4. Accident

959 134 7
                                    

Sejam berputar-putar berkeliling tak jelas di sekitaran komplek. Akhirnya Bintang melajukan kemudi menuju gerbang tol. Speedometer mobil mulai membobol angka 160 km/jam dan terus bergerak ke arah kanan ketika pedal gas terinjak lebih dalam.

Rambut panjang gadis itu berkibar menikmati terpaan kasar dari angin malam yang masuk lewat jendela  terbuka di sampingnya.

Dengan pikiran kosong, Bintang terus membelah jalanan sepi bebas hambatan tersebut. Sampai kecepatannya menurun perlahan ketika pandangan gadis itu kembali memburam. Ia masih sayang nyawa dan segera menepi di jalan entah berantah yang baru saja terlewati tanpa tujuan.

Bintang menyerah setelah hantaman kesekian pada stir mobil. Tangannya memerah menahan sakit, tapi itu belum seberapa dibanding sesak tak nyaman yang bercokol dalam rongga dadanya saat ini.

Gadis itu menunduk, menumpu kepala pada stir. Matanya terpejam dalam, berusaha membuang penampakan Chandra bersama Zora. Ia sangat ingin berteriak, memaki, bahkan menampar lelaki brengsek itu. Tapi semua lontaran kata kasar itu menggantung tanpa kepastian diujung lidah. Nyatanya Bintang hanya mampu melangkah tergesa dengan derai air mata saat mengenyahkan diri dari rumah Zora.

Getar ponsel di jok penumpang mengusik lamunan Bintang. Kepala yang masih teronggok lesu itu melirik malas rentetan pesan Angkasa yang belum terbaca. Tak juga mendapat respon, Angkasa beralih menelepon.

Butuh panggilan ketiga hingga gadis itu merasa siap menjawab setelah menetralkan suara paraunya. Sebab menanggapi pesan pun percuma, ujungnya Angkasa akan tetap menelepon untuk memastikan Bintang tidak berbuat yang aneh-aneh dalam semalam.

"Bagus! Entah udan panggilan ke berapa baru diangkat!" sembur Angkasa tanpa sapaan. "Di mana lo?!"

Alat komunikasi mahal itu agak menjauh dari telinga ketika semprotan membahana suara Angkasa menyambut.

"Bintang jawab! Di mana?"

Tubuh yang semula bersandar ke depan itu, bergerak mengubab posisi menjadi duduk tegap. Untuk sesaat Bintang terdiam cukup lama memerhatikan sekelilingnya yang gelap. Jujur ia pun tak tau sedang di mana, mobil Jenan hanya bergerak begitu saja. Tapi tidak mungkin Bintang mengatakan kebenarannya pada Angkasa.

"Dek?! Jangan ngadi-ngadi ya lo!"

Gadis itu berdeham seraya menutup kaca jendela. Takut juga kalau tiba-tiba ada yang nongol di sebelahnya. "Apaan sih, Bang. Ini gue lagi cari makan bentar makanya gak cek hp."

"No pict, HOAX!"

"Hadeh. Banyak mau, bentar!"

Tak kehilangan akal, ia menjelajah  galeri hp untuk mencari foto lawas seperti benar-benar sedang berada di jalan yang sengaja Bintang simpan. Tadinya itu untuk akal-akalan kalau ia sedang clubbing dan ditanya lagi di mana agar lancar berbohong, "baru selesai kerja kelompok, ini otw pulang."

Setelah puas akan foto yang dikirim adiknya, nada ngegas Angkasa berangsur melunak. "Yaudah, jangan kemalaman cari makannya. Lo nginap di tempat Zora benerankan?"

"Iya, Bang."

"Fine. Gue percaya sama lo, jangan bikin kecewa."

"Maafin gue, Bang," batin Bintang pahit sebelum bergumam pamit mematikan telepon.

Menit berikutnya dihabiskan gadis itu untuk termenung lalu lanjut menangis. Sampai akhirnya ia merasa haus dan mencari-cari minuman sisa di mobil Jenan. Namun, ketika hampir menenggak air jernih di dalam botol plastik dari jok belakang. Bintang mempertajam penciumannya yang kala itu tengah tersumbat akibat terlalu lama menangis.

AFTER 365 DAYS [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang