Hal terburuk menjadi kuat adalah tak akan ada lagi yang bertanya 'apakah kamu baik-baik saja?'.
***
Bel jam istrahat telah berbunyi sepuluh menit yang lalu, seluruh murid kini sibuk mengisi perut di kantin.Tetapi seorang gadis masih sibuk memilih buku di perpustakaan.
"Wah, banyak sekali koleksi novelnya, ambil apa aja yah ..." Arunika menunjuk satu-persatu buku novel yang akan ia pinjam untuk mengisi waktu luangnya
Lumayan, perpustakaan sekolahnya mempunyai koleksi buku cukup lengkap, sehingga Arunika tak perlu meminjam di rental buku yang memakan biaya.
Arunika sebisa mungkin harus memanfaatkan peluang yang ada, ia bukan anak yang cengeng yang meminta segala sesuatu pada orang tuanya, dan Arunika tak akan pernah melakukan itu.
"Apa lagi yah?" Arunika menyusuri rak buku.
"Lo perlu ini." Seorang lelaki mengagetkan Arunika dengan menyodorkan sebuah buku.
Arunika melirik sampul buku itu, sebuah buku novel dari penulis terkenal.
"Ini novel baru masuk kemarin, ceritanya bagus, tentang cewek yang naksir sama teman kecilnya, buruan pinjem, sebelum diabisin sama yang lain," Ucap cowok itu lagi.
Arunika memandang datar pada cowok itu. "Saya tidak butuh." Ucapnya kemudian membereskan buku yang akan ia pinjam lalu pergi.
Gio menatap gadis yang perlahan menghilang dari pintu perpustakaan itu.
Gio mangut-mangut sambil tersenyum. "Wah! Benar-benar beda."
***
Arunika menyuap perlahan bekal yang ia bawa dari rumah, suasana di belakang sekolah cukup menenangkan, Arunika menyukainya.
Arunika mengingat sudah berapa murid yang mengajaknya berkenalan hari ini, Arunika terus mengabaikan mereka, hanya sekedar mengucap nama lalu ia tak ingin lagi terlibat dengan mereka.
Arunika menghela berat, ia meletakkan bekalnya di samping lalu meneguk air di botol yang juga ia bawa dari rumah.
Sejujurnya Arunika takut mereka akan membencinya, tetapi Arunika lebih takut bergabung bersama mereka lalu perlahan ditusuk dari belakang lagi.
Masa lalu yang buruk menjadikan ia tak punya simpati pada orang lain, Arunika bahkan berharap bisa hidup di bumi ini sendirian.
Egois, memang. Tapi setelah rasa sakit yang terus menerus menggerogoti--perlahan semuanya jadi hitam, bahkan kawan dan lawan semua sama, yang diinginkan hanya hidup tanpa memedulikan seorangpun lagi.
"Kata orang, di belakang sekolah itu angker loh, apalagi kalau sambil ngelamun, bisa kerasukan." Seseorang lagi-lagi mengangetkan Arunika.
Arunika menatap kesal pada pemilik suara yang tengah cengar-cengir itu. Sungguh, ia butuh ketenangan, mengapa makhluk itu bisa di sini juga.
Abi mengangkat tangannya tinggi-tinggi seolah ditangkap polisi. "Gue udah dari tadi di sini beneran, itu tempat gue." Abi menunjuk pada kursi panjang lain di seberang Arunika, lengkap dengan sebuah laptop dan cemilan, seperti sangat bersantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika
Teen FictionArunika, tak sehangat matahari pagi. Arunika justru dikenal sebagai gadis dingin yang tidak ingin punya teman. Misterius dengan kedinginannya yang menyimpan banyak luka masa lalu, menjadikannya gadis yang tak percaya akan kehangatan suatu hubungan...