Part 11 - The Deeper Ocean that She Hides

228 56 14
                                    

"Kak Yuki,"

"Al? Ngapain lo kesini pagi-pagi?" aku terkejut melihat Al sudah berdiri di depan pintu masuk apartemen pagi-pagi begini dengan senyum terkembang.

"Hai. Met hari Minggu, Kak Yuki. Nyapa dulu dong. Gimana sih?" sapanya ketika aku sudah berdiri dihadapannya.

"Ohiya, selamat hari Minggu juga, Al" sahutku pada Al.

"Abis dari mana, Kak?"

"Abis beli sarapan di depan," aku menunjukkan plastik berisi sebungkus lontong sayur untuk sarapan pada Al.

"Oh, jadi gini toh wujud asli pengacara sukses yang selama ini kece kalau bangun tidur. Lucu amat sih lo Kak. Pake piyama gambar panda lagi."

"Eh, eh, eh! Maksud lo apa ngomong gitu? Lucu karena gue jelek, gitu? Enggak sopan!" aku pura-pura judes dan tolak pinggang. Tapi Al malah nyengir.

"Enggak lah. Sejak kapan di bilang lucu itu berarti jelek? Maksud gue, ternyata lebih cantik, imut. Serius deh."

"Norak!" tukasku walaupun sambil tersipu. "Eh, terus lo ngapain pagi-pagi udah disini? Ini juga baru jam setengah sepuluh."

"Iseng aja. Kebetulan gue sendiri di rumah Nyokap. Jadi dari pada gue bosen, gue kesini aja."

"Emang Nyokap kemana, Al?"

"Nyokap lagi ke Bandung. Kan bentar lagi dia mau buka salon sama spa barunya di sana. Jadi kata orang rumah Mama udah jalan buat ngurusin ini itu. Dia udah enggak ada dari kemarin sebelum gue sampai rumah setelah anter lo, Kak."

"Oh, gitu. Terus lo mau kemana lagi abis dari sini?"

"Enggak tau. Gereja bareng mau? Abis itu kita ngapain gitu, nonton? Atau main bowling?"

"Hem... Boleh aja, sih. Kebetulan nih hari gue juga lagi nggak ada yang nemenin Gereja. Terus asik juga abis itu nge-bowling. Ayuk, deh. Mau Gereja dimana?"

"Gue sih bebas, Kak. Gue biasa Gereja di Jababeka. Jadi enggak mungkin ke gereja gue lah."

"Kita ke Gereja gue aja? Gue biasanya Gereja jam sebelas di Kelapa Gading. Gimana? Situ aja ya?"

"Oke!"

"Yaudah, kalau gitu gue siap-siap dulu, belom mandi, nih. Lo tunggu di apartement gue aja biar bisa duduk-duduk sambil nonton TV. Yuk?"

Tiba-tiba si Al belagak ngendus-ngendus. "Oh, belom mandi? Pantes gue nyium ada bau apa gitu. Ternyata ada yang belum mandi, toh."

Aku tertawa dan mendorong bahunya. "Rese sih lo, ih! Siapa suruh dateng pagi-pagi? Udah ah, yuk. Biar nggak telat, nih."

Kami akhirnya sama-sama naik ke unit apartementku. Aku mempersilahkan Al untuk masuk ke unit apartementku yang cantik itu dan mengajaknya ke ruang TV.

"Lo duduk aja sini, ya? Kalau mau makan lontong sayurnya, makan aja. Terus kalau mau minum ambil sendiri aja di dapur. Bisa kan? Udah gede ini, enggak perlu diurusin. Ada kopi atau teh disitu. Susu juga ada di kulkas. Kalau lo mau, buat aja sendiri. Oke?"

"Oke, Kak."

"Tunggu ya?" aku akhirnya meninggalkan Al untuk bersiap-siap dikamar.

Selesai mandi, cepat-cepat aku bersiap-siap, dandan juga yang simple aja, biar cepet, soalnya kalau nggak buru-buru nanti kebagian kursinya dibelakang, nggak enak juga, kan.

Tapi saat aku sedang mengenakan antingku, aku menyadari kalau di luar lagi hujan. Yah, pake hujan segala. Nggak bisa pake motor dong, ya?

"Al, hujan, nih," aku memanggil Al dari dalam kamar. Tapi Al tidak menyahut. Tidur apa tuh anak? Suara TV masih kedengeran, sih.

The Paradox of EnamorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang