Jumat, 13 Desember 2024
Restoran Yakiniku, Tokyo
"Mau sampai kapan kau melarikan diri?"
Aku ingin selamanya melarikan diri.
"Nagase?"
"Panggil saja aku Ren," ia sedikit membungkuk, memberi rasa hormat pada pria yang sepuluh tahun lalu memberinya peluk. Dengan sedikit kikuk, ia duduk di hadapan pria yang tampak jauh lebih berwibawa itu. "Apa kabar, Ohkura-kun?" tanyanya. Suaranya terdengar baik-baik saja, tapi tidak dengan jantungnya yang berdegup kencang serta tangan dalam saku mantelnya yang gemetar.
"Aku baik. Bagaimana denganmu?"
"Un, aku juga," Ren mengangguk kecil. Ia tidak sanggup menatap mata yang dulu sempat menelisik jiwanya itu.
"Uwah, kaku sekali! Ayo cepat duduk. Aku sudah sangat lapar," dengan cepat Nozomu menaruh beberapa helai daging di pembakaran yang berada di meja, lalu menuangkan sake pada masing-masing gelas yang ada di sana. "Ohkura-kun, maaf kami terlambat. Tadi aku ada urusan sebentar. Mendadak ada jadwal pemotretan yang dimajukan."
"Seharusnya kau kabari aku kalau akan datang terlambat," cetus Ren.
"Kalau aku mengabarimu, aku yakin kau pasti tidak mau menungguku dan malah langsung kembali ke Osaka."
Ren tidak bisa berkilah. Tuduhan Nozomu memang tepat. Ini bukan pertama kalinya pemuda yang merupakan seniornya saat masih berada di agensi khusus idol itu mengajaknya pergi ke Tokyo. Sebelumnya ia selalu menolak dengan berbagai macam alasan, hingga akhirnya kini ia tidak bisa lagi menghindar.
"Tapi aku cukup terkejut kau akhirnya mau datang ke Tokyo," kata Ohkura. "Apa kau sudah siap untuk bertemu dengannya lagi?"
"Dengannya? Dengan siapa? Akito? Huh, memangnya Ren punya masalah dengan Akito? He? Apa Akito sangat ingin kau datang ke pernikahannya untuk sekalian mengajakmu berkelahi?"
Ia tidak sanggup untuk membalas tatapan Ohkura mapun Nozomu. Potongan-potongan kenangan yang sebisa mungkin ia kubur, kini menyeruak kembali dalam benaknya, membuatnya kehilangan kendali atas kontrol tubuhnya. Nafasnya memburu seiring dengan jantungnya yang berdegup tidak karuan. Tidak hanya tangannya, kini seluruh tubuhnya gemetar hebat. Keringat dingin dengan cepat membanjiri pelipisnya.
"Ren! Hei, Ren!" ia tahu mereka berdua berulang-kali memanggil namanya, tapi ia merasa seolah tidak berada di sana lagi. Ia merasa ia berada di dimensi yang berbeda. Di sebuah ruang, terkunci, tidak bisa melarikan diri. Ia merasa sebentar lagi ia akan mati.
Di saat seperti itu, Ren tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya bisa menerima serangan panik itu mereda dengan sendirinya, sampai ia kembali merasakan jiwanya berada dalam raganya lagi. Dan saat serangan itu benar-benar tidak dirasakannya lagi, Ren merasa sangat lelah. Saat ia tersadar berada dalam dekapan Ohkura, sebenarnya ia ingin segera menjauh-atau setidaknya menyuruh Ohkura untuk melepaskannya-tapi ia tidak punya terlalu banyak tenaga.
"Ini, minum dulu," Ohkura menyodorkan segelas air yang kemudian diteguknya perlahan. "Tidak apa-apa. Kau tidak sendirian," setelah menaruh gelas yang telah kosong ke meja, tangan Ohkura kembali mendekapnya. Dekapannya itu kini terasa begitu hangat dan menenangkan, seolah ada mantra yang langsung membuat Ren merasa semuanya akan baik-baik saja jika ia terus berada di sana.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Ren, kau kenapa?" mendengar pertanyaan Nozomu, Ren langsung mengarahkan matanya pada Ohkura.
"Kau ingin aku menceritakannya pada Kotaki?" entah kenapa Ohkura langsung mengerti arti tatapannya. Ia lantas mengangguk, lalu memejamkan matanya ketika Ohkura mulai menceritakan apa yang terjadi pada 10 tahun yang lalu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Namae Oshiete
FanfictionBaik Sho maupun Ren tidak bisa berkelit dari benang takdir yang mengikat mereka. Selama apapun waktu membuat Sho nyaris melupakan segalanya, dan sekeras apapun Ren berusaha untuk tidak mengingat semuanya, mereka tetap tidak bisa selamanya terus mene...