Tan 90° ; 21

3.9K 544 11
                                    


21. Luka yang tersirat

---

Taeyong melirik adiknya yang berjalan gontai meninggalkan ruang IGD. Dia memilih tidak peduli, meski matanya sempat melirik hal yang membuatnya berfikir.

Pintu IGD terbuka, dokter yang menangani Jeno keluar dengan susternya. Taeyong menegakkan punggungnya, bersiap mendengarkan bagaimana kondisi Jeno.

"Keadaan Adik saya gimana, Dok?" tanyanya langsung.

"Tidak ada hal buruk yang terjadi. Pasien dengan riwayat penyakit gagal jantung memang kerap mengalami muntah dan kejang. Lebih diperhatikan lagi pola makannya dan juga jangan melakukan hal-hal yang berat, karena bisa saja penyakitnya semakin parah," jelas dokter.

Taeyong menghela nafas lega. Setidaknya dia masih bisa mencegah Jeno dari kerusakan ginjal yang semakin parah.

"Saya boleh menjenguknya, Dok?"

Dokter tersebut mengangguk. "Pasien saat ini masih belum sadar dan harus rawat inap selama tiga hari. Kami akan memindahkan ke ruang rawat inap, anda bisa menjenguknya nanti."

"Baik Dok terima kasih."

"Sudah tugas saya."

Selepas dokter tersebut pergi, Taeyong pergi ke kantin untuk membeli minum. Untungnya kantin tidak terlalu ramai sehingga Taeyong bisa sedikit tenang.

Saat ini Taeyong sedang duduk di salah satu kursi kantin dengan jarinya yang bergerak lincah bermain ponsel. Dia menghubungi Yuta yang sedang di kampus, meminta tolong untuk memberitahu info apapun yang ada hari ini di kampusnya.

Taeyong meneguk minuman manisnya kemudian bangkit dan membuang sampahnya. Tungkainya dia arahkan ke ruang rawat inap Jeno, dia sudah bertanya tadi.

Dari arah mushola, Taeyong melihat orang berkerumun. Entah ada apa, Taeyong memilih tidak peduli. Di saat dia membuka pintu ruang rawat inap Jeno, sudah ada gadis cantik duduk dekat ranjang adiknya.

"Hana?"

Gadis itu–Hana menoleh. "Hai Kak."

"Kapan ke sini?"

"Barusan, aku dikasih tahu sama Kak Yuta," kata Hana.

Taeyong mengangguk mengerti seraya duduk di sofa. Dia memejamkan matanya sebentar, kata Hana keadaan Jeno sudah cukup stabil. Hanya tinggal menunggu Jeno sadar. Tapi entah kenapa perasaannya masih tidak tenang.

"Kak Taeyong, kalau boleh tahu Jeno sakit apa?" tanya Hana.

"Hm?" Taeyong membuka matanya. "Ah itu, gagal ginjal," lirihnya.

Hana membulatkan matanya terkejut. Heol, dia kira Jeno hanya sakit karena penyakit lambungnya kambuh. Hana tidak menyangka jika Jeno mempunyai penyakit separah ini. Hana melirik Jeno yang masih tenang memejamkan mata.

"Jen ...," lirih Hana.

Taeyong diam dengan pikiran yang masih berkelana. Seketika dia mengingat sesuatu.

"Han? Haechan kemana?" tanyanya.

Hana menoleh dengan wajah yang entah kapan sudah sembab. "Haechan? Enggak ada Kak, dari tadi cuman ada aku di sini," jawabnya.

"Kemana lagi anak itu," desisnya. "Kakak titip Jeno dulu ya."

Taeyong keluar guna mencari keberadaan Haechan. Semarah apapun dia, Haechan tetap adiknya. Adik bungsunya yang selalu dijaga extra oleh orang tuanya.

Entah karena insting atau apa, Taeyong berjalan ke mushola. Dia penasaran kenapa banyak orang berkerumun tadi, tapi saat sudah di sana semuanya sudah kembali seperti semula.

Tan 90° • Lee Haechan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang