25. Menginap

751 122 10
                                    

"Anjir! Tangan guaa!"

"Eh? Maaf," ringis Bintang mengelus-elus perban pada tangan Angkasa yang tersenggol "Agak sedikit sengaja, hehe."

Cup!

Gadis itu mengecup kilat pipi saudaranya yang semula melotot agar lebih jinak.

Kepala lelaki itu menggeleng dramatis. "Kesambet ini anak," gumam Angkasa ngeri saat melihat adiknya senyam-senyum tak jelas.

Tak lama Jenan datang. Wajah masamnya sepaket dengan kedua alis yang menungkik dalam, menatap tajam ke arah Bintang yang justru tertawa girang.

"Wah... wah... judul doang jagain gue. Taunya kabur berduaan dan baru balik! Habis dari mana kalian, hah?!"

Dua jari Jenan mengisyaratkan agar Bintang mendekatinya, tapi gadis itu malah menjulurkan lidah mengejek.

"Sini!" desis Jenan yang lalu menarik napas dalam demi menetralkan rasa kesal sehabis dikerjain.

Tadi setelah membiarkan Bintang terlelap lumayan lama sampai pantat Jenan terasa keram, gadis berhoodie ungu itu terbangun lalu rewel minta ditemani cari makan meski berakhir tak ada satupun yang dibeli karena katanya hilang selera. Sampai di sepanjang lorong rumah sakit, Bintang mengeluh sakit perut dan ingin melepas bom atom dunia.

Tak ada masalah jika saja Bintang membuang gas beracunnya di ruang terbuka, tapi beda cerita kalau di dalam lift seperti beberapa waktu lalu. Dan bagian paling menyebalkannya adalah dimana gadis dengan wajah tak bersalah itu berakting layaknya korban yang menatap Jenan curiga. Membuat para perawat dan dua orang lain di sana juga mengira Jenan lah si biang kerok sang penyebab polusi udara.

"Duh, Mas. Ganteng-ganteng kentutnya bau," ulang Bintang mengikuti ceplosan salah satu perawat tadi sebelum menyeburkan tawa puas.

Angkasa yang memerhatikan pun ikut terheran meminta penjelasan Jenan lewat kode mata.

"Dia kentut di lift dan malah nuduh gue sampai orang lain ikutan percaya," adu Jenan penuh dendam kesumat.

Belum pernah ia semalu itu sampai aroma gas buangan milik Bintang pun terlupakan begitu saja.

Seolah lupa kondisinya belum pulih total, gantian Angkasa yang tergelak diikuti Bintang. Kedua saudara itu sampai kompak mengekuarkan air mata karena menertawakan kesialan Jenan.

"Anjir, usil banget anak pungut satu ini." Angkasa mengacak gemas pucuk kepala Bintang. "Gak ada jaimnya lagi lo sama Jenan, ya."

Bahu gadis itu mengedik cuek.

"Sabar-sabar, Jen. Aslinya kan Bintang memang bobrok parah. Itu juga yang buat gue heran, kenapa banyak yang mau."

"Ya karena gue cantik maksimallah! Pemenang gelar maba tercantik tahun 2017 nih, Bos!" bangga Bintang.

Ternyata Jenan bukan korban pertama. Dulu Bulan sering langganan menjadi salah sasaran tuduhan orang akibat kentut Bintang, bahkan Angkasa pun sempat merasakan giliran ketiban malu. Akting si bungsu itu sangat pro dan meyakinkan, begitu mudah menggiring opini negatif pada objek yang dituduh.

Sempat orang tua mereka berpikir, mungkin jika tak jadi dokter gigi, Bintang cocok menjadi aktris.

Jenan mendengus. "Dasar setan kecil," lirihnya pasrah.

Langkah besar Jenan membawa tubuh besar itu mendekat pada sofa dan melayangkan bokongnya di sana. Di depannya, Bintang berbalik menoleh. Masih dengan ekspresi dan cengiran bahagia yang sama. Seolah lupa jika gadis yang lagi-lagi membuat baju Jenan basah karena air mata tadi adalah orang yang sama.

AFTER 365 DAYS [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang