Wajah ceria yang terukir dari wajah Cassy tidak seperti biasanya, kini keceriaannya mampu membuat burung-burung yang berkicauan di pohon minder karena terkalahkan. Diva yang dalam persiapan pun tak mau kalah dengan Cassy. Diva tentunya lebih ceria, karena ternyata rencananya berada dalam garis yang tepat.
“Bu, aku sama Diva mau jalan-jalan dulu ya” suara semangat Cassy terdengar sampai kamar Diva. Sementara Diva masih berbalas pesan dengan Daniel agar rencananya benar-benar terealisasi.
“Udah hubungi pak Tono? Kalian perginya diantar pak Tono aja
“tok tok tok”
“Yaa, i’m ready” sahut Diva sambil mengakhiri chat-nya dengan Daniel.
Setelan overoll celana pendek dengan baju lengan mengembang didalamnya melekat cantik ditubuh Cassy ditambah rambut terurai yang dihiasi bando pink membuat tampilan Cassy semakin imut. Begitu juga Diva yang ‘dipaksa’ tampil beda oleh Cassy tampil sangat feminim. Rambut terurai dengan curly gantung, baju pink tanpa lengan dan rok sedikit di atas lutut membuat siapapun tidak tahu bahwa Diva adalah cewek super tomboi yang dalam penyamaran, tidak dalam paksaan.
Keduanya memandangi pemandangan di luar mobil yang mereka kendarai dengan mata yang berbinar-binar seperti tokoh kartun Rapunzel yang baru melihat dunia luar. Sesampainya di tempat tujuan mereka, mereka segera menyusuri tiap jajarannya dan jika mereka tertarik, tak ada alasan untuk tidak mencobanya.
Sejam berlalu, perut kedua gadis ini berteriak bersamaan dan memutuskan untuk makan. Sambil berjalan menuju food court, Diva mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirimi Daniel pesan. Kurang dari satu menit, Diva langsung memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas kecilnya untuk menghindari kecurigaan Cassy.
Dikeramaian lantai teratas ini, sesekali Diva melihat kejanggalan terhadap beberapa tatapan orang, tepatnya anak laki-laki seumuran. Sesaat setelah tatapan tersebut, Cassy ikut melihat Diva. Ciee, kayaknya dia naksir sama kamu. Begitu terjemahan dari pandangan Cassy yang terlontar. Diva mengabaikannya dengan langsung duduk di sekelompok kursi kosong yang mengelilingi meja bundar. Tidak jauh dari lift, mudah dijangkau pandangan, Diva sudah mempertimbangkannya.
Sambil menunggu pengisi perut datang, keduanya sibuk memainkan ponselnya. Cassy selfie dan Diva terus menghubungi Daniel. ‘katanya udah nyampe’ gerutu Diva dalam hatinya. Ia mulai lelah menunggu kedua hal ini, makanan dan Daniel. Diva menyandarkan kepalanya pada lipatan tangannya diatas meja dengan wajah yang menghadap ke arah lift, masih berharap.
“kamu bener-bener udah lap..” ucapan Cassy terpotong oleh mata Diva yang tiba-tiba terbelalak yang langsung menegakkan tubuhnya.
“Daniel!” semangat Diva membuatnya bukan hanya yang bernama Daniel yang menoleh, kini hampir semua orang disekitarnya menoleh Diva.
“O-ouu. Kita jadi pusat perhatian” bisik Cassy. Menyadari hal ini, Diva lantas sedikit membungkukkan tubuhnya sambil menyengir meminta maaf pada orang-orang disekitarnya yang selain Daniel. Daniel pun mulai mendekat ke arah Diva.
“Wow kesambet apa lu jadi pake pink-pink kayak gini? Hahahah apaan nih? Lu pake rok juga ternyata” salam pertama kalinya Daniel setelah sekian bulan tidak bertemu Diva.
“Iya nih, aku dipaksa jadi cewek” ucap Diva yang menyadari bahwa Daniel belum melihat siapa teman Diva saat ini karena penampilan Diva yang benar-benar interest.
“Hah? Dipaksa? Sama siapa?” tanyanya heran. Diva menjawabnya dengan gerakan matanya yang mengarah ke belakang Daniel. Daniel menoleh ke belakang. Cassy memasang wajah bingung sambil melambaikan tangannya ramah. Daniel mengembalikan posisi kepalanya. Wajahnya mulai melukiskan lukisan terabstrak yang membuat Diva berkata dalam hatinya ‘mission success’. Lukisan abstrak tersebut meliputi kaget, tak percaya, senang, heran, dan kesal. Kenapa lu gak bilang dari awal biar gue dandan cakep? Mungkin itu pesan yang terkandung dalam lukisan tersebut.
“Yak. Maaf banget ya hari ini kita kedatangan tamu tak diundang. Hahah kayak cecunguk aja” usil Diva sambil kembali duduk dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Sementara Daniel masih berdiri dan mempertahankan posisi wajahnya tidak melihat Cassy.
“Cass, dia boleh makan bareng kita nggak? Dia pasti nraktir kita kok hari ini. Lumayan kan uang makan kita bisa buat nambah-nambahin shopping ntar”
“E-eh? I-iya boleh” Cassy benar-benar kebingungan. Mungkin karena pertanyaannya mengapa tiba-tiba ada orang tak dikenal terus berdiri di samping meja makannya.
“Wah Cassy Olivera baik amaat. Padahal tadi jawabnya nggaK boleh aja” ucap Diva dengan sengaja memperjelasnya pada Daniel yang mungkin masih tak percaya dengan apa yang di hadapannya kini.
“Duduk hehh, ntar kamu disangka pelayan yang nunggu pesenan aku sama cassy lho” Daniel menuruti Diva dengan gerakan agak kaku.
“Oh yaa Cassy, kenalin ini kuda. Ehh kuda.. emm siapa sih nama aslinya? Lupa nih.” Ketika Daniel telah mempersiapkan mulutnya untuk menjawab, Diva langsung memotongnya.
“Oh yaa Daniel! Baru kali ini aku nyebut namamu lagi hehe” cassy tertawa geli melihat tingkah Diva yang baru ia lihat, ia tak pernah menyangka sifat Diva yang seperti ini.
“Mba, ini pesanannya” pelayan datang dengan makanan dan minuman yang dibawanya.
“Mas, pesen lagi ya untuk dia, samain aja” ucap Diva sambil menginjak kaki Daniel sebagai sinyal ‘bayar’.
Sambil menunggu pesanan, sementara Cassy dan Daniel berbincang-bincang dan saling mengenal, Diva berpura-pura ijin ke toilet.
“Aku ijin ke toilet dulu ya. Cassy gak usah takut sama si kuda, dia gaakan berani macem-macem kok. Dan lu kuda, kalo pesenannya dateng, kamu yang bayar ya”
Diva pun menyusuri toko kue ulang tahun dan membeli satu tart berukuran sedang bertuliskan HBD DANIEL. Tanpa basa-basi Diva kembali dari arah belakang Daniel secara diam-diam. Cassy yang melihat hal tersebut langsung berdiri ketika Diva sudah berada tepat dibelakang Daniel. 1, 2, 3 Diva mengisyaratkan agar menyanyikannya bersama dengan hitungan jari.
“Happy birthday to you.. happy birthday to you.. happy birthday happy birthday.. happy birthday to youu..” Cassy dan Diva menyanyikannya dengan nada yang sama dan menghasilkan suara yang indah. Mata Daniel berkaca-kaca dan tak bisa berkata apapun selain ucapan terimakasih pada kedua gadis berpengaruh dalam hidupnya. Diva, sahabat usil sejak SMP dan Cassy, gadis impian selama bertahun-tahun.
“Wah air mata kuda nggak beda jauh sama air mata manusia ya, Cass” lagi-lagi ucapan menyebalkan Diva yang tak kenal waktu dan tempat itu terlontar sambil memperhatikan mata Daniel dengan jarak yang cukup dekat. Secara diam-diam jari Daniel mencolek krim tartnya.
“Iya, ngga kayak air mata berang-berang yang warnanya putih kayak gini” balasnya sambil menempelkan krim tersebut pada pipi Diva. Diva mengangakan mulutnya dengan ekspresi kaget dan tak terima.
Diva sengaja mempertemukan Cassy pada Daniel sebagai ‘hadiah ulang tahunnya’. Diva sebetulnya masih setengah hati untuk melancarkan hal ini, namun saat itu yang memenuhi pikirannya hanyalah bagaimana membuat Daniel senang? Apa hal yang baik sebagai tanda permintaan maaf karena kejadian beberapa bulan lalu?
Mereka bertiga pun semakin akrab, terlihat dari grup chat yang sengaja Diva buat. Lagi-lagi hanya untuk Daniel.* * * * *
“ting tong ting tong” kini menekan bel rumah Cassy menjadi kesukaan Daniel. Sambil menunggu seseorang membukakan pintu untuk Daniel, ia sempatkan untuk merapikan setelan sweater abu dengan lengan yang diekspos sampai sikunya, celana panjang hitam membentuk sempurna pada kaki panjangnya. Ia melirik jam tangan yang melingkar pada tangan kirinya lalu menekan bel lagi.
“hhhh..hhh.. haloo Daniel hhh..hhh ayo masuk” sapa hangat Tiffany dengan nafas yang terengah-engah.
“Tante kenapa ngos-ngosan? Tante abis lari-lari untuk bukain pintu buat aku ya?” tanya Daniel iseng.
“hahaha iya nih. Udah, gapapa kok. Lain kali kalau kamu kesini lagi, gausah tekan-tekan bel lagi. Masuk aja langung, anggap rumah sendiri” ucap Tiffany sambil berjalan menuju ruang tamu, tempat Diva, Cassy, dan Ayah Cassy kumpul.
‘dengan senang hati’ ucap Daniel dalam hatinya.
Koper hitam telah dimasukkan ke bagasi mobil Daniel. Pemeriksaan kamar Diva telah dilakukan lebih dari tiga kali untuk memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Ayah Cassy, Tante Tifanny, Cassy, Diva, dan Daniel sudah berdiri di depan pintu luar untuk Diva berpamitan pulang.
Cassy dengan wajah cemberutnya dan mata yang berkaca-kaca berdiri di samping Diva.
“Tante, Om, makasih banyaak ya udah mau ngurus Diva yang nyusahin ini. Diva juga seneng bisa temenan sama Cassy, Diva serasa punya saudara perempuan” ucap Diva dengan sopan. Cassy mulai meneteskan air matanya. Daniel tidak tinggal diam, ia diam-diam mengambil tisu dan memberikannya pada Cassy.
“Gausah nangisin di dipa, Cass. Dia itu nyebelin tau aslinya” bisik Daniel pelan pada Cassy, Cassy tertawa mendengarnya dan mereka saling bercanda.
“engga kok Div. Sebenernya..” Ayah Cassy tak melanjutkannya lalu memandang istrinya dengan tatapan penuh isyarat.
Silahkan. Mata Tiffany menjawab. Diva bingung dan suasana menjadi hening sejenak membuat Daniel dan Cassy berhenti bercanda dan ikut penasaran apa yang terjadi
“Sebenernya apa Om?”
“sebenernya Ayah mu tahu kamu di sini, dan biaya home schooling juga dari Ayah kamu, Div. Tadinya saya udah bilang gausah, ini udah tanggung jawab saya, eh Aryo malah terus transfer uangnya” jelas Ayah Cassy.
“Wah kayaknya Ayah kenal dekat sama Ayah Diva. Sampai sebut nama kayak gitu” celetuk Cassy.
“Iya, Ayah Diva ternyata rekan bisnis Ayah”
“saya belum kasih tau kamu karena masih bingung aja, soalnya dinama kamu ngga ada nama ‘Abigail’-nya. Kan perusahaan keluarga kamu namanya Abigail Group” lanjutnya. Daniel tercengang mendengar pernyataan yang asing tersebut. Yang Daniel tahu tentang Diva adalah ia gadis yang sederhana, tomboi, dan tidak manja seperti putri keluarga terhormat lainnya.
“Oh masalah nama ya Om. Nama yang di seragam saya sebenarnya agak typo Om, waktu itu mau dibenerin takut telat ke sekolah. Jadi sampe sekarang aku gak benerin lagi” jawab Diva sambil cengengesan.
“Jadi nama asli kamu bukan Diva Hillarya ya?” tanya Ibu Cassy.
“Waktu ditanya nama sama tukang jahitnya, aku bilang Diva Hillary A, tapi tukang jahitnya malah nyatuin nama belakang aku” jawab Diva.
“Jadi, Diva Hillary Abigail yang sebenernya ya? Hmm bagus juga” ucap Daniel.
“Waduh! Kita melupakan Pak supir. Sudah bosan menunggu ya, Daniel?” canda Ayah Cassy.
Setelah ijin dengan waktu yang tidak singkat tersebut, akhirnya Daniel mengantar Diva pulang ke rumah lamanya. Sepanjang perjalanan, Diva merasa sangat bahagia bersama Daniel. Ditemani rintik hujan yang agak mengaburkan pandangan karena membasahi kaca mobil.
“Cause sooner or later we’ll wonder why we gave up the truth is everyone know. Almost.. almost is never enough, so close to being in love, if i would have know that you wanted me, the way i wanted you..” music dinyalakan dari radio mobil Daniel. Diva begitu menyukai lagu ini sehingga ia menutup matanya untuk mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh Ariana Grande ini sampai ia tertidur pulas.
“Kayak abis bangun rumah aja lu, cengek. Pake ketiduran segala” ucapnya dengan menyunggingkan senyum kecil.
“if i’ll could change the world overnight, there be no such things as goodbye..” lanjut Daniel dengan suara nyaring.* * * * * * *
(Bersambung 👉👉👉🤟)
KAMU SEDANG MEMBACA
Redisvelo
RomanceSekolah Diva kedatangan murid baru dari sekolah elite, Daniel namanya. Daniel memiliki kemampuan membaca pikiran seseorang melalui mata. Diva tak percaya dengan kemampuan cowok yang menjadi sahabatnya ini karena Daniel tidak mengetahui bahwa Diva me...