• тσσ ƒαѕт

149 117 7
                                    

Rabu, 24 April 2019

Hari berganti. Matahari telah kembali ke singgasananya, namun gadis manis itu masih tertidur dengan tenang. Ia sama sekali tak merasa terganggu kala sinar sang mentari menerpa wajah cantiknya. Bahkan sejak tadi, gadis itu tampak tak bergerak sama sekali.

"Dek, bangun!" seru Dion sembari menggoyangkan tubuh putrinya.

Claudia tetap diam. Gadis itu sama sekali tak menanggapi sekelilingnya.

"Clau," panggil Rahel dengan cemas.

Tak mendapatkan respons dari anaknya, Rahel segera mengalihkan pandangannya ke arah suaminya. "Pa, gimana ini?"

Dion mencoba untuk tenang. Ia mengelus rambut Rahel dengan lembut. "Kamu tenang ya, mungkin Claudia masih ngantuk, sekarang kita coba bangunin dia sekali lagi."

Dengan ragu, Rahel mulai menganggukkan kepalanya. Kini ia mengalihkan pandangannya, menatap putrinya yang tengah tertidur dengan tenang. "Clau, ayo bangun!"

"Sayang, bangun yuk!" ucap wanita itu sekali lagi, namun hasilnya tetap nihil.

Rahel mendudukkan dirinya di samping gadis itu. Matanya masih terus menatap wajah tenang putrinya. Wajah itu tampak damai, dengan mata yang belum juga terbuka sampai detik ini.

Ketika raut putus asa semakin jelas tercetak di wajah Rahel, tiba-tiba saja jari tangan Claudia bergerak. Dan secara perlahan sepasang mata gadis itu pun mulai kembali terbuka, membuat Rahel dan Dion tampak bernafas lega.

"Gimana tidurnya? Nyenyak?" tanya Rahel seraya mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang.

Claudia mengangguk pelan. Ia menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Mulut gadis itu tampak bergerak, namun sayangnya hingga kini gadis itu belum juga mengeluarkan sepatah kata.

Rahel panik. Ia menatap putrinya dengan cemas. "Ka-kamu kenapa, Clau? Mau ngomong apa?"

"Pelan-pelan aja, Dek," ujar Dion seraya menggenggam tangan putrinya.

"Sebelumnya maaf, a-aku bener-bener lupa kalian ini siapa. Tapi nggak tau kenapa, a-aku yakin banget kalo kalian ini adalah orang-orang yang berjasa dalam hidupku. Jadi sekarang aku mau bilang ma-makasih, makasih buat semuanya."

Claudia tersenyum tipis. "A-aku juga minta maaf kalo mungkin selama ini aku banyak berbuat salah sama ka-kalian."

"Tunggu, kamu kenapa ngomong kayak gini sih?" tanya Rahel dengan air mata yang telah membasahi wajahnya.

"Soalnya sebentar lagi a-aku bakal pergi..."

Rahel menggeleng tegas. Bukan ini yang ingin ia dengar dari putrinya. "Kamu nggak boleh ngomong kayak gini, Clau! Nggak boleh!"

Senyum di wajah Claudia semakin mengembang. Ia tersenyum seraya menatap sendu ke arah kedua orang tuanya. "Kalo aku pergi, jangan terlalu terpuruk ya... A-aku nggak mau kalian sakit."

Mendengar itu, air mata Rahel dan Dion semakin mengalir dengan deras. Keduanya menatap Claudia dengan tatapan yang begitu sendu. Hati mereka terasa perih.

"Aku pergi ya? To-tolong jaga diri kalian baik-baik."

"Nggak! Kamu nggak boleh pergi!" sahut Rahel dengan cepat.

"Maaf, tapi waktuku di sini udah habis..."

"Cukup! Jangan ngomong kayak gitu, Claudia! Mama nggak suka dengernya!" seru Rahel frustrasi.

Dion mengelus punggung istrinya yang kini tengah bergetar hebat. "Biarin Claudia pergi, Sayang."

"Tapi ini terlalu cepet, Pa!" ujar Rahel sembari menatap Dion dengan tajam.

"Aku tau, tapi kita harus belajar ikhlas, Ma," balas Dion dengan lembut.

Rahel menggeleng pelan. "Nggak, Pa!"

"A-aku udah nggak ta-tahan... Aku pergi se-sekarang ya... Bo-boleh kan?" ujar Claudia dengan susah payah.

Meskipun belum sepenuhnya ikhlas, Rahel dan Dion tetap mengangguk tanpa bisa berbuat banyak. Sebenarnya mereka tahu, bahwa cepat atau lambat, hal ini memang akan segera terjadi.

"Iya, Dek. Ka-kamu yang tenang ya..." balas Dion dengan terbata-bata.

Claudia tersenyum manis. "Sampai ke-ketemu la-lagi! Aku sa-sayang ka-kalian..."

Setelah mengatakan itu, tiba-tiba saja Claudia memegang dadanya yang terasa sesak. Secara perlahan, matanya mulai terpejam dengan kondisi dada yang semakin terasa sakit.

Tangis Rahel semakin pecah. Ia lantas memeluk tubuh Claudia dengan erat, memberikan dekapan terakhir untuk putri kesayangannya itu. Tak hanya Rahel, Dion juga melakukan hal yang serupa. Tubuh kekarnya tampak bergetar hebat kala ia mencium kening anak gadisnya.

Dion menangis dalam diam. Air matanya bergulir dengan cepat. Dan secepat itu pula ia segera menghapus jejaknya. Karena di situasi seperti ini, ia harus tetap terlihat tegar agar dapat menghibur, memotivasi dan memberikan semangat kepada Rahel, istrinya.

Tak lama, suara hembusan nafas terakhir Claudia terdengar jelas di telinga keduanya. Monitor yang berada tepat di samping mereka mengeluarkan suara nyaring, bersamaan dengan perubahan pada garis yang ada di dalam sana. Perlahan tubuh Rahel dan Dion mulai menjauh, keduanya kompak menatap tubuh kaku Claudia dengan sendu.

Setelahnya, Dion maju mendekat dan mencium kening putrinya sekali lagi. Laki-laki berumur empat puluh tahun tersebut lantas mengambil selimut untuk menutupi tubuh Claudia secara perlahan. Setelah tertutup dengan sempurna, Dion membuka mulutnya dan berkata, "Selamat tidur putri kebanggaan Papa dan Mama... Tenang di sana ya, Dek. Papa sayang Claudia."

"Tenang di sana ya, Sayang!" ujar Rahel seraya tersenyum sendu.

Dion beralih mendekati Rahel. Ia mendekap wanita itu dengan erat. "Gapapa, Sayang."

"Sekarang aku harus gimana?" ucap Rahel pelan.

"Aku tau ini nggak mudah, tapi kita nggak boleh kayak gini terus, Sayang. Kita harus sama-sama belajar buat ikhlas," sahut Dion menenangkan.

Rahel mengangkat kepalanya. Menatap suaminya dengan hidung yang memerah. Pandangan wanita itu terlihat sangat kosong.

Dan dalam hitungan detik, ia menghamburkan dirinya untuk masuk ke dekapan Dion. Ia memeluk Dion begitu erat, bersamaan dengan lelehan air mata yang terus mengalir.

Seakan mengerti, Dion segera membalas pelukan wanitanya. "Gapapa, Sayang, kamu masih punya aku."

"Aku bener-bener masih belum percaya sama semua ini..." lirih wanita itu.

Dion hanya mengangguk singkat sambil terus menjaga air matanya agar tidak kembali tumpah.

"Ikhlasin Claudia ya, Sayang, biarin dia tenang di alam barunya."

~♥~

Too Fast ᵐᵃʳᵏˡᵉᵉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang