Isinya kebanyakan narasi-!!35. One day w/ Haechan
---
Akhir-akhir ini, Haechan merasa kalau tubuhnya semakin lemah. Padahal tidak ada kegiatan yang harus secara rutin dilakukan. Belajar privatnya sudah diberhentikan dengan alasan supaya Haechan menghapus perasaannya.
Sungguh alasan yang sangat konyol.
Namun sekali lagi, Haechan bisa apa selain menerima kan? Masih untung diberi tempat tinggal saat dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi.
Hari ini, Haechan sudah siap dengan celana jeans hitam, kaos putih dan juga jaket hitam. Tidak lupa topi dan juga masker yang digunakannya. Niatnya, Haechan ingin berkunjung ke makam orang tuanya. Haechan merasa rindu karena sudah lama tidak berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir ayah dan bundanya.
Saat turun ke bawah ada Taeyong dan Yuta yang tengah fokus dengan laptopnya. Ada pula Jeno dan Jaemin yang sedang menonton film berdua dengan sangat serunya.
Haechan tersenyum tipis sebelum semakin menarik topinya ke bawah dan berlalu meninggalkan rumah tanpa pamit.
"Inget tujuan Chan! Semangat," gumamnya.
Dengan modal aplikasi google maps di ponselnya, Haechan memulai perjalanannya dengan mampir ke toko bunga. Haechan tidak mungkin datang pada orang tuanya tidak membawa apa-apa kan?
"Bunga mawarnya dua bucket ya, Pak."
"Siap! Tunggu sebentar ya."
Sembari menunggu penjual bunga menyiapkan pesanannya, Haechan melirik keadaan sekitar. Cukup ramai karena ini hari sabtu dan kebanyakan orang sudah memulai hari weekendnya.
Haechan memiliki beberapa tujuan hari ini, dia ingin memenuhi list yang sudah dibuatnya semalam. Mungkin semacam persiapan sebelum nanti pergi meninggalkan rumahnya. Jujur, Haechan bahkan belum tahu akan kemana jika tidak tinggal bersama kakaknya nanti.
"Ini pesanannya."
"Eh, terima kasih ya, Pak."
Haechan memberikan beberapa lembar uang dan menerima bunganya. Bucketnya terlihat sangat cantik, Haechan menyukainya. Dia segera melanjutkan perjalanannya menuju pemakaman umum.
Waktu memang masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, makannya Haechan memilih jalan kaki dari pada menggunakan ojek online ataupun taksi. Dan tidak butuh waktu lama, Haechan sudah sampai di depan nisan kedua orang tuanya.
"Selamat pagi bidadari cantiknya Echan," sapa Haechan sembari menyimpan satu bucket bunga di dekat nisan bundanya.
"Selamat pagi juga superheronya Echan." Haechan melakukan hal yang serupa pada nisan ayahnya.
Tangannya bergerak mencabut rumput liar yang tumbuh di sekitar makam orang tuanya. "Ayah, Bunda, maaf yaa Echan baru dateng ke sini lagi."
"Udah empat tahun ya ...."
"Ayah ... Bunda ... Haechan cape, capeeee banget," ucapnya. "Haechan harus gimana ya? Echan bingung banget sama kehidupan Echan sekarang."
Haechan menghela nafas sedih, dia tetap akan berbicara seolah kedua orang tuanya ada di hadapannya.
"Ayah, maaf ya nggak bisa nepatin janji Ayah buat jadi laki-laki yang kuat."
"Bunda, maafin Echan juga ya belum bisa jadi Adik yang baik."
"Kalian tahu nggak, Kakak-Kakak benci sama aku karena kalian udah nggak ada. Ayah, Bunda, Echan juga nggak mau ini terjadi. Kalau seandainya tahu bakal terjadi kecelakaan, Echan nggak bakal ngerengek minta beli es krim," adunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tan 90° • Lee Haechan [End]
FanfictionButuh waktu empat tahun untuk Haechan supaya penglihatannya bisa kembali normal. Tapi, kenapa setelah penantian panjangnya justru luka semakin banyak datang kepadanya? Bahkan, hanya butuh satu tahun untuk menjatuhkan Haechan ke dalam jurang yang san...