1. Shibuya dan Jiwa yang sepi

59 0 0
                                    

Jumat, 13 Desember 2024

Shibuya, Tokyo

Persimpangan Shibuya tidak pernah sepi. Ribuan orang berjalan di sana, entah beriringan, entah berpapasan. Ada yang saling mengenal, tapi mungkin lebih banyak yang tidak. Atau mungkin juga tidak banyak yang saling melihat wajah ketika bahkan bahu dan bahu mereka tak sengaja bertemu. Begitu banyak manusia di sana, tapi tak ada sapa. Entah mereka benar-benar asing, atau mereka terlalu fokus dengan tujuan mereka masing-masing.

Tapi apa sebenarnya tujuan mereka?

Orang-orang itu apakah datang hanya untuk bersenang-senang? Atau hanya sekedar lewat?

Apapun itu, semua tidak ada urusannya dengan Ren. Jika bisa, ia ingin orang-orang itu menghilang, atau mungkin, jika bisa, ia ingin menjadi tak kasat mata. Ia tidak ingin melihat mereka, atau pun terlihat oleh mereka. Jika saja ia tidak takut untuk mati, mungkin sudah sedari dulu ia memilih untuk menghentikan denyut jantungnya sendiri. Pikirnya, jika ia sudah tidak memiliki raga lagi, ia bisa bebas menjelajahi bumi.

"Kenapa aku harus ke sini ...." Dia bergumam. Kedua tangannya yang terbungkus sarung tangan, ia masukkan ke dalam saku mantelnya yang baru dibelinya kemarin dengan hadiah uang hasil dari menjuarai sebuah turnamen E-sport bulan lalu. Sebuah mantel yang tidak hanya hangat, namun juga modis-sengaja ia pilih agar ia bisa membaur dengan orang-orang Tokyo, agar dia tidak menjadi pusat perhatian karena pakaiannya berbeda.

Sudah sekitar satu jam dia berdiri tidak jauh dari persimpangan Shibuya. Yang dilakukannya hanya melihat orang-orang hilir mudik di sana. Udara dingin bulan Desember kini sudah membuat hidungnya yang tinggi itu mati rasa. Sebagai gantinya, kini tulang punggungnya seperti menjerit kesakitan. Tapi ia masih belum ingin beranjak-atau lebih tepatnya, ia tidak tahu kemana ia harus pergi. Seseorang yang bilang akan menemuinya di sana, masih belum juga datang. Sudah lebih dari sepuluh kali ia mengecek handphonenya, namun belum juga ada kabar.

Lima menit lagi¸ batinnya. Ia tidak suka menunggu, apalagi jika hasilnya sia-sia. Jika orang yang menyuruhnya itu tidak juga datang, ia memutuskan untuk langsung kembali saja ke Osaka. Ia tidak peduli jika orang itu sudah mempersiapkan tempat untuknya menginap selama beberapa hari ke depan. Jika ada kesempatan untuk melarikan diri, tentu saja ia akan memilih untuk pergi.

Aku tidak mau terlalu lama menghirup udara di kota dimana kini dia berada ...

Ia mendongak, memandang langit yang mulai gelap.

"Ren?"

Ia menoleh. Pemuda yang sedari tadi ditunggu olehnya, akhirnya datang juga. Setelah sekian lama tidak bertemu, Ren merasa ada yang berbeda. Dan tentu saja menurutnya itu bukanlah hal yang mengherankan. Ia pun merasa ia tidak lagi sama.

"Uwah, kau sudah tidak sehitam dulu lagi!"

"Terima kasih. Kuanggap itu adalah pujian."

Pemuda itu terkekeh seraya merangkulnya. "Tentu saja aku memujimu!" katanya. "Kupikir kau akan tetap hitam dan kurus seperti dulu. Tidak kusangka kau bisa tumbuh dengan baik! Sekarang kau jadi tampan! Di Osaka, kau pasti sudah mengencani banyak perempuan, kan? Jujur padaku, berapa perempuan yang sudah kau ajak tidur?"

"Nonchan, bisakah kau bawa aku ke suatu tempat terlebih dulu sebelum menanyakan ini dan itu padaku? Kurasa sebentar lagi aku akan mati beku!"

"Hei, Tokyo tidak sedingin itu, kan?"

Memang tidak, tapi sudah lama sekali-mungkin semenjak ia keluar dari agensi Johnny & Associates-ia tidak berada di ruangan terbuka lebih dari sepuluh menit. Mungkin saat musim panas pun, ia akan tetap merasa kedinginan.

"Ya sudah, aku sudah memesan ruangan di sebuah restoran yakiniku. Lebih baik kita ke sana sekarang. Ohkura-kun sepertinya sudah ada di sana dan memesankan makanan untuk kita."

"Ohkura-kun?" dahi Ren mengernyit.

"Kau tidak lupa pada Ohkura-kun, kan?" pemuda yang dipanggilnya Non-chan itu menatapnya tak percaya.

"Aku masih ingat," tentu saja Ren ingat. Dia tidak akan pernah lupa pada seseorang yang sepuluh tahun lalu merengkuh tubuh gemetarnya itu. "Tapi kenapa kau mengundangnya?"

Melihat cengiran lebar dari pemuda yang bernama asli Kotaki Nozomu itu, Ren langsung merasakan firasat buruk. "Maaf aku tidak bisa menampungmu di apartemenku, jadi aku memintanya untuk memperbolehkanmu menginap di kondominiumnya. Kebetulan saat ini dia sedang tidak punya pacar."

***

Namae OshieteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang