku. "Tidak usah, Sunbaenim. Aku dan teman-temanku sudah makan. Terima kasih banyak sebelumnya. Lain kali Sunbaenim tidak usah repot-repot. Sekarang kami ingin istirahat, jadi Sunbae bisa pergi sekarang."
Aku hendak menutup pintu, tapi dengan sigap Daniel langsung menahannya tepat di atas tanganku. Dengan refleks, aku langsung melepaskan tanganku dari pintu. Alhamdulillah, tanganku tidak sampai tersentuh oleh Daniel.
"Apa aku sangat menjijikkan sampai kau tak mau tersentuh olehku, Nara-ya?" celetuk Daniel tiba-tiba.
Aku menggeleng cepat sambil tetap menunduk. "Agamaku tidak memperbolehkan aku tersentuh oleh laki-laki yang bukan mahramku."
Alisnya tampak terpaut karena kebingungan. "Apa itu mahram, Nara-ya?"
"Aku rasa, teman Sunbae bisa menjawabnya. Aku mau istirahat, tolong," kataku agar dia melepaskan tangannya dari pintu.
Alhamdulillah, Daniel tidak lagi menahan pintunya. Aku tau niatnya baik, tapi aku tidak bisa terjebak oleh pemuda itu. Mungkin aku akan sering bertemu dirinya di kampus. Tapi, sebisa mungkin aku akan menghindar dan menjauhinya. Ini tidak benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikum, Sunbaenim!
EspiritualPerbedaan memang selalu menyakitkan. Bukan lagi menyangkut tentang kasta dan usia, tapi ini perihal agama. Landasan hidup setiap manusia. Antara lonceng yang berdentang, dan adzan yang berkumandang harus membuat seorang gadis berusia 18 tahun itu m...