Di pagi hari yang cerah dan dipenuhi oleh kegembiraan Daniel, kesibukan melanda rumah itu. Daniel senang karena akhirnya Papa Daniel menyetujui usul Daniel untuk pindah ke Bandung dan bersekolah disana. Bi Ening kembali ke kampungnya dengan mendapat 'bonus' yang jumlahnya tidak sedikit, bisa jadi ini adalah alasan utamanya.
"Terimakasih banyak, Lian. Daniel sekarang udah pinter, gak kayak dulu lagi"
"Ya. Tidak masalah, Sam. Daniel memang anak yang pintar dan manis. Yang paling penting, dia mengingatkanku pada keponakanku, Ling.."
"Lu juga, terima kasih banyak, Glenn. Lu udah bikin tubuh anak gue jadi kayak cowok beneran." potong Sam.
"Apaan sih pahh"
Sam dan Daniel berterimakasih sekaligus berpamitan pada Lian dan Glenn. Awal semester, Sam setuju pada ide Daniel tentang rencana pindahan mereka ke Bandung.
Entah sejak kapan menyetir mobil menjadi salah satu hobi Daniel. Ia begitu gembira sepanjang perjalanannya.
'Syukurlah aku tidak salah menyusun planning. Aku seperti sesang menerima raport. Aku yakin nilaiku adalah A, sempurna' batin Sam.
* * * * *
Bosan. Diva merasa hal itu menguasai dirinya. Namun, ia tak mau kalah. Diva berusaha melawannya. Usaha pertama, jalan jalan di kamarnya. 1 menit, 2 menit.
"ini tidak membantu"
"Riiiinggg" bunyi telepon terdengar sampai kamar Diva.
"Biar aja deh. Bukan dari orang yang aku kenal in..i kok.."
"Iya juga ya! Handphone ku dimana? kok bisa bisanya aku lupa. Tas sekolahku? ah aku ngga ingat, kan karena alat tulis ku baru semuanya." ucap Diva pada dirinya sendiri.
Lalu Diva mencari cari tas sekolahnya dan menemukannya di bawah tempat tidurnya. Dengan tingkat antusias yang tinggi, ia menggeledah tas sekolahnya yang sudah beberapa bulan tidak tersentuh tangan manusia.
"Wah roti keju dan susu tawarku masih ada rupanya. Iihhh sudah kadaluarsa" Diva pun segera membuangnya ke tempat sampah dan melanjutkan penggeledahnya.
"Handphone kuu.. kok mati? jangan jangan rusak? ahh tidak.." Diva pun segera mencari charger dan segera menyambungnya ke stopkontak terdekatnya. Dengan tidak sabarnya Diva segera menekan tombol lock pada handphonenya dengan lama sehingga telepon genggamnya mengeluarkan cahaya dengan merek tertera. Diva menghela nafas bersyukur karena handphonenya tidak rusak.
Ketika handphone-nya menyala, ia langsung mengotak-atik kontak teleponnya. Diva pun menemukan nama yang membuatnya terkejut dan segera memanggilnya.
'Parah parah.. sahabat macam apa aku ini. Bisa bisa nya aku lupa.. engga~engga.. ini pasti efek pala gue kena nih waktu ketabrak tante tiffany makanya gue ngga inget si ncel' pikir Diva sambil menunggu nada sambung berubah menjadi suara sahabatnya ada handphonenya.
"DIVAAA.. kamu kemana aja? handphone kamu mati, ngga sekolah satu semester, di rumah juga ngga ada, kamu ilang kemana sih? kayak ditelan bumi aja ngga ada jejak, ngga ada kabar!!" omel Michelle langsung tanpa ucap salam.
"Ih gila aku belum ngomong apa apa, kamu udah nyerocos kayak petasan aja" jawab Diva.
"Divaaa..." suara Michelle terdengar bergetar.
"Ncel? kenapa ncel?" Diva mulai khawatir.
"MASIH NANYA LAGI!! kenapa kata mu?? kamu hilang tiba tiba, sahabat mana yang ngga khawatir coba?! huhuuu" Michelle terdengar menangis.
"Uuutayang.. cup cup cup. Kangen cama aku ya? aku engga kenapa kenapa kok.. ncel jangan nangis agi yaa" ledek Diva yang sama sama merasakan kerinduan pada sahabatnya.
'Aku ga boleh kasih tau ncel kalau aku lagi dirumah Cassy. Aku takut nanti Daniel baca pikiran Michelle, aku gak mau rencanaku gagal. Aku ga sabar liat ekspresi senengnya Daniel..' Diva melamun sejenak.
"Kamu pergi kemana sih sama si Daniel? berduaan ga jelas gitu awas aja loh kalau macem macem jangan harap aku mau jadi sahabatmu lagi" ancam Michelle.
"Apa?! Daniel? pergi sama Daniel? jadi Daniel ngga ada disana?" tanya Diva kaget.
"Gaada disini gimana? apa maksudnya? jadi Daniel ngga pergi sama kamu?" tanya Michelle lagi.
"Engga kok. Aku ngga sama Daniel. Terus Daniel kemana dong?" Diva mulai panik.
"Apa mungkin karena Daniel depresi ditinggal sama Mamanya?" gumam Michelle pelan.
"Maksud kamu??!" teriak Diva dengan reflek.
"Oh iya kamu belun tau ya Div... Ada kabar duka Div, mamanya Daniel meninggal.." ucap Michelle ragu. Tak ada jawaban dari handphone Michelle.
"Ta..tan..tante Fero..?"
Diva terkejut tak bisa berkata apapun. Matanya terpaku pada dinding kamarnya. Handphonenya jatuh terlepas pada kabel charger nya, menyebabkan handphone Diva mati karena baterai yang belum terisi. Diva mulai meneteskan air matanya. Tangan kanan yang di dekat telinganya pindah ke depan wajahnya untuk menutup mulutnya yang sedikit menganga karena tak bisa berkata kata lagi.
* * * * *
"Belok ke kanan, ntar kira kira 200 meter lagi belok ke kiri, terus ada gerbang tinggi yang didepannya ada gapura tulisannya komplek Anggrek, masuk kesana. Terus lu cari sendiri Blok M nomor 1, disitu rumah kita yang baru" Sam mengarahkan.
"Siap Pah" Daniel masih dalam keadaan ceria.
"Ohiya pah, berarti ntar aku jauh dong ke sekolahnya. Papa antar jemput aku ya? ya? ya?" rayu Daniel.
"Apaan.. antar jemput kayak anak TK aja lu. Lagian Gua sibuk kerja. Lu bawa aja tuh mobil ke sekolah. Gitu aja susah amat mikirnya." tungkas Sam.
"Kalau ngga dibolehin bawa mobil gimana Pah?" tanya Daniel sambil menghentikan mobilnya di depan gerbang yang menjulang tinggi dengan rumah mewah dibalik pagarnya yang tak kalah menjulang tinggi.
"Pah ini ga salah rumah? gede banget pah. Kita kan cuma tinggal berdua" Daniel terkagum menatap rumah barunya.
"Kalau ngga dibolehin, pertama lu bayar satpam atau guru atau apapun itu, pasti gabisa ngelak dah kalo pake uang. Kedua, kalo lu gamau bawa mobil, lu beli motor aja. Ketiga, emang lu sekolah di kampung? masa gaboleh bawa mobil? pindah sekolah aja ke yang elit" jawabnya mudah sambil menekan remote yang ia keluarkan dari jaketnya. Gerbang pun terbuka lalu Daniel memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya.
"Gak! aku gamau pindah sekolah" jawab Daniel terburu buru. Sam melihat Daniel dengan pandangan heran lalu keluar dari mobilnya, Daniel mengikuti.
"Bawa cewek lu ikut pindah juga" jawabnya mudah lagi.
"Hah? bukan kok pah. Ya aku nyaman aja di sekolah itu. Banyak sahabat aku yang seru disana" tungkas Daniel.
"Gua sengaja milih rumah gede bukan buat poya-poya. Nil, nanti kalo lu udah nikah, lu sama istri lu dan cucu cucu gua tinggal disini ya. Gua gamau sendirian kalo udah tua nanti. I'm so please, my son." ucap Sam sambil menatap Daniel dengan penuh harapan.
Daniel terdiam melihat Papanya yang terlihat begitu memohon. Sam meninggalkan Daniel dengan memasuki rumahnya duluan. Daniel yang tersadar segera mengusul Sam dan mendapati Sam yang sedang duduk di meja makan sambil memainkan ponselnya.
"Aku engga bakal ninggalin Papa" ucap Daniel sambil berjalan melewati belakang Papanya. Sam tersenyum mendengar pernyataan Daniel. Meski tak bertatap wajah langsung, tapi Daniel dan Sam sebagai anak dan Ayah sudah saling percaya.
"Ting tong ting tong" bel berbunyi. Daniel segera mengampiri si penekan bel.
"Iya, itu papa yang order" teriak Sam dari dalam rumah. Daniel segera menerimanya dan membawakan makanan yang dikirim si penekan bel tadi.
* * * * *
Diva kembali ke kamarnya lalu membaringkan tubuhnya di kasur dan mencabut kabel yang menempel pada ponsel nya. Diva mulai mengetik pesan dan mengirimkannya pada Michelle. Diva dan Michelle saling mengirim pesan hingga kurang lebih satu jam mengobrol, Diva ketiduran pada pukul 23.09.
"Menurutku sih dia ngga bakalan marah deh. Padahal kasih tau aja sih kalau maksud kamu tuh bukan gitu"
"Tapi kalau dia maksa minta ngasih tau kamu dimana? gimana div?"
"Woi bales"
"Jangan bilang ketiduran" Michelle terus mengiriminya pesan.
Keesokan paginya, Cassy sudah berdiri di kamar Diva. Ia menunggu kebangunan Diva dan tidak membangunkannya. Tentu saja setiap orang memiliki rasa penasaran, apalagi untuk hal baru. Cassy melihat handphone yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya, handphone Diva. Ia memegangnya selama beberapa menit.
Pandangan yang asing diluncurkan terhadap layar handphone tersebut. Seakan-akan handphone itu adalah orang baru yang akan mengincar sesuatu milik Cassy. Cassy pun berdiri hendak keluar. Ia membiarkan Handphone tersebut tetap di kasur Diva, tepatnya agak dilempar.
"Morning! aku kesiangan bangun ya? sorry" Diva tiba tiba bangun dan sapaannya membuat langkah Cassy terhenti ketika ia hampir menyentuh gagang pintu.
"Ah iya. Seperti biasanya. Aku tunggu di kamarku ya" ucap Cassy dengan tidak mengarahkan pandangannya pada Diva. Ia langsung membuka pintu dan memasuki kamarnya untuk menunggu Diva.
'Huh? kenapa Cassy? apa dia kelamaan nunggu? kalo gitu aku harus cepet-cepet' ujar Diva dalam hatinya sambil beranjak dari kasurnya dan segera mandi.
Pemandangan pada pagi hari memancing Cassy untuk membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Ia pun duduk di kusen jendela sambil mengarahkan pandangannya keluar dengan tatapan kosong.
Sesekali ia membenarkan posisi duduknya yang sering melorot. MasIh dengan tatapan kosong Cassy menaruh pandangannya pada awan yang paling jauh yang dapat ia lihat.
"Diva tidur 70 menit lebih lama dari yang biasanya" ucapnya tidak kepada siapapun.
"Diva siap siap 20 menit lebih lama dari biasanya" gumamnya lagi.
Cassy melanjutkan lamunannya kembali.
"Siapa Michelle?"
Diva sudah selesai mandi dan berpakaian namun ia masih duduk di kasurnya sambil memegang ponselnya. Diva melanjutkan obrolannya dengan Michelle dan hampir lupa bahwa Cassy sedang menunggunya.
"Cassy. Maaf aku telat lagi"
Cassy melihat Diva yang tergesa-gesa memasuki kamarnya. Cassy memandangi Diva dari atas kepalanya hingga kakinya, seharusnya. Namun pindaian mata Cassy terhenti pada tangan Diva yang sedang memegang handphone 'asing' tadi.
Diva merasa bersalah atas keterlambatannya yang kedua, bukan hanya karena itu. Diva lebih merasa bersalah setelah melihat ekspresi kecewa yang terpampang di wajah Cassy.* * * * * * *
(Bersambung 👉👉👉🤟)
KAMU SEDANG MEMBACA
Redisvelo
RomanceSekolah Diva kedatangan murid baru dari sekolah elite, Daniel namanya. Daniel memiliki kemampuan membaca pikiran seseorang melalui mata. Diva tak percaya dengan kemampuan cowok yang menjadi sahabatnya ini karena Daniel tidak mengetahui bahwa Diva me...