6

307 76 11
                                    

Dengan raut wajah ketakutan, orang-orang mulai mengeluarkan ponselnya. Ada yang tangannya juga gemetar. Yeri melihat itu dengan iba. Ia ingin menenangkan orang-orang tetapi ia tak bisa sembarangan bicara atau mereka semua akan berada dalam bahaya. Gerak-gerik yang mencurigakan juga akan membuat mereka menjadi brutal. Satu per satu sudah mulai memasukkan ponsel mereka ke dalam kantung plastik. Giliran Yeri.

Yeri memasukkan dua ponselnya ke dalam kecuali ponsel model lama yang memang sengaja ia tinggal di toilet. "Pravda li, chto my budem tranzitom cherez singapur?" Tanya Yeri pada pria yang mengambil ponselnya. [Apa benar kita akan transit di singapura?]

Pria itu mengangguk.

Yeri mengangguk paham. Akan semakin lama. Yeri melirik salah seorang pramugari yang duduk tak jauh darinya.

"Mbak," Yeri berbisik.

Pramugari yang dimaksud menoleh.

Yeri tersenyum. "Di belakang ada telepon atau alat yang bisa digunakan untuk komunikasi sama kapten?"

Pramugari itu mengangguk. "Satu."

Yeri mengangguk paham. Ia lalu berdiri. "Ya khochu poyti v tualet." [Aku mau ke toilet]

Para pembajak itu mengangguk. Yeri berjalan menuju toilet di pesawat itu. Ia menoleh, dirinya sedang tak diawasi. Kesempatan. Yeri membuka pintu toilet perlahan lalu mengambil ponselnya yang ia tinggalkan di sana. Setelahnya Yeri menutup pintu toilet dengan keras seolah-olah ia berada di dalamnya. Saat pintu yang dibiarkan terbuka itu menutup, saat itu juga Yeri menyelinap ke tempat staff di bagian belakang. Di sana tak ada yang menjaga dan ada sebuah telepon.

"Semoga berhasil," Yeri menekan angka satu.

Suara awalnya terdengar nada sambung. Hingga klik. Tak ada suara tapi Yeri mengerti jika kapten telah menerima panggilan tersebut.

"Halo Kapten, saya salah satu penumpang di pesawat ini. Apa di sana ada orang yang mengawasi?"

Tak ada jawaban.

Yeri menggelengkan kepala. "Berdehem satu kali untuk iya dan dua kali untuk tidak."

Yeri menunggu jawaban. Ia berharap si kapten mau bersuara.

'ehem'

Sudah bisa Yeri duga. Pasti di sana ada yang mengawasi. Maka dari itu sang pilot tak berani membuka suara.

"Kapten, harap tenang. Ikuti mau mereka. Oh ya, saya salah seorang staff di kantor BIN," terpaksa Yeri membuka identitas agar si pilot percaya padanya. Toh, pilot itu juga tak melihat wajahnya. "Semua kondisi penumpang dan staff aman. Untuk saat ini. Jadi kita tak boleh gegabah. Kita akan mendarat di Singapura kan? Apa sudah mengirim sinyal darurat? Berdehem satu kali untuk belum dan dua kali untuk sudah."

'ehem'

Yeri sengaja mengubah aturan berdehem untuk jawaban yang paling memungkinan. Jika terus menerus atau terlalu sering bisa mencurigakan.

"Kalau begitu, ijinkan saya menggunakan mencoba untuk menghubungi kantor BIN dan meminta bantuan. Saya akan menggunakan wifi di pesawat ini. Boleh? Satu kali untuk ya, dua kali untuk tidak."

'ehem'

"Baiklah. Terimakasih Kapten. Hati-hati dan jangan khawatir. Ikuti kata mereka kita semua aman. Saya akan hubungi kantor dan meminta bantuan. Saya akan bantu mengendalikan keadaan di belakang."

Satu hal yang pasti. Dalam situasi yang genting, kepercayaan sangat dibutuhkan. Segala kemungkinan sepatutnya diambil agar bisa terbebas dari situasi seperti ini.

Our Love Maze √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang