"Vol. 2. Reminiscent"

120 9 76
                                    

Pagi.

Fajar mengakar, mengulas rona pada rupa ayu semesta. Bukit hijau membentang, daun-daun kering berserak. Lepas hujan semalam, sejuk tak membuat kepak burung-burung itu redup. Malah riang, hingga mencuri atensi lelaki dengan surai terikat rapi dan gypsophila di tangan. Ia memandang terlewat lamat sayap-sayap bebas itu sebentar, hingga sudut bibirnya terangkat. Sementara jejaknya telah sampai pada nisan yang dituju, tempat remah-remah rindunya nanti berserah.

Ranjang wanitanya: Gwen Emani, 1994 - 2019.

Ranjangku.

"Ah, bukan. Kamu benar, Gwen. Aku nggak pernah jadi lelakimu. Nggak pernah ada kata itu." Rekahnya terangkum palsu. Kembang favoritku lalu ditaruh di atas nisan, seolah itu adalah genggamku atau apa.

Jezam kemudian duduk di atas rumput hijau, secara harfiah bertemu tanah. Masih sedikit basah, sih. Tapi, bukan masalah, selama ia bisa bercerita hingga satu jam ke depan. Kebiasaan rutin tiap tiba hari peringatan.

Jez hanya percaya, bahwa saat ini, aku juga sedang duduk bersanding dengannya.

Memang benar.

"Semalam, kamu datang di mimpiku. Tahu nggak, kamu cantik banget," dia bahkan sampai malu-malu. Imajinya begitu tinggi hingga siapa saja bisa mengira dia gila.

Astaga, Jez. Seharusnya aku menangis atau tertawa?

"Kamu pakai dress putih waktu itu, yang kubilang itu favoritku. Sebenarnya, sih, apa pun juga favoritku selama dipakai kamu. Geli, kan, aku bilang begitu? Makanya, nggak pernah kukatakan. Tapi, sekarang aku menyesal."

Lelaki itu tertunduk. Surai merah cerinya lolos dari ikat separuh, berayun di pelipis berkat angin bukit pemakaman yang memang lumayan kencang.

"Kenapa aku nggak pernah punya keberanian itu, ya, Gwen? Kenapa aku harus takut terdengar menggelikan dengan diksiku, kalau ternyata itu bisa bikin kamu bahagia? Sebab katanya, orang yang bahagia bakal hidup lebih lama."

Jemarinya lalu memunguti daun-daun kering yang mampir terembus angin, enggan membiarkan gypsophila milik sahabat kecilnya---milikku, bersanding dengan ranting-ranting.

Andai kamu tidak terlambat, Jez.

"Maafkan aku, Gwen."


🍂


Asap mengepul dari sela bibir penuhnya, lalu. Membumi menghalau kepak burung yang lewat, mendekap harum embun bukit yang pekat.

Entah apa yang menyertai wangi tembakau sekon ini, penghidunya hanya berniat membuang separuh sesak lewat candu. Jez dan linting tembakau bodoh itu, rekatnya memang sudah seperti hubungan kami.

Juga sekonstan suanya dengan lelaki berkelopak bundar satu ini.

"Dasar bodoh," yang kasih sayangnya selalu tersirat lewat kebiasaan menginjak puntung rokok.

Sereda Esok---seperti namanya, selalu menjadi reda bagi sesal Jez yang menguar ibarat bara. Ia dengan santai menyambar linting tembakau kelima, yang tadi sudah diisap oleh Jez, sudah menyala, masih utuh.

Si merah ceri kontan mendesah berat kala candunya yang berharga berakhir sia-sia di bawah injak pantofel Reda.

"Kamu mau ziarah, kan? Sana pergi," sama seperti tadi ia menghalau burung-burung, Jez yang lelah berharap bisa mengusir sahabat kecil kami.

"Sudah," yang lalu dijawab singkat.

Percuma, Jez juga sebenarnya tahu kalau Reda bukan manusia yang bisa dihalau begitu saja. Terlebih lelaki itu sudah menuntas ziarah, sudah berkonversasi denganku, cerita soal kemeja kotak-kotaknya yang baru. Kini giliran ia bersepakat dengan sahabat masa kecilnya yang lain; kakaknya, katanya.

Dari sini, sudah tampak bukan, Reda mengasihi Jez sebesar apa?

"Mas cerita apa aja tadi sama Gwen?" Lelaki bersurai senada tanah itu lalu turut meletak pantat di atas rumput, bersanding dengan kawannya yang sudah mencutik satu linting lagi tembakau, "Ck!" yang lalu disambarnya buru-buru.

Linting itu sudah digigit Reda, kini. "Korek," sambil sebelah tangannya menengadah.

Jez memandang pemuda itu penuh seringai, "Pengen mati muda, hah?"

"Harusnya aku yang tanya begitu?"

Skakmat. Itulah mengapa aku lebih suka berkoloni dengan Reda, dulu.

"Aku butuh itu, kamu enggak."

"Butuh apa? Mati muda?" Skakmat lagi.

Yang malah berbalas tawa. Reda memandang aneh kawan di sandingnya, "Kenapa?"

"Tanpa rokok juga kayaknya aku bakal mati muda."

Lelaki bersurai kakao cepak itu diam sebentar, sebelum berkelakar, "Hah, Izrail ketawa, tuh."

Ya, cara mereka bertukar senda memang agak keras. Jez masih tergelak.

"Gwen datang lagi semalam," gestur tertunduknya lalu mengundang Reda untuk mengalihkan atensi secara penuh.

"Terus, bilang apa?"

"Nggak tahu, aku bingung, sih. Semacam peringatan, tapi kayak nyumpahin aku juga."

"Ya memang pantas, sih, Mas."

Jez tertawa, lagi. Yang bagiku---bagi kami, palsu sekali.

"Gwen bilang, kalau besok dia kembali ke duniaku, jangan pernah buat temu. Atau takdirnya jadi milikku."

Reda langsung diam, mengalihkan pandang kosong ke depan. Menitik daun kering yang terbang.

"Menurutmu, maksudnya apa, Da?"

Lelaki berkelopak bundar itu masih bungkam, seperti ada sangkal.

"Nggak ada maksudnya, sih. Mana mungkin Gwen kembali ke duniamu, dunia kita."

Jez kontan mengangguk, "Sepakat."

"Lagian, itu cuma mimpi, Mas. Nggak berarti apa-apa," imbuh Sereda, meski aku tahu sangkal itu masih membenak dalam rasionya.

Reda tidaklah lugu, ia pun tahu. Dia bisa menelaah kalimat peringatanku lebih dari tafsir tarot sekalipun. Jez juga. Tapi, keduanya memilih untuk menganggap semua semu, tidak berarti apa-apa kecuali kiasan bunga tidur belaka.

Jeda menggantung, langit kemudian mendung.

"Mungkin karena aku terlalu kangen sama Gwen," Jez lanjut memainkan rumput.

Sementara Reda hanya memandang iba.

"Aku sayang Gwen, Da. Lebih dari hubungan persahabatan kami. Harusnya aku bisa bilang itu, sebelum dia pergi."


🍂



Playlist 2:

Day6 - Above The Clouds



Jahe's:

Haluuhaaa~~

Jujur ide cerita ini pertama banget muncul pas lagu Above The Clouds rilis, pas aku tau cerita di balik lagunya, soal temen Jae yang meninggal.

Dari sana, akhirnya jadi ke mana-mana :")

Anw, maaf Jahe kalau apdet suka malem-malem gini yaa, tadi mau apdet agak sorean tapi terhalang isah-isah wkwkkk ada yang tau nggak isah-isah tuh apa? :")

See yaa minggu depan, happy sadnite^^

KENANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang