" Omong-omong, terimakasih untuk pertolongannya semalam," ucapan Caitlin sembari mengaduk minumannya. Sekarang hampir malam dan ia masih duduk di kafe dekat kampus dengan Nikolas, si Afro.
" Untung kau teman sekelasku. Jika bukan, mungkin aku tidak akan memaafkan Chris," balas Nikolas. Intonasinya kedengaran serius. Meski begitu ada seulas senyum setelah ia mengatakan kekesalannya pada adik Caitlin yang menabrak mobil barunya hingga mengalami penyok dan baret parah, " Lain kali, kau perlu mengajari adikmu untuk menjadi lelaki bertanggungjawab, Cait." Nikolas melanjutkan.
" Kau benar," Caitlin yang masih merasa berutang budi pada Nikolas, seolah membenarkan kata-kata itu. Padahal kenyataannya, bukannya remaja seusia Chris memang sedang mencari pengalaman hidup?
Caitlin tak pernah membela adiknya yang terlewat bandel. Dia juga sering bertengkar dengan Chris atas ulah-ulah yang anak itu timbulkan. Yang Caitlin tahu, jika seseorang tidak dapat diberitahu, biar waktu yang mengajarkan sesuatu kepada anak itu. Bukankah begitu yang Daddy-nya katakan? Dan, kejadian yang menimpa adiknya, Caitlin berharap Chris benar-benar akan menyadari kesalahannya dan tidak mengendarai motor atau mobil sebelum dia memiliki SIM.
" Untung mobilku sudah kudaftarkan asuransi. Maaf, sudah membawa adikmu ke kantor polisi. Aku hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada anak nakal."
Caitlin memandang Nikolas penuh kesima. Apa Caitlin tidak salah dengar? Bukankah seharusnya dia yang memohon maaf?
" Nikolas... terimakasih. Aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu."
***
Seperti biasa, dia terlambat lagi. Meg melirik ke pintu kelas. Lelaki bersetelan rapi itu berjalan buru-buru. Matanya memindai ruangan mencari kursi kosong.
Meg tak mengerti mengapa hari ini formasi duduk antara dirinya, Sandra dan Caitlin sedikit berubah. Meg dan Sandra duduk di kursi tengah, sedangkan Caitlin duduk di belakang Meg, bersebelahan dengan Nikolas. Meg sempat memergoki Nikolas meletakkan tasnya di kursi sebelahnya dan sampai kelas dimulai, Meg yakin tak ada yang menempati kursi itu.
Kini, mata Alan melirik Meg sekilas, lalu berjalan melewati perempuan itu. Terdengar suara di belakangnya. Meg melirik Sandra yang tertidur pulas. Sebelum dosen di depan menyadari itu, Meg buru-buru menutup kepala Sandra dengan bukunya.
" Kau selalu terlambat, teman," komentar Nikolas, " kali ini aku menyisakan tempat untukmu."
" Terimakasih, Nikolas."
Meg ingin memutar kepalanya ke belakang, tapi ia ragu. Suara itu jelas sama dengan lelaki yang kemarin datang ke toko Antique untuk membeli mahkota merah raja mesir.
" Hai... apakah kau Alan?"
Kini, Meg mendengar suara bisikan Caitlin. Namun, tak ada suara Alan yang terdengar di telinganya. Melirik ke tempat Caitlin duduk, Meg malah mendapati sahabatnya mengedipkan sebelah mata, seolah mengatakan jika dia sudah memulai.
" Meg, dia kenapa?" Caitlin memajukan kepalanya, mendekatkan mulut ke telinga Meg sembari berbisik.
Meg tahu, dia yang dimaksud Caitlin adalah Sandra. Sebagai respons, Meg hanya mengangkat bahu. Rasanya aneh melihat temannya yang ambisius tertidur begitu pulas di kelas. Meg tak melihat aura cerah sedikit pun di wajah Sandra sejak pertemuan pertamanya tadi pagi. Matanya kelihatan lelah. Bahkan, ia kelihatan tak bersemangat.
" Alan..."
" Husst!"
" Nikolas, aku hanya ingin bertanya sesuatu."
" Dia memerhatikanmu sejak tadi."
Meg mendengar percakapan itu. Menyadari perkataan Nikolas, Meg memperhatikan dosen yang memang memperhatikan Caitlin. Astaga, ini tidak akan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot And Cold
RomanceMeghan selalu tampil panas dalam setiap kesempatan. Sedangkan Alan nyaris tak pernah peduli pada apapun. Termasuk Meg. Suatu hari, Meg dan teman-temannya bertaruh untuk mendapatkan cinta Alan. Siapapun yang berhasil akan diberi hadiah menarik minima...