Pulang

821 217 283
                                    

Aku menutup telepon dan segera turun dari rooftop dengan tergesa-gesa, pikiranku kacau tak karuan. Terlihat Beomgyu sedang berbincang dengan perawat lain di meja administrasi.

"Oy Giselle ngapa lu?" tanya Beomgyu dengan nada yang sedikit berteriak.

Aku tak menjawab pertanyaan Beomgyu tersebut, aku hanya berjalan cepat menuju meja administrasi berniat untuk meminta cuti tiga hari.

"Rin gue cuti ya tiga hari gue mau pulang ke Ciamis Adek gue sakit." Aku meminta tolong kepada Karina temanku agar membuatkan surat izin cuti.

"Hah? Sakit? gara-gara gak mau makan?" tanya Karina kepadaku seraya mengambil selembar kertas.

"Bukan. Tangannya kepotong mesin pemotong rumput," jawabku sambil melihat selembar kertas yang sedang diisi Karina.

"Kok bisa?" sela Beomgyu dengan ekspresi kaget.

"Panjang ceritanya. Thanks ya Rin," ucapku kepada Beomgyu dan Karina.

"Aku pamit ya Gyu," entah mengapa mulutku refleks berpamitan kepada Beomgyu sambil menepuk pundak Beomgyu lalu bergegas pergi.

"O-oke Giselle hati-hati di jalan ya," balas Beomgyu kepadaku dan tubuhku refleks berbalik lalu tersenyum kepadanya.

Aku bergegas menuju parkiran dan mencari mobil merahku, setelah menemukannya tanpa pikir panjang aku menancap gas mobilku sekencang-kencangnya mungkin sekarang mobil merahku ini sudah terlihat seperti Lightning McQueen yang sedang balapan di sirkuit.

Sepanjang perjalanan dari Jakarta menuju Ciamis aku berpikir mengapa adikku begitu nakal dan boros padahal aku dulu tak seperti itu. Aku tak bermaksud untuk membanding-bandingkan diriku dengan adikku sendiri. Tapi ini sudah tak wajar jika selang dua hari dia membuat ulah. Kalau satu bulan atau dua bulan sekali sih oke, aku bisa mengerti. Tetapi ini hampir setiap hari. Aku terus menerus memikirkan hal itu.

"Eh, bensinnya udah mau abis nih," batinku ketika mengetahui bensin di mobilku tinggal sedikit lagi.

Aku memutar arah lagi menuju pom bensin yang sudah terlewat. Entahlah karena terlalu memikirkan Ella aku tak memperhatikan jalan dengan baik. Ketika sedang mengisi bensin terbesit di pikiran ku kalau Ella selalu membuat ulah itu hanya itu cari perhatian kepadaku seperti dalam film-film?

Memang Ella itu sangat iri kepadaku. Sehingga, menimbulkan rasa benci di hatinya. Namun, aku sendiri tak pernah membenci Ella. Bahkan sebenarnya, aku sangat kasihan jika mengingat kalau Ella itu hanya bersama Mama hanya empat puluh hari dan bahkan sebelum Ella lahir, Papa sudah pergi karena kapal yang ia tunggangi tenggelam dan merenggut nyawa seluruh ABK termasuk Papa. Hal itu juga yang membuat penyakit jantung Mama kambuh dan akhirnya mama meninggal seratus hari setelah Papa.

"Huft ... masa lalu yang miris," ucapku kala mengingat bagaimana Tuhan mengambil orang tua kami.

"Eh udah jam sepuluh gue harus buru-buru," ucapku kepada diri sendiri ketika melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Aku menancap gas kembali.

******

Aku tiba di kota Ciamis pukul satu dini hari. Sebenarnya waktu tempuh Jakarta-Ciamis itu lima jam tapi mungkin karena aku membawa si merah layaknya Lightning McQueen yang sedang balapan di sirkuit jadi aku sampai hanya dengan waktu tiga jam saja.

"Eh, masa gue gak bawa apa-apa sih?" Aku mengomeli diriku sendiri karena lupa membawa buah tangan. Tapi untungnya aku melihat ada penjual martabak dan tukang sate yang masih berjualan di pinggir jalan, semoga saja itu bukan hantu.

Aku menghentikan mobilku dan turun untuk membeli sate dan martabak tersebut. Aku memesan tiga puluh tusuk sate kambing untuk Abah dan Emma dan dua puluh tusuk sate sapi untuk Ella karena dia tidak suka daging kambing.

Life | Giselle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang