"Rivaille! Yang tadi itu beneran?! "
"Lo seriusan 'HOMO', Ri?! "
"Lo nggak suka cewek?! "
"Padahal, sayang banget muka lo, Ri... Masa ganteng-ganteng homo... "
"Kalo emang iya... Lo uke apa seme, Ri? "
"Lo tahu yang 'kek gituan juga?! "
Rivaille mengabaikan pertanyaan-pertanyaan itu sambil membereskan peralatan belajarnya. Wajahnya memasang tampang tak peduli pada teman-teman sekelasnya yang menatap Rivaille penasaran, menuntut penjelasan.
Setelah pengakuan mengejutkan Rivaille tadi pagi, bel masuk kelas menyusul berbunyi nyaring. Mereka-mereka yang masih kebingungan dengan situasinya cuma bisa kembali ke kursi —atau kelas— masing-masing untuk segera mengikuti pelajaran. Pengakuan mengejutkan Rivaille menimbulkan banyak spekulasi bagi beberapa orang, terutama kalangan perempuan.
"Rivaille... Gue rela lo pacaran sama siapa aja, gue bakalan dukung. Tapi... Yang tadi itu nggak beneran, kan? "
Pertanyaan terakhir dari salah satu perempuan membuat Rivaille mengangkat kepala. "Kalau emang beneran, gimana? " tanya Rivaille sambil tersenyum miring. Kepalanya pun ikutan memiring juga.
BRAK!
"Bubar! Jangan ganggu jam istirahat orang lain! Kalian juga pakai jam istirahat kalian, sebelum jamnya habis! "
Entah datang dari mana, Erwin Smith tiba-tiba muncul di belakang tubuh Rivaille dan menggebrak mejanya. Ujug-ujug mengusir orang-orang yang mengerumuni meja Rivaille. Wajahnya tampak mengeras, seperti sedang menahan amarah. Orang-orang yang melihatnya bingung kenapa Erwin bersikap seperti itu, jadi mereka memilih patuh. Satu per satu para manusia penasaran itu pergi meninggalkan meja Rivaille.
"Lo kenapa, sih? "
Erwin menunduk pada Rivaille, dengan tatapan marahnya yang masih ada disana. Tapi Rivaille tidak terpengaruh. Dia malah membalas tatapan itu dengan menjulingkan matanya serta menjulurkan lidahnya sedikit —kepalanya mendongak maksimal ketika dia melakukan hal itu.
Erwin mendesah jengah. "Rivaille, tolong kerja samanya. "
"Kerja sama apa? "
Delikan mata Erwin berubah menjadi pelototan. Rivaille terkekeh melihatnya.
"Ha ha ha... Iya, iya... Maafin gue, ya, Win. Gara-gara gue lo jadi selalu kerepotan. "
"Saya tidak masalah dengan hal itu. Memang sudah tugas saya untuk menjaga kamu, Rivaille. Tapi— "
"Iya, Erwin. Iyaaa... " Rivaille manggut-manggut. "Sini, duduk. Jangan berdiri terus, 'ntar capek. "
Erwin duduk di bangku Hanji yang kosong, di samping Rivaille. Wajah tegasnya masih menatap Rivaille lekat-lekat. "Riva— "
"Iya, Erwin... Iyaaa... Gue ngerti, gue paham. " Rivaille tersenyum simpul. "Nggak lagi, deh. Janji. "
Erwin masih setia menatap Rivaille.
"Kalian tadi ada rapat apaan? " Rivaille membuka pembicaraan. "Dua jejadian itu juga kemana? Kok, nggak bareng lo? "
"Rapat acara pensi tahunan sekolah, " jawab Erwin. Suaranya sudah kembali normal. "Hanji sama Mike ke kantin, beli makanan buat dimakan disini. Gara-gara kamu nggak mau diajak ke kantin. "
Rivaille mendengus mendengar pernyataan terakhir. Tapi, "Pensi sekolah? Asik... Banyak lomba, dong, pastinya? " Di bagian ini, nada suaranya terdengar antusias.
"Pasti. Kami tadi diskusiin tentang apa saja yang akan ditampilkan ketika pensi nanti. Setiap tahun harus menampilkan sesuatu yang beda. Kita dituntut untuk berpikir kreatif karena hal ini. "
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Handsome) Girlfriend [EreRi Fanfiction]
Fanfiction[WARNING! : Cerita ini 'mungkin' bisa membuat kalian tertawa, menangis, marah, kesal, dan jengkel secara bersamaan] * Karena rasa iri, sebuah rahasia tak sengaja terbongkar.... ============= Tidak seperti yang lainnya, Eren membenci Rivaille sejak p...