Two

3.4K 483 69
                                    

Selamat malam dan selamat membaca.






"Oh, kau sudah bangun,"

Hyunjin mengerjab kan matanya, silau karena langsung terkena sinar lampu.

Ngomong ngomong ini sudah tengah malam dan pemuda itu baru membuka matanya.

Press

Jeno bangun dari duduknya, lantas menekan tombol untuk memanggil dokter. Matanya menatap lurus ke arah Hyunjin yang masih enggan melihat nya.

Cklek

"Ah tuan Hyunjin sudah bangun. Baiklah aku akan memeriksa keadaanmu."

Dokter laki laki itu tampak melakukan tugasnya dengan teliti, meski tangannya gemetar, karena Jeno sedari tadi memperhatikan nya.

"Semua sudah normal. Tapi kau tetap harus beristirahat, suster akan membawakan makanan dan obat. Kau harus langsung meminumnya setelah ini."

"Aku permisi dulu."

Dokter laki laki itu setelahnya kembali pergi. Meninggalkan Hyunjin dan Jeno berdua di ruangan itu.

"Untung kau tidak mati."

"Kau.. uhuk.."

Hyunjin terbatuk cukup kuat, mungkin karena tenggorokan nya kering, tidak minum selama beberapa hari. Jeno dengan cepat berdiri, meminum beberapa teguk air, kemudian menyimpan nya di dalam mulutnya. Tangan kirinya dengan kasar menarik dagu Hyunjin, memaksa pemuda itu membuka mulutnya, menelan seluruh air yang Jeno salurkan kepadanya.

Adegannya persis seperti adegan sang Daddy dengan papanya.

Setelah di rasa seluruh air sudah di telan oleh Hyunjin, Jeno menjauhkan bibirnya. Memperhatikan raut wajah pemuda di depannya ini. Pucat, karena beberapa detik tadi terpaksa menahan nafas, akibat dorongan kuat air dari Jeno.

"Kau lemah sekali. Hanya karena aku memberikan mu air lewat mulut, wajahmu langsung pucat."

"A-aku tidak bisa bernafas."

Jeno menyeringai, sangat bernafsu untuk mencium kembali bibir Hyunjin, tapi kedatangan suster beserta makanan membuat Jeno mengurungkan niatnya.

"Ini makanannya."

"Ya, terimakasih."

Jelas, yang mengatakan itu Hyunjin.

Jeno anti berterimakasih kepada seseorang,

Kecuali sang papa.

Hanya papa nya.

Mengalihkan pandangannya pada nampan besi di tangan Jeno, pemuda manis itu lantas berkedip pelan. Ahh, bubur, sungguh Hyunjin benci itu.

"Makan."

"Tidak, aku kenyang."

"Kau koma 2 hari, bodoh,"

Hyunjin memutar bola matanya malas, sebelum akhirnya membuka mulutnya dengan dengan enggan. Jeno mengancam akan menyuapinya lewat mulut, jika Hyunjin tidak mau makan.

Cih, memanipulasi sekali.

"Keadaaanm harus cepat stabil, agar kau bisa segera di operasi." ucap Jeno

Kening Hyunjin menyerengit bingung. Operasi? Oh, tunggu sebentar.

"Apa kau.."

"Ya, aku tau tentang tumor mu. Seperti nya tumor di otakmu, membuatmu bodoh. Bagaimana bisa kau membiarkan penyakit seperti itu bersarang di kepalamu?" sarkas Jeno

Hyunjin hanya diam, kembali menguyah bubur di mulutnya. Tidak ada rasa, benar benar hambar.

"Aku ingin mati." jawab Hyunjin singkat.

"Kau tidak punya hak untuk itu. Kematian mu urusan ku. Dan aku tidak memberimu ijin untuk mati sekarang." balas Jeno.

Hyunjin menatap intens Jeno. Membuat pemuda tampan itu balas menatapnya. Nampan besi pun sudah Jeno letakkan pada laci bagian atas, tangannya mencengkram pipi Hyunjin.

"Aku tidak suka di bantah. Jika aku mengatakan kau tidak boleh mati sekarang. Maka jangan berani melakukan hal bodoh."

"Siapa kau? Berani menyuruh ku?"

Tertawa kecil, Jeno lantas maju dan menggigit kuat bibir bawah Hyunjin. Pemuda itu hendak berontak tapi tubuhnya sakit, apalagi bagian bahunya jika dia bergerak.

"Aku pemilik hidupmu. Bukankah begitu?"

Masih dengan seringai andalannya. Jeno lantas bersiul kecil, mendapati bibir bawah Hyunjin yang berdarah, pemuda tampan itu kembali memajukan wajahnya, menjilat sensual bibir itu.

"Hahh, seperti nya aku mulai gila."

"Kau sudah gila."

Jeno hanya menghendikkan bahunya, kemudian mulai membuka obat.

"Kau harus minum obat dan kembali tidur. Bisa bisa aku memperkosa mu sekarang,"

"JANGAN MACAM MACAM, SIALAN!"

Hyunjin berteriak kencang, mengabaikan bahunya yang tertarik. Benar benar ngilu, bibirnya seketika berdesis, matanya tertutup.

Sialan, Jeno benar benar tau cara menyakiti dirinya tanpa menyentuh.

"Ahh, kesakitan? Wajar jika orang bodoh selalu kesakitan. Mereka tidak menggunakan otak mereka dengan baik."

"Buka mulut mu."

Hyunjin menatap bengis ke arah Jeno, sebelum akhirnya membuka mulutnya, menerima satu obat serta satu ciuman transferan air lagi dari Jeno.

"Jeno,"

Menoleh, pemuda yang tadi namanya di panggil itu sontak memberikan raut bertanya ke arah Hyunjin.

"Ibuku, apa dia tidak mencari ku?"

"Kau berharap aku menelpon nya dan berkata jika anaknya masuk rumah sakit karena di tembaki seorang pemuda yang menemanimu sekarang?"

Jawaban sarkas dari Jeno lantas membuat Hyunjin mendengus kesal. Ingin sekali dia pergi dari sini, hanya saja untuk bergerak ngilu luar biasa.

"Aku masih menunggu jawabanmu."

"Hah?"

Hyunjin menoleh dan memasang ekspresi, "memangnya kau pernah menyatakan cinta kepadaku?"

"Serahkan hidupmu padaku."

"Sudah ku bilang aku tidak-"

"Panti jompo, jalan Klanting nomer 76. Kau berinvestasi disitu benar?"

Hyunjin sontak membolakan matanya. Tidak- apapun intinya jangan tempat itu.

"Aku bisa menyingkirkan tempat itu dengan jentikan jari. Kau tau sendiri kuasa ku seperti apa, Hyunjin,"

"Kau!! Kau memanipulasi."

Jeno tertawa, kemudian mengelus perlahan rambut Hyunjin, sebelum menjambak nya cukup kuat.

"Aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Jadi menurut atau tempat itu akan aku singkiran kan."

"Arghhh... Ya, ya, kau menang."

Jambakan Jeno terlepas, kemudian bibirnya mendekati telinga Hyunjin, berbisik pelan disana.

"Well, welcome Hwang Hyunjin."











































Fyi. Wihhh welcome Hwang Hyunjin~~

150 vote+50 komen= next

18Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang