Dua Minggu. Rose pikir akan terjadi suatu keajaiban setelah pertemuan disengajanya dengan Jaehyun tapi nyatanya sudah dua Minggu alias empat belas hari dan tak ada apa pun yang terjadi antara Rose maupun lelaki valentine itu. Awalnya Rose berniat untuk mengirim pesan lebih dahulu daripada menunggu tak jelas tapi gengsi kembali menguasai dirinya.
Terus saja seperti itu sampai kini kantung mata Rose sudah terlihat menghitam dan membesar lantaran Rose yang terkena insomnia. Sudah jelas dong penyebabnya adalah karna Jung Jaehyun dan segala kerumitan hubungannya dengan pria itu.
Rose mengacak ngacak rambutnya kesal, berguling kesana kemari dikasurnya sambil berteriak teriak bak orang kesetanan. Beruntung ia masih berada divila pribadinya dan sendirian jadi tak mungkin ada yang memarahi Rose ataupun mengintrupsinya.
Lelah berteriak dan berguling tak jelas akhirnya Rose berhenti, matanya memanas dan perlahan tapi pasti cairan bening itu keluar dari kedua netra indahnya. Entah sudah berapa kali ia menjatuhkan air mata demi seorang Jung Jaheyun dan segala hal tentang pria sialan itu.
Ingin menyerah tapi hati masih terikat, emang susah kalau hubungannya sama hati dan perasaan tuh. Logika aja kalah.
Rose duduk dikasurnya menatap pantulan dirinya sendiri dicermin yang terlihat mengenaskan. Gadis itu meledakan tawanya kencang, tak peduli jika suaranya sudah mulai ngik-ngik dan nafasnya sudah terasa berat.
Matanya berkunang, seolah ruangan tak seberapa ini berputar membuat Rose memejamkan kedua matanya. Kepalanya terasa berat sekali membuat Rose kembali merebahkan diri dan meringkuk ditengah kasur seperti janin.
Air mata sudah berhenti dan kini berganti dengan keheningan yang melanda serta bunyi rintik hujan yang perlahan semakin deras. Rose merasa dirinya terlalu menyedihkan akhir akhir ini, selalu menangis tak jelas, melamun, insomnia dan tertawa tanpa tau apa alasannya.
Rose tak mengerti. Ia sangat ingin lepas dari bayang bayang Jaehyun tapi rasanya sulit, jangan bilang kalo Jaehyun pake pelet? Rose tertawa, lagi lagi gadis itu kembali pada mode tidak jelasnya.
"Intinya semuanya gara gara Jaehyun," lirih Rose dengan wajah kacau dan tatapan kosongnya. Perlahan kelopak matanya terpejam dan bunyi dengkuran halus keluar menandakan bahwa Rose sudah terlalu lelah dengan semua hal sehingga yang ia butuhkan hanyalah tertidur dan melupakan kenyataan lalu berfantasi dialam bawah sadarnya.
Hujan deras dengan secangkir coklat panas ditambah bunyi musik klasik membuat harinya menjadi lengkap. Lelaki berusia dua puluhan akhir itu menatap keluar dari dinding kaca ruangan pribadinya yang berada dilantai teratas, pemandangan dibawah dimana kendaraan umum dan orang orang tengah saling berlomba seolah melawan hujan hari ini.
Helaan nafas keluar dari bibir pucat itu, entah sudah hari ke berapa ia hanya diam diruangan pribadinya dan memilih untuk tak pulang sama sekali. Muak dengan keadaan diri sendiri dan juga urusan kantor, perasaannya yang labil serta rasa pesimisnya yang menjengkelkan benar benar berpengaruh terhadap pekerjaannya.
"Jung Jaehyun," ia mengucap namanya sendiri lalu tertawa miris. Pemilik nama itu sangatlah berbeda dengan apa yang dilihat oleh orang lain, Jaehyun bukanlah sosok yang hebat dan tegas seperti kata kata para pegawainya bukan juga sosok yang manis dan manly seperti yang dikatakan para penggemarnya. Jauh sekali ekspektasi mereka terhadap realitanya, Jaehyun punya sisi lain yang sangat memalukan.
Seperti soal hal ini, ia lari dari masalahnya dan tak berniat untuk bertanya kebenarannya. Menganggap bahwa pujaan hatinya sudah tak butuh dekapannya dan sudah nyaman dengan dekapan pria lain. Jaehyun tau hal itu bisa saja tidak benar, ia bahkan sempat meyakinkan diri tapi entah kenapa banyak sekali bukti yang membuat tingkat menyerahnya naik.
Ucapan Jungwoo, raut baik Rose tanpanya, serta apa yang ia lihat. Dua kali memergoki Rose bersama pria yang sama yang katanya adalah sahabat dekat dari Jungwoo.
Dua kali? Pertama dikedai dan kedua saat Jaehyun ingin mengunjungi vila milik Rose lalu malah menemukan pria itu tengah berkunjung. Jaehyun lemah, terlanjur tak bersemangat karna ditampar oleh kenyataan.
Sekarang Jaehyun tau bahwa rasanya sulit sekali menjauh dari Rose, rasanya sulit sekali ditinggalkan tanpa mengetahui kebenaran apa pun. Jaehyun dulu pengecut, sekarang pun ia tak berubah sama sekali.
Menyesal? Maaf, kata itu sudah menjadi setengah jiwa seorang Jung Jaehyun.
Dering telfon membuat Jaehyun tersentak, ia menatap kosong layar ponselnya yang tertera nama Nyonya Kim disana.
"Kenapa, kak?" sapa Jaehyun datar, masih menatap pemandangan kota Seoul yang diguyur hujan.
"Jae kamu dirumah? Baik baik aja kan?" suara Irene terdengar sangat khawatir, rasanya menenangkan sekali seperti mendengar suara Mamihnya.
Jaehyun menghela nafasnya, "aku masih dikantor kak. Kenapa? Kaka butuh sesuatu? Lagi berantem sama bang Suho?" tanya Jaehyun mulai melembut.
"No, i'm fine. Jae kamu pulang ya? Atau mampir ke rumah kaka gitu? Mau kaka panggilin Taeyong buat ke kantor kamu oke?"
Jaehyun terkekeh pelan mendengar rentetan kalimat Irene yang jelas khawatir padanya. "Kak aku baik baik aja kok. Aku udah makan, gak skip sarapan dan aku tidur cukup," kebohongan nomor satu.
"Bener? Kamu tidur cukup kan? Gak bergadang kan? Gak terlalu banyak minum beer kan?"
Rasanya Jaehyun jadi cengeng karna punya sosok sunbae sebaik dan seperhatian Irene, Suho beruntung. "Iya kak. Aku sehat kok, gak mabuk mabuk," kebohongan nomor dua.
Lama sekali yang terdengar hanya suara deras hujan, Irene yang terdengar menghela nafas dan tangis seorang bayi yang Jaehyun yakini anak bungsu keluarga Kim itu.
"Jae.. Kesempatan cewe ke satu cowok yang sama itu gak datang setiap waktu, mau seberapa pun cintanya dia."
Jaehyun tertohok. Ia mendesah pelan memegang keningnya yang terasa pening, "Aku tau kok kak. Tapi aku masih belum bisa kak," suara Jaehyun semakin rendah, sebisa mungkin ia tahan rasa sesaknya sendirian.
"Lo tuh dikasih tau ngeyel banget sih Jae. Irene jadi lama kan telponan sama elo nya. Udah napa sih? Faktanya aja lo belum tau, kenapa sepesimis itu?" suara Suho membuat Jaehyun tersentak, pria itu ternyata ikut mendengarkan setiap percakapannya dengan Irene.
"Hmmmmmmmm," Jaehyun menjawab acuh, menyandarkan punggung ke sandaran kursi dan meneguk coklatnya yang mulai dingin.
"Lo harus inget posisi lo sekarang ada dimana. Mau dia secinta apa pun sama lo, nyatanya dimata orang lo cuma masa lalunya Jae. Banyak yang ngincar dia dan gak sedikit kesempatan hati seorang manusia berubah," Suho dan segala pengalamannya dalam menaklukan hati wanita sedingin Irene. Jaehyun percaya pada Suho karna itu ia sedang berpikir sesuatu hal nekat untuk sedikit menjernihkan pikiran serta menguraikan kerumitan tak jelas ini.
"Thanks." Helaan nafas lega keluar dari mulut Irene dan Suho membuat Jaehyun tergelak, sebegitu khawatirnya mereka terhadap kisah Jaehyun?
"Gue pengecut banget. Makasih pencerahannya," Jaehyun menyisir rambutnya ke belakang, tertawa saat mengingat semua hal yang ia lakukan pada dia dan bagaimana dia membalasnya.
Jaehyun yang salah disini dan meninggalkan luka yang tanpa sadar akan menimbulkan kerumitan seperti ini. Kenapa ia bertingkah seperti yang paling terluka? Bodoh. Tapi Jaehyun tak pernah menyesal pernah membuat heboh dibulan Februari lalu, setidaknya ada kesempatan baginya memperbaiki sesuatu yang sempat ia rusak.
"Gue masih bisa kan kak?" Jaehyun mengambil mantelnya. Masih berbicara lewat telpon dengan pasutri Kim itu.
"Seenggaknya kita tau kalo Rose bukan tipe orang yang gak menghargai niat baik seseorang. Pesen kakak, terima semua keputusan Rose ya Jae."
***
gue berniat namatin book ini cuma sampe 15 chapt
KAMU SEDANG MEMBACA
february hot news
Fanfictionbagi sebagian orang februari itu bulan yang romantis dan mengesankan dan Jaehyun termasuk kepada sebagian orang itu yang menyetujui bahwa februari adalah bulan yang mengesankan.