Ten

2.9K 386 63
                                    

Hallo?

Hyunjin berhasil Jeno bawa pulang. Setelah perdebatan panjang dengan Yeji, wanita itu meminta macam macam, Jeno sempat ingin menggilas leher ibu dari Hyunjin itu.

Terlalu banyak bicara.

"Kalau aku mati. Kau bisa menjalani hidupmu?"

"Apa yang kau katakan?"

Hyunjin melirik sekilas, kemudian tersenyum canggung. "Ya kau memang berkata bahwa kau pemilik kematian ku. Tapi aku hanya berandai, jika ternyata nanti aku mati secara tiba tiba, apa hidupmu akan baik baik saja?"

"Ya." jawab Jeno cepat.

"OH- syukurlah, aku jadi tidak terlalu-"

"Bisa hentikan omong kosong mu itu?"

"Maaf."

Jeno menghela nafas. Lalu menatap ke arah Hyunjin yang termenung di atas kasurnya, sesekali melirik pada tangannya yang masih tersambung infus.

"Kau pemilik separuh hidupku, ingat?" Jeno dengan pelan menghampiri Hyunjin, mengelus lembut rambut pemuda itu. "Aku bulan orang yang baik, Hyunjin. Emosiku tidak stabil. Mendengar kan mu, berbicara tentang kematian, membuatku marah dan terusik."

"Maafkan aku."

"Jangan meminta maaf terus."

Hyunjin mendongak, mata cantik itu berkaca kaca. Entah kenapa Jeno merasa sedikit pedih di ulu hatinya. Pemuda tampan itu lantas menunduk, menyatukan keningnya dengan kening Hyunjin, lalu menggesek kecil hidung keduanya.

"Jangan menangis. Kau terlihat seperti bebek."

"Hei!"

Jeno terkekeh tampan, lantas mengecup lembut kening Hyunjin. Pemuda itu mendudukkan diri di samping tubuh Hyunjin. Membawa tubuh Hyunjin agar bersandar di dadanya, sambil bergumam pelan.

"Jika aku sudah mengatakan, bahwa kau adalah separuh hidupku. Berarti kau bebas melalukan apapun kepadaku, Hyunjin."

"Termasuk melarang mu berbuat kasar padaku?"

Jeno mendengus, lalu menggigit kecil telinga Hyunjin. "Iya, sayang," pipi Hyunjin memerah padam. "Jangan memanggilku sayang! Itu memalukan!"

"Memalukan atau kau yang malu?"

Hyunjin yang kesal lalu membenamkan wajahnya pada dada Jeno.

"Jangan meninggalkan ku. Jangan berusaha mengontrol hidupku. Meski aku sudah menyerahkan hidupku padamu. Tolong berikan aku sedikit ruang."

"0.2 persen itu ruang mu, 98 persen itu ruang ku. Bagaimana?"

"Jung Jeno!!!"

Jeno sontak kembali tertawa. Mendapati wajah Hyunjin yang sudah merah sekali. Mungkin pemuda manis itu sebal dengan dirinya, atau malah marah. Entahlah.

"Aku akan berusaha menuruti semua keinginan mu."

Hyunjin menelan ludahnya sendiri, sejujurnya dia sudah menahan untuk menanyakan suatu hal.

"Ke-kenapa kau bersikap seperti ini? Dulu kau bahkan tidak perduli dengan diriku."

Jeno mengalihkan pandangannya, lalu mengusap lembut bahu Hyunjin. Berbisik pelan di telinga pemuda cantik itu.

"Daddy berkata kepadaku, jika menyiayiakan seseorang, yang sebenarnya berdampak kuat pada diri kita, itu ibarat, berjalan mandiri mendekati lautan."

"Maksudnya?"

"Kau akan tenggelam, tidak mampu untuk bergerak ke atas, sebatas melambaikan tangan."

Hyunjin termangu, lalu tertawa pelak, Jeno memutar bola matanya malas. "Astaga, kau puitilis sekali Jenooo, apa Daddy mu juga seperti itu?"

"Mungkin? Pada papa."

Hyunjin terkikik geli, kemudian menangkup wajah Jeno, memandang rupa anak tunggal keluarga Jung itu.

"Aku tidak akan pernah meninggalkan mu."

Jeno tersenyum tipis, lalu merengkuh tubuh ringkih itu. Hanya saja, senyuman itu berubah menjadi seringai kecil, tanpa di ketahui oleh Hyunjin.

"Buat objek ketergantungan kepadamu. Dengan begitu, objek tidak akan pernah meninggalkan mu."






























































Fyi. Halo semuanya♥️ kina lama juga gak update ff ini. Belakangan ini sibuk banget:( seketika ingin menggaplok kepala orang. Hadeh.

Mohon di wajar kan kalau kina jarang update yah, udah kelas 12, lagi sibuk sibuk nya.

Tetep jaga kesehatan ♥️

18Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang