"Gak berisik, bukan keluarga kita namanya!"-anak-anak Papi dan Mami.🌸🌸🌸
Tak ada yang spesial dari rutinitas Bintang pagi itu, selain keluh kesah di meja makan mengenai rentetan kegiatan kampusnya.
"Adek nanti skills lab?"
Mahasiswi FKG semester 6 itu mengangguk lesu sembari memasukan jas lab ke dalam tas. "Dua kali nge-lab, Pi. Huft," keluh Bintang lagi.
Lelaki yang dipanggil Papi itu mengalihkan pandangan dari ipad kerja, demi menatap si bungsu.
"Pulang jam berapa?"
"Mungkin agak malam. Soalnya pulang kampus mau diskusi belajar bentar," jawab Bintang santai sebelum sebuah toyoran tak manusiawi mendarat di belakang kepalanya.
Wajah mulus gadis itu bahkan nyaris terjerembap di atas jatah sandwich yang masih tergelak di meja makan.
"Alasan, Pi. Ini buaya betina pasti mau nongkrong sama gebetan! Atau gak foya-foya bareng geng ndeso-nya itu!"
Tanpa menoleh pun Bintang sudah hapal tingkah biadab siapa yang berani melakukan itu padanya. Belum sempat memaki, Tariksa lebih dulu menceramahi putra keduanya.
"Abang... kamu ini suka banget usil sama Adek," tegur Tari.
"Adek siapa, Mi? Kasa aja anak terakhir," sahut Angkasa. "Diakan anak pungut."
"Lo kali anak pungut, paling jelek! Gue sama Mas Bulan sih cakep!" sembur Bintang yang tak bosan memuji abang tertuanya.
Tapi kini Bulan sudah menikah dan pindah rumah. Menyisakan Angkasa dan Bintang yang setiap hari tak melewatkan momen Tom and Jerry mereka.
"Terima kenyataan aja. Muka lo emang beda sendiri-akh!" Angkasa meringis mengusap tulang keringnya yang barusan ditendang di bawah meja.
"Abang... Adek!" Kali ini Andara ikut bersuara.
Entah akan serusuh apalagi, jika ia membiarkan Angkasa terus menjahili Bintang.
Wajah kesal bercampur pundung sudah menyelimuti Bintang. Gadis itu sudah bersiap menjambak rambut lebat Angkasa, kalau saja suara lain tak mengalihkan fokusnya.
Sosok familiar itu tersenyum manis hingga menyisakan segaris lengkung di kedua matanya. Orang-orang biasa menyebut itu eyes smile.
"Nah. Ini nih, another anak pungut," kicau Angkasa yang ditanggapi senyum tipis oleh Jenan.
Lelaki itu menyapa Andara dan Tariksa yang kemudian beralih menepuk punggung Angkasa, sebelum terakhir menyebut nama Bintang sebegitu datar. Tanpa senyum maupun nada hangat seperti yang lain.
Menerima perlakuan berbeda, gadis berambut sepunggung itu mendengus seraya melirik lelaki di samping Angkasa yang tengah menerima sarapan pemberian Mami-nya.
"Berangkat bareng kalian?"
"Iya, Om."
"Tumben bertiga?"
Deretan muda-mudi di sisi seberang meja makan itu saling bertukar pandang. Ketiganya memang memiliki tempat tujuan yang sama, yaitu Fakultas Kedokteran Gigi, tapi dengan status berbeda. Jika Bintang menyandang identitas sebagai mahasiswa pre-klinik, lain hal pada Angkasa dan Jenan yang tengah mengambil Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis yang disingkat PPDGS atau bahasa kerennya disebut residen.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 365 DAYS [COMPLETE]
RomanceMAU BACA CERITA MENARIK YANG LAIN? BOLEH MAMPIR KE FIZZO --> kumbangmerah _________________________________ Seperti kutipan kalimat, "yesterday is history. Tomorrow is a mystery." Dunia Bintang seakan jungkir balik setelah mendengar keusilan Pap...