8 - Bagaimana Cara Memahamimu

4 1 0
                                    

Selalu ada cerita disetiap tempat, selalu ada kenangan yang semestinya dilupakan.

***
Langit sore yang perlahan berwarna keemasan, terlihat begitu menawan dengan semilir angin yang menyejukkan hati.

Pantai yang sunyi, dengan demburan ombak yang menghiasi, menjadi pemandangan yang begitu menakjubkan.

Arunika duduk di atas pagar dinding yang tingginya sekitar sedada, berada sekitar 10 sampai 15 meter di pinggir laut, yang di belakang dinding ada jalan yang sudah dibeton.

Arunika tak tahu apa fungsi pagar dinding yang membentang jauh itu, tapi setidaknya ia suka duduk di sana, dengan sesekali menggoyangkan kaki.

Sudah hampir malam, tapi Arunika tak juga beranjak dari duduknya. Sepulang sekolah ia tak kembali ke rumah, juga tidak pergi bekerja. Ia sadar, kekesalan hatinya hanya akan menyakiti orang lain, itu sebabnya ia memilih menenangkan diri dulu.

Walau ia belum sepenuhnya tenang, setidaknya dengan berada di sini, hatinya merasa sedikit lebih baik.

Arunika sadar, Nek Husni saat ini pasti akan sangat menghkawatirkannya, tapi Arunika masih belum mau pergi dari sini. Meski sejujurnya, tempat ini bisa menjadi penenang sekaligus penghancurnya.

Arunika mengeluarkan sebuah buku harian usang dari dalam tasnya. Nama Rose terukir indah di sana. Dari buku harian inilah Arunika tahu, bahwa ibunya pergi karena tak sanggup hidup miskin lagi dengannya.

Arunika mencoba memaklumi itu, mengikhlaskan ibunya bahagia. Tapi seberapa keraspun ia mencoba, hatinya tidak bisa menerima itu semua.

Arunika tak pernah minta untuk dilahirkan, apalagi ditinggalkan seperti ini, orang tuanya hanya berani berbuat tanpa bertanggung jawab pada hidupnya.

Setiap kali mencoba untuk berpikir positif, otaknya selalu dipenuhi oleh segala hal-hal yang tak seharusnya dipikirkan, membuatnya berasumsi sendiri dan merasa paling buruk.

Arunika benci seperti ini, tapi semenjak ia ditinggalkan, rasanya dirinya yang dulu pun ikut pergi, menyisakan Arunika yang apatis dan hanya penuh dengan overthinking.

***

Arunika menyusuri jalan trotoar dengan langkah lunglai, meski membenci semua orang yang meninggalkannya, ia masih rela kehilangan semua uangnya untuk naik bus ke pantai yang selalu ia datangi bersama Arham.

Gadis itu berhenti sejenak dan menatap langit, tak ada bulan maupun bintang, sepertinya sedang mendung. Ia kembali melanjutkan langkahnya.

Baru beberapa langkah berjalan, Arunika dikagetkan dengan seseorang yang tiba-tiba memegang pundaknya.

"Lah beneran elo!!" Seru Gio.

Arunika menatapnya kesal, ia maju dan menyingkirkan tangan Gio di pundaknya.

"Dari mana lo, masih pake seragam, abis kelayapan yah?!" Ucap Gio sok akrab.

Arunika justru mengubrisnya, ia melanjutkan berjalan, menganggap seolah-olah tak ada orang di sampingnya.

"Cuek amat sih." Gio masih setia mengikuti gadis itu.

ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang