Selamat membaca yah♥️
"Jung Jeno, masuk kedalam dunia mafia pada umur 18 tahun? Hebat sekali- haha."
Jeno terdiam, memilih merokok sambil menatap intens perempuan di depannya ini.
Hwang Yeji, ibu dari Hwang Hyunjin.
"Bisakah kau mengembalikan anakku?" Jeno tertawa kecil, kemudian berjalan mendekat, mencondongkan wajahnya, Yeji sendiri terdiam, meski jarak keduanya hanya terpaut beberapa centi. "Tidak. Anakmu sudah menyerahkan hidupnya kepadaku."
Kini giliran Yeji yang tertawa, menepuk pelan pipi Jeno, kemudian melirik ke arah belakang, disana ada Hyunjin yang tengah membuang muka.
"Oh, benar begitu anakku? Kau menyerahkan hidupmu ke manusia ini?"
"Ya."
Wahh, jawaban yang sangat cepat sekali, tidak ada penolakan huh? Kembali tertawa, Yeji lantas berjalan ke arah Hyunjin, tangannya hampir menyentuh rambut sang anak, saat sebuah pistol berada tepat di kepala bagian belakangnya.
"Sentuh dia, jika kau ingin mati disini."
Seharusnya, Yeji yang takut, tapi malah Hyunjin yang menutup matanya, tidak berani menatap keberadaan dua orang di depannya itu. "Hei, aku hanya ingin menyapa anakku, kenapa kau bernafsu sekali membunuh'ku hum? Bagaimana jika nanti kau tidak ku restui." berdecak tak minat, Jeno lantas mendorong bahu Yeji kebelakang. "Aku tidak memerlukan restu mu, orang tua."
Baiklah, Yeji harus akui, pemuda itu sangat berani.
"Pertemukan aku dengan kedua orang tua mu."
"Kau ingin mati dengan model yang berbeda?"
Atmosfer keduanya berubah menjadi gelap, hingga suara Hyunjin memecah keheningan itu. "Kenapa mama kesini?" Yeji sontak menoleh, kemudian tersenyum lembut. "Kata pelayan kau tidak pulang hampir dua Minggu? Dan di sekolah kau juga di beri keterangan sakit. Yaa, kau tau jika ibumu ini seorang mafia, bisa saja seseorang menculik mu dan menjadikan kau tahanan lalu meminta uang sebagai tebusan." Yeji melirik kearah Jeno saat mengucap kata menculik, membuat pemuda itu mendengus.
"Ternyata oh ternyata- yang menculik mu seorang putra keluarga Jung? Wahhh, beruntung sekali kau anakku. Yakin ingin bersama pemuda di samping mu itu? Bagaimana jika nanti nasibmu sama seperti Mingyu?"
"Apa? Kenapa dengan tuan Mingyu?"
Yeji tersenyum miring, mengetahui sang anak mulai terbawa suasana.
"Oh, tidakkah kau tau? Jika sebelum sebaik sekarang, Jaehyun sering membuat Mingyu kesakitan? Bahkan membunuh kakak Mingyu sendiri. Mingyu menyerahkan hidupnya pada Jaehyun, maka dari itu Mingyu tidak bisa pergi, karena jika dia pergi dia akan mati. Apa kau kau kisah mu sama seperti Mingyu-"
"TUTUP MULUTMU, SIALAN!"
Badan Hyunjin tersentak mendengar teriakan Jeno. Mata sipit itu nampak mengeluarkan amarah.
Ya, Yeji berhasil menyulut emosi Jeno dengan mudah, wajar, karena Jeno mempunyai sifat seperti sang ayah. Mudah terbawa emosi.
"Jika Jeno bosan padamu, kau akan di buang, Hyunjin~~~~"
Hyunjin sontak menoleh ke arah Jeno, menatap bingung mata itu. "Kau akan membuang ku, Jeno?"
Yeji tertawa senang, kemudian melangkah keluar, sampai sesaat
Dorr
Sebuah peluru menyenggol lengan kiri atasnya. Darah jelas mengucur keluar, Hyunjin tampak menganga tak percaya.
"Masih berbaik hati aku tidak membunuhmu hari ini, nyonya Yeji."
Yeji hanya memberikan jari tengah pada Jeno, sebelum akhirnya keluar dari ruangan Hyunjin.
"Kau dengan mudah menembakkan pistol mu pada ibuku, apa kau akan melakukan hal yang sama kepadaku-"
"DIAM LAH, HYUNJIN. TUTUP MULUTMU."
Kembali tersentak, Hyunjin lantas memandang tak percaya ke arah Jeno, hatinya linu.
"Dengarkan aku-"
Srek
"A-arghhh.."
Pipi tirus itu di cengkram kuat oleh Jeno, membuat Hyunjin mau tak mau mendongak menatapnya. Mata yang biasanya dingin namun teduh itu berubah menjadi datar.
"Aku akan benar benar membunuh'mu jika kau bertanya hal tidak berguna lagi, jadi lebih baik kau tutup mulut sialan mu itu. Dan jangan mengucapkan apapun, mengerti?"
Air mata Hyunjin menetes. Ah kepalanya sangat sakit dan pusing. Nafasnya juga mulai memendek, tapi Jeno tampak tidak perduli dan memilih melepaskan cengkraman nya kasar, lalu duduk di sofa. Tampak lebih tertarik membuka handphone nya, dari pada mengurus Hyunjin yang susah bernafas.
"Jika kau mati hanya karena kesulitan bernafas, kau orang bodoh,"
Hyunjin total mengabaikan ucapan Jeno, memilih dengan sigap menekan tombol di atas kasurnya, hingga beberapa menit kemudian dokter dan suster datang menghampiri nya.
Saat ditanya, Hyunjin menjawab jika dia mengalami mimpi buruk, meski matanya sempat bertemu dengan Jeno yang masih menatapnya datar.
"Baiklah, kau bisa istirahat lagi setelah meminum obat ini. Jika ada apa apa, tekan saja tombol itu."
Hyunjin mengangguk, lantas mulai menyamankan diri di ranjang, pernafasan nya mulai membaik, meski masih susah, tapi sudah sedikit lebih baik dari tadi.
Meski matanya tertutup, Hyunjin masih bisa mendengar suara langkah Jeno yang mendekat, sedikit menahan nafas ketika bibir pemuda bajingan itu mengecup lehernya.
"Jangan membuat ku marah, Hyunjin. Perlu ku ingatkan lagi, kematian mu ada di tanganku."
Bahu Hyunjin bergetar setelahnya, lalu tangisannya pecah, saat pintu kamarnya di tutup, Jeno sudah pergi keluar.
"K-kau hanya takut aku mati di tanganmu atau orang lain. Kau bahkan tidak pernah takut aku akan melukai diriku sendiri- karena kau memanfaatkan kelemahan ku."
"Kau kelemahan ku, Jeno,"
Fyi. Definisi bangsat tetaplah bangsat. Ahaha makasih udah nunggu ff ini update.
100vote+50komen= next