"Vol. 3. Distortion"

103 8 69
                                    

Harusnya kamu bilang itu, sebelum aku pergi.

"Kamu tuh, kenapa?" Tanya ini sudah kuulang-ulang sejak mobil digas hingga sekarang direm, menepi di salah satu jalur sepi.

Sudah pukul sepuluh, sepulang kami dari kantor surat kabar tempatku bekerja. Sementara Jez yang rutin menjemput, sebab aku memang tidak paham caranya berkendara. Aku sudah bilang, bisa kok naik ojek. Jam segini, jalan masih ramai. Apalagi, ini tengah kota. Kalau dia lelah, ya diam saja di rumah.

Karena dia cenderung cari sensasi kalau lagi sensi, pengennya berkelahi. Dan cara berkelahi seorang Jezamai Hwigi adalah dengan membungkam diri sendiri. Diam. Ditanya absen jawab. Semakin ditekan, dia pergi.

Seperti malam ini.

Dia tidak pergi, atau kataku sih, belum. Sejak kemarin, dia memang sudah uring-uringan. Sebabnya, aku mengunggah banyak sekali konten soal band favoritku. Namanya Day6, kalian tahu?

Day6 mau comeback, ditambah aku yang seorang penulis fanfiction Wattpad amatir ini mau merilis cerita baru. Jadilah, aku ribut hype ini-itu.

Terus, Jez tahu-tahu saja berubah. Jadi lebih diam. Pesanku dianggurkan. Hingga malam ini, masih menjemput dia sehabis jadwal pemotretan.

Tapi, ya begitu. Diam.

"Turun," tuturnya, lalu. Mobil yang sudah minggir ditinggalkan sejauh sepuluh jejak kaki Jez yang tinggi.

Aku menyusul, membanting pintu mobil cukup kencang. Aku lelah, hanya ingin tahu dia kenapa. Bukan perdebatan panjang.

Ia membuka dengan desah berat, "Kamu tahu aku nggak suka."

Dan ternyata, alasannya sama. Serupa sebelumnya, dan aku muak.

"Memang kamu siapa?"

Spontan ia mendongak.

"Sejak kapan kamu bisa mencampuri urusan pribadiku? Aku mau suka Day6, mau suka laki-laki yang nyata sekalipun, apa pentingnya buatmu? Kamu cemburu?"

"Diam, Gwen." Selanya, telak. Sementara aku di sandingnya terengah.

Marah, pasrah. "Kamu kekanakan, Jez. Kamu egois."

"Kamu tahu apa memangnya?"

"Makanya bilang! Sudah berapa kali, sih, aku tanya kamu kenapa?" Linangku mulai berdesak, "Bukan kenapa kamu diam, bukan kenapa kamu marah, tapi kenapa kamu nggak suka?"

Jez berpaling, menyugar surainya yang kala itu masih sekelam malam. Sekelam ia.

"Aku sudah bilang, Jez. Aku sayang kamu, lebih dari hubungan masa kecil kita. Lebih dari sayangku ke Reda. Aku sudah bilang."

Dia tertunduk.

"Kalau kamu juga sama, apa sulitnya mengaku?"

"Aku cuma bilang kalau aku nggak suka Korea, kenapa kamu jadi bawa-bawa masalah perasaan lagi?"

"Karena aku tahu kamu nggak jujur!" Senggakku.

Ia turut terengah, di hadapanku maniknya meragu. "Nggak jujur soal apa? Perasaanku ke kamu? Kamu sahabatku, udah itu aja. Aku belum pengen yang lebih, Gwen. Kalau kamu terus mengungkit masalah ini, lebih baik---"

"Aku pergi." Sambarku. "Mau sampai kapan kamu menunggu waktu yang pas hanya karena aku bukan kriteriamu, Jez? Mau sampai kapan kamu mau kalah dari gengsimu?"

Lelaki bodoh ini tertunduk, entah hanya mengusap wajah atau mengusap linang yang hampir tumpah. "Aku memang nggak bisa, kalau kamu masih suka Day6 atau apa pun itu. Dan kamu nggak sepantasnya denganku, Gwen. Aku nggak akan bisa dukung hobimu seratus persen. Kamu nggak akan bahagia."

KENANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang