Sechs

6 5 1
                                    

Daniel kesedihan sepanjang harinya karena ia harus tinggal sendirian dan Mamanya yang telah tiada membuat Daniel terpaksa harus hidup mandiri.

Di kamar Mama Daniel, Daniel terus mengenang kenangan indah bersama Mamanya dengan ditemani air mata yang tak hentinya mengaliri pipi Daniel. Daniel berjalan jalan menyusuri bingkai foto Mama Daniel yang terpampang di dinding. Setiap foto Mamanya seakan berkata pada Daniel untuk jangan tenggelam dalam kesedihan, terus semangat, dan jangan menyerah.

Setelah Daniel memandangi setiap bingkai foto, ia melanjutkan membuka album foto keluarganya yang mulai usang. lembar demi lembar ia telusuri, Daniel pun terpaku pada salah satu foto yang membuat air matanya terhenti.

"Lemari..? ini.. waktu di rumahku yang di jakarta.. aku kayaknya ingat sesuatu.. tapi apa yaaa?" Kemudian Daniel teringat sesuatu dan mengodok sakunya.

"Kunci?.. ahh iyaaa aku ingat! Mama menitipkan kunci ini dan bilang ambil laci.. ehh bukan. Ini kunci laci di rumah yang dulu..? aaarrrghh lupaa" Daniel berusaha mengingat ucapan mendiang Mamanya.

"Waktu itu aku sibuk mengkhawatirkan keadaan Mama sampai ngga terlalu memperhatikan ucapan Mama..gimana ini?" Daniel berkata kata sendiri dengan penuh penyesalan.

"Datang aja duluu ke rumah yang lama. Itu kunci laci atau lemari mah masalah belakangan"

"Tapi.. sekolahku..?"

"Bodo amat lahh. Bilang aja masih berdukacita atas kepulangan Mama"

"Oke, aku pergi sekarang. Eh, tapi.. apa perlu aku kabari Diva?"

"Oh iya, Diva gimana? dia pasti ngga bermaksud bilang kayak gitu. Aku sama Diva kan udah lebih dari 3 tahun sahabatan. Dia pasti ngga ada maksud sama sekali dengan ucapannya waktu itu"

"Hmm.. benar juga. Tapi, ngga usah kabari Diva deh, ntar kalau dia mau ikut kan berabe urusannya"

"Oke dehh aku akan ke Jakarta sekarang"
Daniel berargumentasi dengan pikirannya sendiri dan telah memutuskan untuk pergi ke rumahnya yang dulu.

                           * * * * * * *

"tuuuttt.. tuuuttt.. tuuuttt" nada sambung telepon berbunyi di rumah Tante Tiffany.

"Halo, selamat siang, Bu. Betul ini wali kelas 10 SMA Pelita Harapan"

"Selamat siang. Ya, benar saya sendiri"

"Saya mau memberitahu secara langsung karena saya belum bisa mengirimkan surat ke sekolah Diva. Saya ingin memberi tahu bahwa Diva belum bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah dikarenakan sakit dan belum dapat dipastikan kapan Diva dapat belajar di sekolah kembali karena dokternya sendiri yang menyatakan demikian, Bu"

"Oh begitu, kalau boleh tau Diva sakit apa, Bu?"

"Maaf, Bu. Untuk saat ini saya belum bisa beritahu Diva sakit apa"

"Oh tidak apa apa. Kalau begitu semoga Diva lekas sembuh ya, Bu"

"Ya, terimakasih"
telepon pun ditutup

"Makasih, Tante. Maaf saya jadi suruh Tante untuk menutupi hal ini" ucap Diva

"Iya, Diva tidak apa apa. Hanya ini yang bisa Tante lakukan sebagai permintaan maaf Tante"

"Sebelum Tante minta maaf pun Diva udah maafin Tante kok, malah menurut Diva ini terlalu berlebihan, Tante. Terimakasih banyak ya Tante" Ujar Diva.

"Ah gapapa kok Diva. Makasih ya udah maafin Tante. Pokoknya kamu harus pulih dulu baru boleh pulang, ya"

"Baiklah, Tante" sebenarnya Diva tidak ingin tinggal di rumah Tante Tiffany karena Diva merasa tidak enak sudah banyak merepotkan. Namun, ada dua hal yang membuat Diva belum mau kembali. Yang pertama, jika Diva kembali ia akan bertemu Daniel dan Diva takut ia membuat Daniel marah lagi padanya dan yang kedua, Diva tinggal sendirian di rumahnya.

"Hmm.. Diva, tante mau keluar dulu yaa, cari guru buat kamu home shcooling nanti"

"Ya, Tante"

"Cassy?" panggil tante Tiffany dari kamar Diva.

"Iya Ma?" sahut Cassy sambil berjalan menuju kamar Diva

"Ada apa Ma?" katanya lagi setelah sampai di pintu kamar Diva

"Mama mau cari guru buat Diva, kamu tolong temani Diva ya.. jangan sampai Diva lupa minum obat ya sayang. Daahh Mama pergi dulu" pamit Tante Tiffany sambil mengusap rambut Cassy lalu berjalan meninggalkan kamar Diva.

Cassy sangat menyayangi ibunya sehingga ia rela menjadi 'pengasuh Diva' untuk sementara.

"Kamu.. sekolah dimana?" Diva memulai pembicaraan dalam suasana canggung tersebut.

"Eh? emm.. ak-aku.. sekolah di SMA Garuda Nusantara" jawab Cassy dengan canggung.

'Tidak-tidak.. aku tidak kaget.. sekolah khusus orang super kaya.. ehh maksudnya sekolah Garuda Nusantara.. yaa.. itu cocok untuk kaum seperti mereka' ucap Diva dalam hati.

"Ohh gitu.. kelas?" tanyanya lagi. Barangkali Diva menggali informasi Cassy untuk Daniel.

"Aku kelas 10. Kalau kamu?"

"Sama"

Diva dan Cassy terus mengobrol untuk saling mengenal lebih jauh.
 
                                * * * * * * *

(Bersambung 👉👉👉🤟)

RedisveloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang