28. Memory Of The Wind

777 109 15
                                    

while reading, it is suggested to listen to the song "Memory of the wind by Naul" in order to get the atmosphere.
.
.
.

Sakusa terbaring di Sofa panjang berwarna abu di ruang tengah rumahnya. Dengan handuk kecil yang sengaja di basahkan olehnya berada di wajahnya.

Sebuah peristiwa masa lalu kembali teringat di kepalanya.

*Flashback, Sakusa's Pov

Pandanganku, semuanya terlihat blur. Bukankah aku tadi sedang berbaring di ruang tamu?

Sekarang aku memakai seragam sekolah, masih dengan pandangan yang sedikit blur. Aku menelusuri pandanganku.

Tempat ini, suasana ini, dan waktu ini. Ah, aku mengerti sekarang.

Aku berlari menaiki anak tangga, setelah ku ingat kembali. saat ini seharusnya "dia" berada di sini.

Dengan nafas yang tak beraturan, aku naik ke rooftop sekolah. Ya, saat ini aku kembali lagi ke masa itu, di Sekolah. Tuhan tau, hal ini yang paling aku benci. Dan aku tak dapat melepaskan itu dari perasaanku.

Saat aku sampai, dia benar-benar berada di sana. Dia berdiri membelakangiku. Dia berdiri di depan jaring kawat yang rusak, sedikit terbuka. Memang sangat pas untuk melompat.

Mataku tak dapan tahan kesedihan yang aku rasakan, aku mulai meneteskan air mata. Tak percaya dapat melihat dia sekali lagi.

Sangat hening saat itu, hanya ada suara hembusan angin. Angin itu mengibaskan surai coklatnya, membawa kesan ketenangan di antara dia dan angin yang berhembus.

Keheningan itu kemudian aku pecahkan dengan memanggil namanya.

"Komori.."

Dia berbalik, dia melihat ke arahku. Namun yang kulihat saat itu, hanyalah senyuman terukir di wajahnya.

"Sakusa.. kenapa kamu ada di sini?"

Kenapa? kenapa setelah sekian lama dia pergi, dia hanya menanyakan itu?

"Komori.. apa yang mau kau lakukan?"

"Bukankah sudah jelas? Tapi, Sakusa.. berjanjilah padaku, setelah aku tidak ada, ingatlah untuk tetap makan teratur dan juga jaga kesehatan dirimu."

Sialan, dia malah mengatakan itu sambil memasang wajah yang berseri-seri. Sedangkan aku sudah membanjiri wajahku dengan air mata.

"Hentikan! Kenapa kau harus pergi? Kau harusnya berada di sampingku kan? Kenapa? Kenapa kau malah mau meninggalkan aku?!"

"Sakusa.. sebenarnya, aku melakukan ini demi keselamatanmu."

"Persetan! Keselamatan apanya! Dengan kau yang melakukan hal ini, hanya membuat seseorang menunjukan kekuasaan yang tak berarti."

"Kamu tau?"

"Tentang Oikawa? Siapa yang tidak tau tentang si buruk hati itu."

"Hahaha.. kau tidak boleh seperti itu, Sakusa. Aku sudah berjanji padanya, janji tidak boleh diingkari kan?"

"Setelah ku pikir lagi, kalian memang sama."

"Mhm? Apa maksudnya?"

"Kalian sama gilanya, yang satu gila karena dia bisa mempertaruhkan nyawa orang lain demi kebaikannya, dan kau.. bisa mengorbankan nyawamu sendiri demi orang lain. Keduanya sama-sama bermain dengan nyawa."

"Sakusa, bukankah sudah aku bilang? Aku hanya muak tinggal di dunia ini, di mana sistem kasta sangat di junjung tinggi sehingga jika ada seseorang yang berada di luar ekspetasi kasta itu dapat di pukul jatuh. Aku sudah lelah. Kalau ingin kukatakan, aku tak ingin hidup lagi."

High School SweetheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang