Tan 90° ; 22

3.8K 512 5
                                    


22. Si anak tengah, Jeno

---

Lee Jeno kecil sudah tahu bahwa dirinya akan menjadi kakak. Saat pertama kali mengerti bahwa dirinya memiliki kembaran, Jeno senang bukan main.

Dalam angannya, Jeno akan menjadi superhero yang hebat untuk adik kembarannya karena telah menjaga. Dengan begitu ayah dan bundanya akan bangga. Memang, semuanya berjalan seperti semula.

Hingga saat dia dan Haechan menginjak sekolah dasar kelas lima, Jeno merasa bahwa Haechan masih selalu dimanja. Sedangkan dirinya, jika ingin pipis di malam hari pun Jeno harus beranjak sendiri dan tidak boleh ditemani.

"Kakak udah besar, belajar berani sendiri ya." Itu kata bundanya.

"Jeno kan mau jadi superhero, superhero harus berani dong. Jagoan Ayah kan berani banget."
Ayah pun berkata hal yang sama.

Jeno yang memang masih bercita-cita ingin menjadi superhero untuk adiknya pun menurut.

Waktu berlalu dengan Jeno yang masih menurut. Saat mereka menginjak sekolah menengah pertama kelas tujuh, Jeno sudah merasa bahwa dirinya dibedakan.

Jika Haechan merengek ingin dibelikan es krim, kedua orang tua bahkan kakak pertamanya pun langsung menurutinya. Sedangkan Jeno, jangankan untuk merengek dia meminta secara percuma saja tidak diberi.

Jeno kesal, sangat.

Tapi, kekesalannya melunak saat di sekolah menengah pertamanya dia menjadi laki-laki yang populer. Laki-laki yang menjadi perbincangan karena wajahnya yang tampan.

Jeno senang, dia seakan melupakan kekesalannya karena selalu diperlakukan berbeda oleh keluarganya. Terlebih dengan fakta bahwa fisik Haechan tidak seindah dirinya.

Untungnya, Jeno dan Haechan tidak satu kelas. Dan fakta bahwa mereka bersaudara itu masih menjadi rahasia.

Hingga saat dirinya menginjak kelas delapan, Jeno mendapat fakta bahwa adiknya menjadi korban bully karena fisiknya. Jeno marah, bagaimana pun juga mereka saudara kembar, memiliki ikatan batin yang kuat.

Jeno dengan tekadnya selalu datang membantu Haechan saat pembullyan adiknya itu. Diam-diam Jeno akan menemui anak-anak yang membully adiknya, dia bahkan tak segan menampar mulut perempuan yang menghina fisik adiknya.

"Kamu punya mulut bukan buat ngehina fisik orang. Lihat dulu diri kamu sebelum ngatain orang itu udah bener apa enggak. Ngerasa paling sempurna padahal masih ada yang jauh lebih sempurna."

Puncak kekesalan Jeno adalah saat dimana dia melihat dengan jelas bagaimana orang-orang itu melukai Haechan. Jeno marah pada orang-orang itu, marah pada Haechan yang tidak pernah mau melapor, marah pada dirinya sendiri yang merasa gagal sebagai kakak.

Hari itu Jeno membantu Haechan berbohong pada orang tuanya. Haechan masih keukeuh tidak ingin memberitahu perihal aksi pembullyan kepadanya. Bahkan hingga Haechan dan kedua orang tuanya pergi membeli es krim, Jeno memilih bermain game di kamar.

Bukan, bukan bermain game. Hanya untuk sekedar berpikir. Jeno sudah besar meskipun umurnya belum dewasa. Jeno sudah mengerti bahwa Haechan diperlakukan istimewa oleh ayah, bunda dan kakaknya.

Haechan selalu dimanja. Jeno harus bisa bersikap dewasa.

Haechan tidak ditarget dalam hal nilai. Tidak ada yang tahu, jika ayahnya menarget Jeno untuk menjadi pintar. Nilainya tidak boleh turun.

Jeno iri saat bunda merentangkan kedua tangannya guna membawa Haechan ke dalam gendongannya. Sedangkan Jeno hanya dituntun di sebelah bundanya.

Jeno juga iri saat Taeyong lebih memanjakan Haechan, ketimbang dirinya yang selalu diperlakukan layaknya teman.

Tan 90° • Lee Haechan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang