Kita tidak akan tahu sifat asli seseorang sebelum menjadi teman dekatnya.
***
"Mah, Gio mau nanya boleh?"Gio yang baru saja turun dari lantai atas, melihat Mona menonton televisi sendiri, ia menghampiri mamanya itu.
Mendengar suara putranya, Mona menoleh dan tersenyum. "Tumben, biasanya Io kalau jam segini udah nggak keluar kamar, mau nanya apa nak?" Ucap Mona.
Gio duduk di sofa tunggal, menatap Mona serius. "Gimana...masa kecil Gio?" Tanyanya.
Mona menoleh heran, tumben sekali anaknya itu bertanya tentang masa kecilnya. "Masa kecil kamu...yah, sama kayak anak biasanya sih, suka main, nakal minta ampun juga," jawab Mona terkekeh.
"Apa kita...pernah tinggal di Kota Batu?"
Mona tiba-tiba menatap Gio serius. "Kamu tahu dari mana soal Kota Batu, ingatan kamu udah kembali Io?!" Tanyanya khawatir.
"Nggak Mah, Io cuma nanya, tapi kenapa mama kayak khawatir banget gitu?"
Mona menghela nafas. "Waktu baru tahu kalau amnesia, kamu dulu gak terima, marah sama keadaan dan selalu bilang kalau ada orang yang lagi nunggu kamu, tapi kamu juga gak tahu dia siapa, sampai-sampai suatu hari kamu jatuh pingsan karena kepala kamu sakit sekali, itu sebabnya mama sama papa bawa kamu pindah ke Kota Tua untuk berobat, sekaligus nenangin diri kamu," ucapnya.
"Mama gak pernah denger aku cerita soal teman aku yang anak gadis berambut sebahu?"
Mona terdiam sembari mengingat-ngingat. "Kayaknya gak pernah, justru yang pernah ngomong sama mama punya teman cewek berambut sebahu, itu Gino, bukan kamu," ucapnya.
"Mama yakin bukan aku?!"
"Iya, mama masih ingat itu."
Gio merasa sesak di dadanya, entah mengapa masa kecilnya menjadi sangat penting. Juga tentang siapa sebenarnya teman kecil Arunika, jika itu memang Gino, kenapa Tuhan selalu memberikan semua yang ia inginkan pada Gino, sedang ia, ia selalu merasa sendiri di tengah keramaian.
***
Arunika membongkar barang lama yang ia bawa dari rumahnya di Kota Batu, tak ada yang istimewa, hanya sebuah kardus besar yang menyita perhatian gadis itu.
Menyeretnya ke tepi ranjang lalu duduk di sana, Arunika perlahan membuka tutup kardus itu dan nampak boneka beruang besar berwarna kecoklatan.
Arunika tersenyum kecil, ia mengeluarkan boneka itu dari kardus, mendudukkannya di sampingnya.
"Hai Bubbu." Arunika menyapa boneka di depannya itu. Merasa seperti baru bertemu dengan kawan lama.
"Kamu seneng gak ketemu aku lagi?"
"Iya, aku juga rindu sama kamu!" Arunika memeluk Bubbu seolah-olah boneka itu berbicara padanya.
"Bubbu, aku ketemu sama cowok yang mirip sekali Arham, tapi dia lupa ingatan, dan gak inget aku. Bubbu, dia bisa aja Arham, tapi bisa juga bukan. Tapi aku selalu ngerasa kalau dia bener-benar Arham, dari tatapannya, juga tindakannya, Arham selalu jagain aku kan, Arham juga gak mau liat aku sedih, dia juga gitu Bubbu. Bubbu, tapi seandainya dia bukan Arham, apa aku masih bisa berteman sama dia, apa kita masih bisa seperti sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika
Teen FictionArunika, tak sehangat matahari pagi. Arunika justru dikenal sebagai gadis dingin yang tidak ingin punya teman. Misterius dengan kedinginannya yang menyimpan banyak luka masa lalu, menjadikannya gadis yang tak percaya akan kehangatan suatu hubungan...