7. Cidera Tulang Ekor

4.2K 57 0
                                    

Sebuah kertas dengan latar belakang hitam dan terdapat gambar abstrak berwarna putih terjatuh begitu saja dari genggaman tangan Meg. Perempuan itu mengembuskan napasnya yang sempat tertahan. Izin dari dosen sejarah untuk membawanya ke spesialis tulang rupanya menjadi bencana bagi Meg.

Di kelasnya, dia sering mempelajari tulang dan berapa usianya. Tapi, melihat hasil rontgen tulang ekornya membuat Meg frustasi dan takut.

Sandra, satu-satunya orang yang diizinkan mengantar Meg ke rumah sakit menggigit bibir bawahnya, ikut frustasi. Dia jelas kelihatan panik, tapi sebelum mendengar penjelasan dari dokter yang masih mengamati layar tak jauh dari tempat mereka, Sandra berusaha untuk tetap tenang.

Dokter itu bernama Jack. Dia sudah bekerja lima belas tahun sebagai spesialis tulang. Kini, lelaki yang berusia hampir empat puluh tahun itu geleng-geleng kepala dan berjalan mendekat ke arah Meg yang sedang berusaha untuk duduk, dibantu oleh Sandra.

" Tulang ekor anda mengalami benturan yang sangat keras, sehingga mengalami memar dan sedikit bergeser," Dokter Jack mulai menjelaskan. Meski begitu, itu bukanlah berita baik. Mengingat hasil visual yang Meg lihat juga jauh dari kata baik.

" Tulang ekor yang bergeser bisa diatasi dengan melakukan fisioterapi sesegera mungkin agar lebih cepat sembuh. Untuk memarnya dan rasa sakit, saya akan memberi resep obatnya."

Benar, kan? Ini jelas bukan sesuatu yang baik dan cenderung memprihatinkan.

" Di rumah sakit ini, ada layanan fisioterapi. Saya akan merekomendasikan anda terapi di sana maksimal dua bulan."

" Dua bulan?" Meg jelas merasa keberatan dengan durasi yang terlalu lama.

" Tapi jika tulang anda sudah kembali sebelum waktu yang sudah ditentukan, anda bisa berhenti."

Meg dan Sandra saling pandang. Ada rasa keberatan di sorot mata Meg. Namun, Sandra justru mengangguk seolah mwngisyaratkan agar Meg mengikuti perkataan Dokter sebelum keadaan tulang ekornya menjadi lebih parah.

" Baiklah, Dok."

Dokter Jack mengangguk. Kini ia mengambil buku catatannya dari saku blazer putihnya, " Baiklah. Saya akan menghubungi bagian Fisioterapi..."

Meg mengangguk saja melihat Dokter Jack memasukkan catatan kecilnya ke dalam saku blazernya lagi. Kini, lelaki itu justru mengambil ponsel dan mengetikkan sesuatu di sana. Tak lama dia kembali mengeluarkan buku catatan dan pena, menanyai Meg mengenai adakah penyakit yang dia derita? Apakah Meg mengkonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat pengencer darah?

" Ini resep obat dari saya," Dokter Jack melanjutkan, " untuk jadwal Fisioterapi pertama akan dilakukan besok pagi, jam sepuluh," ucapnya lagi.

" Dok, tapi Meg harus kuliah pada jam itu," Sandra protes.

" Kalau begitu saya berikan nomor ponsel Dokter Grace saja ya, supaya anda bisa mengatur jadwal secara pribadi," dia tersenyum kemudian menyebutkan nomor ponsel dengan pelan-pelan.

***

" Astaga, Meg... bagaimana keadaanmu?"

Meg menoleh saat tiba-tiba mendengar suara Caitlin di kamar apartemennya. Caitlin menghambur masuk dan memeluk Meg yang duduk di atas bantal untuk mengurangi rasa sakit.

" Aku sedang tidak baik-baik saja, Cait," wajah Meg muram. Meski ia melihat orang lain di kamarnya selain Caitlin dan Sandra. Siapa lagi jika bukan Nikolas.

" Tulang ekormu benar-benar retak?" kali ini si hitam Nikolas yang bertanya.

Meg menggeleng, " sebenarnya tidak separah itu. Tapi, menurutku ini menyakitkan."

Rasanya Meg ingin menangis. Jika ia tidak bisa duduk lama-lama, bagaimana saat menghadiri kelas besok?

" Aku terlambat."

Sebuah suara yang asing membuat empat orang pemuda yang sedang dirundung kesedihan dan prihatin menoleh ke sumber suara. Meg melotot, begitu juga dengan Sandra.

Itu Alan?

" Kau... sedang apa di sini?" entah mengapa melihat wajah dingin itu membuat suasana hati Meg yang sedang tidak bagus malah menjadi panas. Sepertinya Meg tidak bisa melanjutkan pertaruhan yang Sandra inginkan jika begini. Ia lebih memilih untuk mencari hadiah senilai lebih dari seratus dolar daripada harus pura-pura mencintai Alan. Sungguh. Dia sangat menyebalkan!

Alan masuk seolah ini adalah tempat tinggalnya. Dia memberikan paper bag kepada Meg.

" Kudengar cidera tulang ekor bisa cepat sembuh dengan mengkonsumsi serat," Alan menjelaskan dengan intonasi datar yang menyebalkan.

Sandra yang duduk di sebelah Alan sampai melongo mendengar itu. Ia bahkan tak yakin jika Alan dapat bicara. Dia jarang sekali bicara bahkan saat menjawab pertanyaan jika sedang presentasi.

" Kau tidak mau minta maaf?" Meg meninggikan intonasinya. Nadanya benar-benar seperti orang mengajak perang.

Bukannya menjawab, Alan malah tersenyum simpul. Membuat Meg semakin geram.

" Ah, baiklah. Aku jatuh terduduk karena dia, tapi dia tidak mau minta maaf sama sekali."

" Berpikirlah sebelum bicara," Alan berbalik dan berjalan menuju keluar kamar.

***

" Alan, tunggu!"

Alan menghentikan langkah saat hendak masuk lift. Menoleh, ia mendapati perempuan yang tadi berada di kamar Meg.

" Perkenalkan, aku Sandra. Sandra Walter," Sandra mengulurkan tangan, selayaknya orang yang akan berkenalan. Namun, Alan tak menjabatnya. Membuat Sandra berdehem dan mengibaskan tangannya untuk membunuh kecanggungan sekaligus menahan diri untuk tidak berkata kasar pada lelaki dingin yang tidak sopan ini.

" Minggu ini, apa kau sibuk?"

Sandra memberi jeda agar Alan menjawab pertanyaannya. Namun ia salah. Alan malah mengangkat sebelah alisnya. Seolah menunggu apalagi yang akan Sandra katakan selanjutnya.

" Ekhm," Sandra berdeham, kemudian mengeluarkan selembar kertas dari saku celana jeansnya. Kertas itu adalah surat undangan pesta yang akan diadakan minggu ini, " kau belum pernah menghadiri pesta bulanan fakultas yang selalu diadakan di rumahku, bukan? Kuharap, kau datang minggu ini."

Alan menerimanya, membaca undangan itu sekilas, lantas mengangguk lemah, " akan kupertimbangkan."

Sandra mengulas senyum saat Alan melambaikan tangan dengan kaku, berbalik dan masuk lift.

Meski dingin, tapi dia masuk dalam tipe lelaki idaman Sandra. Tapi, sikap dinginnya jelas menyebalkan. Sandra mengembuskan napas kesal, kemudian kembali ke apartemen Meg untuk berpamitan pulang karena mungkin ia akan mengurus pestanya sendirian mulai hari ini.

" Kau bisa minta bantuan Nikolas," Caitlin yang sengaja keluar kamar Meg untuk berbicara empat mata dengan Sandra seolah dapat membaca pikiran sahabatnya. Dia menepuk bahu Sandra, berusaha mengurangi kecemasan temannya yang berpikir akan kelelahan sendirian.

" Ya?" Sandra kaget.

" Aku sudah bilang Nikolas untuk membantumu. Meg juga sudah bilang pada Brian untuk membantumu."

Sandra tampak terkejut, " Brian?" mendadak dia ingin sekali bertanya banyak hal pada Brian, tapi... " tapi... Brian bukan anak Arkeologi. Apakah aku perlu mengundangnya?"

" Kau tidak perlu khawatir. Bukankah kau tahu jika Brian lebih pandai bergaul dibandingkan Alan?"

Sandra mengangguk. Caitlin benar. Mengundang Brian mungkin akan lebih menguntungkan dibanding mengharapkan kehadiran Alan. Tapi saat ini, Sandra berambisi untuk menang dalam pertaruhan ini. Jadi, kehadiran Alan akan sangat mempengaruhi suasana hatinya sepanjang acara pesta.

" Jangan khawatir, aku dan Meg juga akan membantumu dari jauh," Caitlin berbisik.

***

Hot And ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang