"BANG KASA! DI MANA LO WOI!"
Mesin mobil bahkan masih menyala ketika Jenan menepi di depan teras kediaman Andara, tapi Bintang sudah lebih dulu melompat keluar.
Lelaki itu menggeleng pasrah melihat kelakuan Bintang. Begitu pulang, bukannya memberi salam malah main nyelonong sambil teriak-teriak.
"ANGKASA DWI ANDARMMPHHH"
Mulut toa Bintang tersumpal sempurna oleh telapak tangan lebar milik Jenan, ketika gadis itu nyaris mencapai kamar Angkasa.
Bintang memberontak minta dilepaskan. "Mmpphh!"
"Diam," plotot Jenan. "Udah dibilang Abang lo sakit makanya pulang cepat, malah berisik."
"Hemmpaphh!"
"Janji diam dulu, baru lepas."
Gadis dalam dekapan paksa itu mengangguk menurut. Mulutnya cemberut sebal ketika berbalik, niat ingin marah. Tapi gagal karena tatapan galak Jenan.
"Jangan berisik," tekan lelaki itu lagi.
"Ck! Iya. Lagian cuma mau lihat keadaan dia doang, kok bisa sakit. Gitu loh!"
Padahal dalam hati Bintang sudah was-was sewaktu tau kabar tersebut dari Jenan. Belakangan Angkasa memang terlihat lebih loyo dari biasa, bahkan suara menyebalkannya sudah jarang merecoki Bintang. Memberi efek (sedikit) rindu, iya sedikit karena Bintang masih menolak mengaku jika sebenarkan cukup kangen diomeli Angkasa. Akhir-akhir ini, Jenan lah yang sering mengambil alih kebiasaan saudaranya itu.
Selepas dua ketukan pada pintu, kepala Bintang melongok perlahan. Kakinya berjalan untuk masuk ke kamar lebih dalam. Namun, saat saklar lampu dihidupkan, ia sama sekali tak menemukan siapapun selain kasur Angkasa yang masih dalam keadaan rapih.
Anak kedua Andara itu memang paling displin. Ketika bangun, pasti langsung beberes kamarnya. Jauh beda dengan Bintang yang sering kesiangan. Boro-boro merapikan tempat tidur, bisa mandi saja sudah syukur.
Untung Bintang cantik maksimal. Tanpa make up pun, wajahnya tetap enak dipandang.
Lagian tak perlu Bintang kerajinan, Angkasa sering membantu merapikan tempat tidur adiknya setelah mengusir gadis itu untuk segera mandi.
"Lha? Mana orangnya?"
Punggung sempit Bintang kontan berbalik menatap wajah kebingungan Jenan di belakangnya.
"Orangnya pamit dari jam makan siang. Kenapa sore gini belum di rumah?" tanya Jenan.
Gadis itu segera merogoh sakunya, mencari ponsel. Tapi tak menemukan apapun setelah ingat benda pintar itu masih bersemedi di saku snelli Jenan.
Satu cubitan kecil mendarat pada pinggang Jenan yang masih celingukan mencari Angkasa. "Ck, apa?!" kagetnya.
"Hp gue!"
"Ambillah di mobil."
Tanpa rasa bersalah, lelaki berkemeja itu menemplokan kunci mobil ke jidat Bintang dan segera masuk ke toilet yang ada di kamar Angkasa, katanya mau mandi.
"Sabar, Bintang. Sabar. Umur gak ada yang tau, semoga aja itu orang kepleset di toilet," doanya penuh dendam.
Rada sebal karena Jenan seenaknya membajak kamar Angkasa. Tapi mengingat seberapa sobat kental dan sesering apa Jenan menginap di sini, lagi-lagi Bintang cuma sebatas mengomel di belakang orangnya.
Langkah mungil Bintang hendak segera keluar, kalau saja getar ponsel Jenan yang ditinggalkannya di atas nakas tak mencuri perhatian. Bercampur perasaan ingin tau, gadis itu mengendap-endap melirik layar hp.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 365 DAYS [COMPLETE]
RomanceMAU BACA CERITA MENARIK YANG LAIN? BOLEH MAMPIR KE FIZZO --> kumbangmerah _________________________________ Seperti kutipan kalimat, "yesterday is history. Tomorrow is a mystery." Dunia Bintang seakan jungkir balik setelah mendengar keusilan Pap...