9. Mula dari Getir

28 0 0
                                    

Sabtu, 16 Agustus 2014

Nagoya

"Eh? Kecelakaan? Ha'i, baik, saya akan segera ke sana."

"Ada apa?" melihat manager panik setelah menerima telepon dari seseorang, tentu saja Subaru dan member Kanjani lainnya penasaran. Mereka baru saja selesai mengadakan konser hari pertama di Nagoya dan berencana akan kembali ke hotel.

"Ada junior kalian yang mengalami kecelakaan, aku akan memastikan kondisi mereka. Rumah sakitnya tidak jauh dari sini, tapi katanya ada satu orang yang harus segera dipindahkan ke rumah sakit di Tokyo," langkah kaki manager mereka jadi lebih cepat dari biasanya.

"Junior? Kau tahu siapa nama mereka?" tanya Ryo.

"Hirano Sho dan Nagase Ren."

"Hmm, aku tidak kenal. Tapi apa tidak sebaiknya kita juga memastikan keadaan mereka? Aku ingin ikut ke rumah sakit," Shota tampaknya penasaran dengan seperti apa kondisi junior mereka sekarang.

"Jangan terlalu banyak yang ikut, bisa-bisa nanti kita mencuri perhatian banyak orang. Bahkan mungkin nanti ada rumor yang beredar bahwa salah satu diantara kalian sakit atau cedera ketika konser," kata manager. "Dua orang saja."

"Aku ikut," entah kenapa, tanpa alasan yang jelas, dan tanpa kesadaran penuh, Ohkura mengajukan diri.

"Un, baiklah. Kita langsung ke rumah sakit setelah yang lainnya turun di hotel," manager bergegas masuk ke dalam mobil. Ohkura yakin, dengan tanpa mengabaikan keselamatan mereka, kali ini manager akan mengemudikan mobil dengan kecepatan.

***

Begitu sampai di rumah sakit, manager beserta Shota dan Ohkura langsung menuju ke ruangan dimana junior yang mengalami kecelakaan itu berada. Satu diantara dua junior itu sedang mengalami keadaan kritis. Kepalanya dibalut perban, mulutnya terhubung dengan alat bantu nafas, sementara luka-luka ringan tampak di beberapa bagian tangan dan kakinya. Di kursi di luar ruangan ICU, keluarganya tampak berusaha kuat melihat keadaannya, tapi air mata ibunya jatuh begitu manager menanyakan detail kondisinya.

"Yang satunya lagi di mana?" tanya Ohkura.

"Di ruang UGD. Dia sedang menunggu orang tuanya datang menjemput. Dia hanya mengalami sedikit lebam dan goresan di tangan serta kakinya, tapi sepertinya dia sangat terguncang karena melihat kondisi temannya ini," terang manager. "Aku diperintahkan Johnny-san untuk menemani Hirano-san mengurus kepindahan Sho-kun ke rumah sakit yang ada di Tokyo. Jadi bisakah kau wakili aku untuk melihat kondisi Ren-kun?"

"Aku akan menemani adiknya Sho-kun di sini," kata Shota.

Ohkura mengangguk. Ia lantas pergi ke tempat dimana Nagase Ren berada.

Ia menemukannya di sudut ruangan. Ada suster yang membujuknya untuk bangkit dan kembali berbaring di tempat tidur, tapi dia tampaknya menolak-atau mungkin sama sekali tidak menyadari apa yang ada di sekitarnya, bahkan mungkin suara suster yang terus menerus mengajaknya bicara pun sama sekali tak terdengar oleh telinganya. Saat Ohkura meminta dirinya menggantikan suster itu, ia bisa dengan jelas melihat tubuh Nagase Ren yang berguncang hebat. Nafas pemuda itu terdengar memburu, dan tatapannya tampak nanar.

"Ren?" Ohkura belum pernah bertemu dengan junior bernama Ren ini. Ia tidak tahu apakah sejak awal Ren memiliki mental yang lemah, atau Ren memang hanya sedang terguncang. Tapi Ohkura tahu ia harus melakukan sesuatu untuk membuat juniornya itu tenang. Ia kemudian mencoba menaruh satu tangannya di puncak kepala Ren dan mengajaknya bicara dengan nada yang lembut. "Tidak apa-apa kalau kau takut. Kau tidak sendirian. Apapun yang terjadi pada Sho-kun, kau tidak sendirian."

Tapi seperti yang Ohkura duga, tampaknya Ren tidak sadar pada apapun yang ada di sekitarnya.

"Saya akan memanggilkan dokter," kata suster yang tadi membujuk Ren untuk bangkit.

Ohkura mengangguk. Setelah suster itu pergi, ia kembali mencoba mengajak Ren bicara. "Ren? Kenapa? Kenapa kau sangat ketakutan? Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan? Tidak apa-apa jika kau tidak mau mengatakannya, tapi kalau kau mau, kau bisa mengatakannya padaku. Aku akan mendengarkan apapun yang ingin kau katakan."

Tanpa Ohkura duga, manik kecoklatan Ren bergerak untuk melihat ke arahnya. "Gara-gara aku ..." suaranya gemetar. "Gara-gara aku Sho akan mati."

Ohkura menggeleng. "Tidak. Aku tidak bisa menjamin apapun, tapi ada juga kemungkinan Sho akan selamat. Kau tidak boleh berasumsi dia akan mati."

"Kepalanya mengeluarkan banyak darah!" Ren berteriak seraya mulai menangis. "Dia melindungiku! Dia akan mati gara-gara aku!"

Saat Ren akan bangkit, Ohkura secara spontan merengkuh tubuhnya kuat-kuat. "Semua bukan salahmu. Tidak ada yang salah. Semua ini memang harus terjadi," ia menenggelamkan kepala Ren di dadanya, membiarkan pakaiannya basah oleh air mata pemuda itu, membiarkan tubuhnya menjadi peredam teriakan pemuda itu.

Ohkura membiarkan Ren meluapkan segala emosinya sampai dokter beserta suster tadi datang. Suster itu kemudian menyuntikkan obat penenang. Saat Ren akhirnya tidak sadarkan diri, Ohkura mengangkat tubuhnya ke tempat tidur. Ia terus berada di sampingnya sampai orang tua Ren datang menjemput.

Begitu kembali ke ruang ICU, urusan administrasi dan semacamnya untuk memindahkan Sho ke rumah sakit di Tokyo tampaknya sudah selesai. Ibu Sho mengucapkan banyak terima kasih pada manager sebelum mengajak putra keduanya ikut masuk ke dalam mobil ambulans.

"Bagaimana kondisi Ren-kun?" begitu mobil ambulans melaju, manager langsung menolehkan kepalanya pada Ohkura.

"Sepertinya dia sangat shock dan menyalahkan dirinya atas kondisi Sho-kun. Orang tuanya akan segera membawanya pulang," jawab Ohkura.

"Sepertinya aku juga harus berbicara dengan orang tuanya. Kalian masuk saja duluan ke dalam mobil."

"Ou," angguk Shota dan Ohkura.

Di sepanjang perjalanan menuju hotel, Ohkura masih memikirkan kondisi Sho dan Ren. Ia harap mereka berdua akan baik-baik saja. Masa depan mereka masih panjang, masih banyak mimpi-mimpi yang harus mereka perjuangkan.

Ia sama sekali tidak pernah menduga bahwa hubungan mereka nanti akan berubah menjadi rumit.

***

Namae OshieteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang