Motor yang dikendarai Eren melambat di depan pagar sebuah rumah. Mikasa di belakangnya menuruni motor dan melepas helm-nya.
"Makasih, Eren. "
Eren mengangguk.
"Ya udah, aku masuk dulu, ya. "
Eren mengangguk lagi. "Eh, tunggu! "
Mikasa yang sudah berbalik dan berjalan selangkah langsung terhenti. Tubuhnya balik kanan lalu menatap Eren lurus-lurus. Pandangannya mengisyaratkan tanda tanya.
"Aku... Aku mau minta maaf soal yang di kelas tadi, " ucap Eren lirih. "Aku bener-bener minta maaf karena udah bentak kamu, Mikasa. Sumpah, aku ngelakuin itu diluar kesadaran aku! Aku lagi kesel saat itu, lagi jengkel. Dan... imbasnya malah kena ke kamu. " Eren menundukkan kepala, menatap speedometer motornya —dia berada di atas motor. "Sekali lagi, aku minta maaf, Mikasa. "
Mikasa di tempatnya hanya terdiam. Tidak ada ekspresi di wajah cantik oriental itu, sepenuhnya datar. Tapi kalau diperhatikan lebih jeli lagi, ada raut sedih yang samar terlihat disana.
Setelah insiden bentakan Eren pada Mikasa saat di sekolah tadi, keduanya memang tidak saling berbicara satu sama lain sampai bel pulang berbunyi. Mikasa bahkan hampir melarikan diri jikalau Eren tidak mencegahnya dengan menangkap pergelangan tangannya. Eren bilang, kalau mereka berangkat bersama, pulangnya pun juga harus bersama. Eren tahu kalau Mikasa masih marah padanya, tetapi amanah harus tetap dijalankan. Dan karena Mikasa mengerti akan hal itu, akhirnya ia mengikuti Eren menuju parkiran dan pulang bersama. Di sepanjang perjalanan, tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara.
Mikasa sebenarnya tidak marah, ia malah merasa bersalah. Mikasa berpikir kalau tingkahnya selama ini memang berlebihan terhadap Eren. Dia seakan mengekang Eren dengan lingkungan sekitarnya dengan dalih supaya tidak terancam bahaya. Mikasa melupakan fakta kalau Eren adalah seorang laki-laki yang bisa menjaga dirinya sendiri. Dia merenungi semua itu selama berdiam di toilet sekolah.
Jadi, Mikasa mulai menampakkan senyum lembutnya lalu menjawab perkataan Eren dengan nada menenangkan. "Iya, aku maafin. Tapi aku juga minta maaf atas semua sikapku yang selama ini... mungkin terasa ngeganggu kamu. Maaf karena aku bikin kamu nggak nyaman atas semua perhatian aku ke kamu. Aku cuma— "
"Nggak, Mikasa. Nggak. Kamu nggak salah apa-apa. " Eren cepat-cepat menyela. "Aku menghargai semua perhatian yang kamu berikan untukku. Akunya aja yang nggak tahu terima kasih dan nggak pernah menyadari itu semua. " Tangan Eren terulur ke depan. "Kamu teman paling terbaik yang aku punya, Mikasa. "
Mikasa tidak bisa tidak tertegun menatap tangannya yang digenggam Eren lembut. Apalagi tatapan matanya yang jerni itu... Mikasa merasa tenggelam di dalamnya. Namun begitu mendengar satu kata sakral yang menjadi hambatannya selama ini, Mikasa sadar kalau apa yang diinginkannya hanya sebuah ilusi.
Teman....
Mikasa tersenyum getir. Ia pamit kembali pada Eren untuk memasuki rumahnya. Eren mengangguk sekilas lalu mengarahkan motornya menuju halaman rumahnya —rumah mereka berhadapan. Eren menyempatkan diri untuk melambai sekilas pada Mikasa yang hendak menutup pagar, lalu berjalan memasuki rumahnya.
Di tempatnya, Mikasa menghela napas panjang.
Kamu benar, Eren. Kamu tidak pernah menyadarinya....
💙💙💙
"Aku pulang. " Eren mengucap salam setelah melepas sepatu, belum ia kembalikan ke rak karena rasanya malas. Tubuhnya langsung rebah di sofa ruang tamu empuk berwarna krem itu. Nyaman....
"Eren? Udah pulang, nak? " Suara lembut milik seorang wanita mengalun dari arah dapur. "Ganti seragamnya, Eren. Cuci tangan dan langsung makan siang. Bunda udah nyiapin makanan buat kamu. "
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Handsome) Girlfriend [EreRi Fanfiction]
Fanfikce[WARNING! : Cerita ini 'mungkin' bisa membuat kalian tertawa, menangis, marah, kesal, dan jengkel secara bersamaan] * Karena rasa iri, sebuah rahasia tak sengaja terbongkar.... ============= Tidak seperti yang lainnya, Eren membenci Rivaille sejak p...