"Ya tau sendiri mobil gue dibajak Kasa jelek," adu Bintang lewat sambungan telepon.
Langkah kaki teraturnya membawa gadis itu ke arah lobby fakultas.
Benda pipih itu terapit di antara bahu dan telinga selagi Bintang membenarkan letak tas selempang di sisi berlawanan, sebab sebelah tangan gadis itu sudah penuh membawa toollbox.
Sebenarnya tadi banyak buaya yang hendak bermodus ria lewat menawari bantuan. Hanya saja Bintang lagi malas tebar pesona dan kabur dengan alasan supirnya sudah melepon, padahal itu panggilan dari Maraka.
Di sembrang sana Maraka mendesah kecewa karena tak bisa menjemputnya seperti kemarin-kemarin.
"Chill, Babe. Masih ada next t—"
TUT!
Kalimat buaya betina Bintang terpaksa terputus setelah alat komunikasi itu dirampas mendadak. Ia berbalik, pupil mata gadis itu membesar kala mendapati seseorang di belakangnya. Sosok tanpa ekspresi dengan sorot tajam yang begitu santai memasukan ponselnya ke dalam saku snelli.
"Chill, Babe?" Satu sentilan pada dahi mulus Bintang pun menyadarkannya dari keterkejutan.
"Kebiasan. Kalau siap lab langsung kabur," cetus Jenan.
Baru sebentar lengah, tau-tau gadis yang menjadi tunangannya tersebut sudah mengacir keluar.
Jenan melirik sekitar. Banyak mahasiswa yang tengah memerhatikan dirinya dan Bintang dengan tatapan haus informasi alias kepo. Wajar saja, mereka tak pernah terlibat percakapan apa pun selain di lab dan kelas, itupun karena Jenan memarahi Bintang.
Namun, Jenan tak peduli, itu yang di mau. Satu fakultas harus tau jika ia dan Bintang punya sesuatu, agar tidak ada lagi makhluk berjakun—terutama Chandra—berani mendekati gadis bernama Sectiona Bintang Caesara.
Kelopak mata Bintang berdekip beberapa kali sebelum melotot galak. "Lo ngapain?!" tanyanya dengan nada berbisik. "Hp gue!"
"Sayang, kan aku udah bilang tunggu sebentar. Kenapa malah jalan duluan?"
Biji mata Bintang di dalam sana seperti hendak keluar menatap Jenan.
Tolong, rasanya ia ingin berubah menjadi transparan saat lelaki dihadapannya begitu mudah menyebutnya sayang di keramaian! Di depan orang banyak!
"Wah... mabok nih orang," gumam Bintang kebat-kebit.
Pandangannya bergerak panik sampai membeku pada seseorang yang tak jauh di depan sana. Chandra— lelaki itu dengan serius mengamati Bintang dan Jenan. Niat hati ingin menghampiri sang mantan, tapi langkahnya kalah cepat dengan residen prostodonsia tersebut.
Apa tadi? Sayang?
Langkah Chandra sampai berhenti dadakan ketika mendengar enam huruf itu keluar dari mulut Jenan.
"Iya, sayang. Kamu laparkan? Ayo kita pulang."
Tas tenteng dan kotak plastik dengan berat lumayan dalam genggaman Bintang pun berpindah ke Jenan. Belum sampai di sana, lelaki itu mempertegas asumsi 'iya-iya' para netijen kampus dengan menggandeng tangan bebas Bintang dan membawanya ke parkiran. Melewati Chandra dengan senyum tipis penuh kemenangan.
Dalam keadaan syok berat, tentu saja gadis dalam kuasa Jenan itu hanya menurut. Tak ingin lama-lama menjadi bahan tontonan gratis.
Setelah pintu mobil tertutup, Bintang sudah bersiap melontarkan bom ocehan. Namun, belum apa-apa, sorot tajam dari mata elang Jenan lebih dulu membungkamnya.
"Diam. Kalau gak mau gue cium."
Bintang mendelik kesal.
Tapi begitu pun ia tak punya nyali untuk bersuara. Mentalnya belum siap menerima imbas dari ancaman Jenan dan hanya memerhatikan gerakan lelaki itu yang melepas snelli, lalu menggantungnya pada cantolan di jok belakang kursi Bintang yang lagi-lagi membuat gadis itu melotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 365 DAYS [COMPLETE]
Storie d'amoreMAU BACA CERITA MENARIK YANG LAIN? BOLEH MAMPIR KE FIZZO --> kumbangmerah _________________________________ Seperti kutipan kalimat, "yesterday is history. Tomorrow is a mystery." Dunia Bintang seakan jungkir balik setelah mendengar keusilan Pap...