Part 12 - The Closure

238 56 20
                                    

Ucapan Ivy terus terngiang di kepalaku bahkan hingga aku sudah sampai di apartement. Sambil berjalan menuju lift, aku kembali memikirkan ucapan Ivy. Al? Aku bisa jatuh cinta pada Al? Mana mungkin! Ivy aja yang lebay. Terlalu mendramatisir. Aku dan Al itu cuma seru-seruan. Sama-sama saling nemenin kalau lagi butuh temen. Sama-sama saling jadi pendengar kalau yang satu butuh cerita. Cuma sekedar itu. Enggak lebih. Dan enggak akan mungkin bisa lebih.

Ya kali aku bisa suka sama anak kecil itu. Bukan apa-apa, dari dulu, aku selalu punya tipe, dan tipeku ya memang selalu yang lebih tua, lebih matang. Jadi bahkan dari hal seserhana preferensi umur saja, sudah jelas Al tidak masuk hitungan, walaupun emang dia ganteng banget, sih. He does tick almost all of the physical preference that I adore in men. Tall, gentle eyes, thin lips with a very sweet smile, sharp nose, thick eyebrows, and most importantly he smells so freaking good! Asli ya, dia wangi banget, wanginya enak pula. I believe he's using one of those Tom Ford's yang memang selama ini sudah cukup ku kenali karena Rendy salah satu penggila semua men's line-nya, dan baunya Al memang mirip-mirip sama salah satu parfum yang pernah Rendy pakai. Ya, bisa di bayangkan lah ya, Al itu memang tipikal cowok-cowok idola kampus yang sudah pasti jadi taksiran banyak mahasiswi lain di kampusnya.

Selain itu, tuh anak juga menyenangkan. Lucu, gampang bikin ketawa, seru, dan aku bisa dengan bebas mengutarakan apapun padanya tanpa takut dia nggak ngerti walaupun dia angkatannya jauh banget di atasku. Itu anak cukup tau banyak hal, jadi ngobrol sama dia juga nggak ribet karena harus sama-samain topik yang dia dan aku ngerti. Jadi ya... nggak salah dong kalau aku bisa merasa nyaman ada di sekitar Al? As a friend lho, ya. As a friend.

Nah, baru aja di omongin, si Al sudah nelepon lagi. Sekarang orang yang terus ada di pikiranku itu juga ternyata masih belum menyerah untuk meminta maaf. Dia masih beberapa kali meneleponku. Tetapi aku belum berani jawab, walau tanganku ini udah gatel banget pengen angkat dan balas Al lalu bilang kalau aku udah enggak marah lagi. Tapi apa yang dilakukan Al dan juga kata-kata Ivy membuatku jadi makin meragu. Harusnya aku enggak perlu kepikiran omongan Ivy, kan? Masalahnya selama ini, omongan Ivy kebanyakan benernya. Makanya aku jadi takut kualat sama si Madam itu. Tapi sekali lagi, aku memang cuma anggap Al teman, kok. Dan harusnya aku juga nggak marah sama dia tentang masalah itu. Jadi sudah lah, kayaknya aku yang harus minta maaf sama Al karena udah marah-marah nggak ada sebab sama dia. Kasian tuh anak, jadi kena sasaran.

Maka aku pun meraih ponselku yang masih berdering dari dalam tas dan menemukan nama Al di layar. Namun sesaat sebelum aku menerima teleponnya, giliran that familiar Creed Aventus scent came across my nose. Aku tau wangi parfum siapa ini tanpa perlu balik badan dan melihat sendiri orangnya. Kembali aku mencemplungkan ponsel ke dalam tas dan dengan panik melihat ke lift yang ternyata dari tadi tombolnya dengan bodohnya belum ku tekan. Crap! Pantes ni lift lama banget kebukanya, ternyata ku pencet aja belom sial!

"Gimana lift-nya mau kebuka kalau kamu belum pencet tombolnya?" ujar Stefan padaku yang sedang menekan tombol berkali-kali, berharap kalau lift akan langsung terbuka yang sayangnya tidak. Oh Tuhan, boleh nggak sih kebetulan-kebetulan ini di hilangkan dari hidupku?

"Apaan sih? Orang aku baru sampe," aku mencoba berbohong.

"Bohong. Dari tadi aku masih di dalam mobil, ada kali hampir sepuluh menit, aku udah perhatiin, kamu masih berdiri di sini aja nggak masuk-masuk," katanya. Sialan juga nih orang. "Kamu lagi ngelamun apa, sih? Sampai enggak fokus gitu?"

Aku memberanikan diri menoleh. Stefan berdiri di sebelahku. Memandangku dengan ekspresi datar namun tetap teduh. Salah satu ekspresi Stefan yang membuatku jatuh cinta. Jantungku mendadak berdegup. Shit! Kenapa sih jantung norak ini masih sering deg-degan kalau melihat Stefan? Udah, kali!

The Paradox of EnamorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang