Sandra's Point of View and Her Side of the Story

184 43 12
                                    

Aku ingat pertama kali Stefan mengenalkanku dengan pacar barunya setelah hampir tiga tahun dia memilih untuk sendiri. Waktu itu, Stefan memintaku dan Abram untuk bertemu di Bunga Rampai. Aku pikir pertemuan sore itu akan jadi pertemuan biasa yang selalu kami lakukan secara rutin setiap satu atau dua bulan sekali. Tidak menyangka kalau di sore itu, ada satu orang baru yang ikut berkumpul bersama kami.

"Guys, kenalin, ini cewek gue. Yuki. Yuk, ini sahabat-sahabat aku, yang ini Abram, kalau yang ini Sandra," ucap Stefan sambil merangkul pinggang perempuan cantik yang tersenyum pada kami bergantian. Dia lalu mengulurkan tangan, menyalam tanganku dan Abram sambil memperkenalkan dirinya. Yuki. Pacar baru Stefan.

"Eh, Yuk, Stefan tuh ngebosenin nggak sih? Kan dia banyak diemnya. Jarang ngomong. Garing pula. Emangnya enak pacaran sama orang yang selera humornya lebih parah dari bapak-bapak?"

Yuki tertawa pada pertanyaan Abram sementara Stefan cuma senyum seperti biasa ketika mendengar ejekan sahabatnya itu. Sedangkan aku? Aku cuma bisa diam di antara mereka bertiga, tidak tau harus ikut ngobrol bagaimana.

"Parah, sih. Sohib lo ini dad jokes-nya aja kadang menyedihkan banget deh, Bram. Adanya gue yang harus tanya sama lo, sahabatan bertahun-tahun sama Stefan bahasannya apa aja, sih? Saham, politik, atau konspirasi-konspirasi gitu, ya? Nggak pernah bercanda?"

"Yee, gue mah bercanda, Yuk. Cowok lo, tuh. Kalau di ajak bercanda, ketawa sedikit juga enggak. Makanya yang tahan jadi sohib dia selama ini ya cuma gue. Karena gue ikhlas, walau udah capek-capek ngelucu, lawakan gue nggak di tanggepin sama dia, nih."

Yuki geleng-geleng kepala dan menatap Stefan yang tersenyum malu-malu, senyum yang selama ini selalu berhasil membuatku berdebar walau aku tau senyum itu tidak sekalipun pernah di berikannya untukku.

"Ya ampun, Stefan. Kok kamu sampe nggak bisa mengadopsi jokes-jokes tongkrongan satupun gitu ya, Babe? Abram nggak ngajarin kamu apa-apa emangnya, ya?"

"Ngajarin, sih. Cuma lawakan Abram emang norak, aja," ucap Stefan berhasil membuat Abram dan Yuki tertawa, sedangkan aku cuma memaksakan senyum. Sadar diri kalau saat ini, mungkin mereka bahkan lupa kalau ada aku di antara mereka.

Aku lagi-lagi hanya bisa diam ketika melihat Yuki mengulurkan tangan, dan dengan mesra mengelus-elus tengkuk Stefan yang tersenyum mendapat perlakuan itu dari pacar barunya ini. Dan yang membuat hatiku makin sakit bagai di remas rasanya adalah ketika melihat Stefan juga terus membalas perlakuan Yuki dengan sentuhan-sentuhan cinta lainnya, seperti sesekali mencium tangan Yuki setiap dia pikir aku dan Abram sedang sibuk makan, atau balas mengelus lengannya atau punggungnya. Saling ganti berbisik di telinga satu dan yang lain dan selalu tersenyum ketika mereka saling melempar tatap.

Dan semakin lama aku ada di sana, aku semakin bisa mengenal seperti apa perempuan yang berhasil membuat Stefan jatuh cinta. Yuki itu bagai buku yang terbuka. Banyak cerita yang bahkan mudah ku pahami hanya dengan duduk selama dua jam bersamanya. Bersama Yuki, Stefan yang biasanya kaku bisa berubah menjadi Stefan yang bebas tertawa, bebas bercanda, melempar berbagai tingkah-tingkah usil yang tidak pernah Stefan lakukan padaku. Yuki juga selalu berhasil membuat Stefan terpesona dengan segala ceritanya yang menarik itu. Aku tau, mungkin di banding Yuki, segala hal yang ku tahu di dunia ini hanya satu banding satu jutanya. Yuki mudah membuat suasana jadi menyenangkan. Dia bisa membuat Stefan bahkan Abram menganggap Yuki ada di antara mereka secara natural. Sedangkan kalau denganku, mereka berdua selalu menjaga batas kasat mata yang tercipta di antara kami.

Melihat itu, aku kini merasa kecil. Di banding Yuki, aku hanyalah the girl on the side line. Sedangkan dia? Dia bisa membuat dirinya jadi pemeran utama bahkan tanpa perlu berusaha. Makanya mungkin bagi Stefan, bersama Yuki, hari-harinya jadi lebih berwarna. Bersama Yuki, Stefan yang selama ini lebih memilih untuk menyimpan semuanya sendiri, jadi punya keberanian untuk perlahan membuka diri. Membiarkan semua bisa melihat kedalaman hatinya. Sesuatu yang setelah hampir seumur hidup menjadi sahabatnya tidak pernah sekalipun berhasil aku lakukan. Makanya kini aku tau, mungkin Stefan akhirnya kini menemukan perempuan yang tepat untuknya dalam diri Yuki.

The Paradox of EnamorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang