2. Rasa yang Mati

38 1 0
                                    

Jumat, 13 Desember 2024

Kondominium Hirano Sho, Tokyo

"Sho, kudengar kau menolak ajakan kencan dari Taira Yuna?"

"Un."

"Eh? Kenapa? Kau menyukainya, kan?"

"Entahlah," Hirano Sho menghempaskan tubuhnya ke sofa. Dengan hanya melingkarkan handuk di pinggangnya, ia membiarkan tubuh bagian atasnya diterpa udara. Rambutnya yang masih basah menjatuhkan buliran air yang perlahan mengalir ke pelipisnya.

Jinguji menarik sembarang pakaian dari lemari dan melemparkannya pada Sho. "Kalau kau masuk angin lagi, kau pikir siapa yang repot?"

"Yang pasti bukan kau," ogah-ogahan Sho mengenakan pakaiannya, lalu menggosok-gosok rambutnya dengan handuk yang tadi melilit pinggangnya.

"Memang bukan, tapi tetap saja kondisi fisikmu akan berpengaruh pada pekerjaan kita," decak Jinguji. "Meskipun kau tetap bisa menampilkan yang terbaik di panggung, aku sama sekali tidak nyaman setiap kali melihatmu menderita setelah tampil."

"Ou, terima kasih atas perhatianmu," masih dengan handuk di kepalanya, Sho mengecek handphonenya. Ada puluhan chat yang masuk. Lebih dari setengahnya adalah dari perempuan-perempuan yang tidak pernah menyerah untuk mengajaknya kencan. Ada yang menjanjikan makanan enak, ada pula yang menjanjikan belaian hangat.

Jinguji menghela nafas. Terkadang ia merasa lelah menghadapi rekan satu grupnya itu. Akhir-akhir ini Sho tampak tidak punya gairah dalam menjalani hidup. Baik dalam pekerjaan maupun percintaan, Sho tampak sama sekali tidak bersemangat.

"Sho, kapan terakhir kali kau kencan?"

"Aku tidak ingat."

"Kapan terakhir kali kau tidur dengan perempuan?"

"Aku tidak tahu."

Jinguji kembali menghela nafas. "Apa kau sudah bosan dengan perempuan?" tebaknya. Ia sendiri pun lupa kapan terakhir kali Sho berhubungan dengan perempuan.

"Hah?"

"Aku hanya menebak," katanya.

"Mungkin ..."

"Oi!" awalnya Jinguji ingin tertawa, tapi setelah melihat ekspresi Sho, tampaknya rekannya itu serius. "Sho, kau serius?"

Sho menaruh handphonenya di meja-takada satupun chat yang dia balas. Ia sendiri tidak tahu apakah ia serius atau bercanda, tapi entah sejak kapan ia merasa sudah tidak mempunyai ambisi lagi untuk berhubungan dengan perempuan. Berparas cantik, maupun bertubuh seksi, seperti apapun bentuknya, Sho merasa tidak lagi merasakan gairah yang sama seperti saat dulu ia menjamah mereka. Ia pikir ia hanya merasa sedang bosan. Tanpa usaha yang terlalu besar, ia bisa menyentuh siapapun yang ia mau. Takada satu pun perempuan yang pernah menolaknya, dan mungkin karena itulah ia merasa tidak lagi memiliki keinginan untuk mengejar mereka. Semuanya terasa terlalu mudah.

"Hei, kau tidak tertarik padaku, kan?" Jinguji mencoba memastikan. Saat Sho menatapnya, lalu mendecak. Ia bisa bernafas lega.

"Aku sudah bosan denganmu!" Sho bangkit dari sofa. Ia beralih menggulingkan tubuhnya di tempat tidur. Malam ini Jinguji mengajaknya pergi ke Kyabakura di daerah Shibuya. Beberapa bulan ini Sho selalu menolak ajakan rekan sekaligus sahabatnya itu, tapi tampaknya kali ini Jinguji tidak akan menyerah untuk membujuknya.

"Hei, kalau kau mau mencoba berkencan dengan laki-laki, mungkin aku bisa membantumu mencari orang yang sepertinya cocok denganmu. Bagaimana kalau kita pergi ke Kyabakura yang mempekerjakan karyawan laki-laki?"

Sho memejamkan matanya. "Urus saja urusanmu sendiri, Jin."

***

Namae OshieteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang