Masa Lalu

224 67 264
                                    

Beomgyu POV

Aku maju ke depan saf hendak memimpin salat jenazah. Abah, opa ataupun yang lainnya tak ada yang kuat untuk memimpin salat jenazah kali ini. Mereka tak kuat melihat Ella terbujur kaku terbalut kain itu. Jadi, mau tak mau, kuat tak kuat aku yang harus memimpin salat jenazah ini.

Bukan berarti aku tak sedih atas kepergian Ella. Aku sedih, sangat sedih. Tetapi mungkin aku akan lebih sedih ketika yang memimpin salat jenazah adik iparku ini adalah orang lain bukan keluarganya.

"Dedek. Mas udah beliin kamu gaun princess Elsa. Kenapa kamu lebih milih pake baju ini, sayang?" batinku.

Batinku menjerit, air mataku hampir jatuh, ketika aku menggendong jenazah Ella hendak memindahkannya ke atas keranda. Masih teringat jelas senyuman manisnya ketika aku menggendongnya sambil berputar-putar di pantai tahun lalu, ketika kami liburan bersama.

"Mas, Dedek suka deh jalan-jalan pake motor beat. Enak gak kejebak macet. Lain kali ajak Dedek jalan-jalan pake motor ini lagi ya."

Begitulah permintaannya ketika aku dan Giselle mengajaknya untuk mencari wedding organizer beberapa bulan lalu. Ia terlihat sangat bahagia waktu itu, duduk di depan sambil mengikuti aku dan Giselle bernyanyi.

Bukannya mengabulkan permintaannya itu, kini aku malah mengajaknya jalan-jalan menggunakan keranda, menuju ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Aku turun ke liang kubur. lututku bergetar hebat. Detak jantungku terasa begitu cepat. Ini kali pertama aku turun ke dalam liang kubur.

"Tuhan, aku seorang laki-laki yang sudah dewasa saja, setakut ini. Apalagi adikku yang masih kecil."

Jerit tangis Giselle, tedengar begitu nyaring, ketika aku menutupi liang lahat dengan papan kayu lalu menimbunnya dengan tanah.

Ella dimakamkan di samping makam kedua orang tuanya. Kini, keinginannya untuk tidur bersama kedua orang tuanya telah terlaksana.

"Mah, Pah. Maafkan saya yang gagal menjaga putri bungsu kalian. Tapi saya berjanji akan menjaga putri sulung kalian dan membahagiakannya sepanjang hidupnya. Semoga kita bisa bertemu di surga-Nya."

*******
Winter POV

Pemakaman Ella sudah selesai satu jam yang lalu. Rasanya seperti mimpi Ella telah meninggalkan kami semua untuk selamanya. Tak ada tanda-tanda ia akan pulang secepat ini.

Keadaan Giselle? Ah anak itu begitu mengenaskan. Sudah lebih dari lima kali ia jatuh pingsan. Bahkan sekarang ia masih menangis di kamar Ella sambil memeluk guling kesayangan adiknya.

Aku duduk di atas ayunan yang terbuat dari ban bekas, yang aku tebak ini pasti punya Ella.

Aku tak habis pikir, siapa yang tega menghancurkan acara pernikahan Giselle. Padahal Giselle adalah orang baik. Rasa-rasanya tak mungkin jika Giselle memiliki musuh.

Dan sekarang ke mana larinya orang-orang biadab itu? Sampai-sampai polisi belum menangkapnya.

Eh, gue tadi liat si James loh."

"Iya kah? Gue juga tadi liat Thomas."

"Gimana ya perasaan mereka liat Giselle nikah sama Beomgyu? Padahal dulu kan mereka cinta banget sama Giselle tapi ditolak mulu sama Giselle."

Aku mengerutkan keningku. Apa mungkin mereka pelakunya? Karena jika dilihat dari kisah mereka berdua dengan Giselle sangat memungkinkan mereka untuk melakukannya.

Keduanya dulu sangat mencintai Giselle dan sama-sama pernah mengungkapkannya. Namun keduanya mendapatkan penolakan dari Giselle.

Masih teringat jelas di ingatanku, ketika ia membelikan mobil sport untuk Giselle sebagai ungkapan perasaannya. Tetapi Giselle menolaknya dengan alasan berbeda keyakinan.

Thomas lebih parah lagi. Ia menyatakan perasaannya kepada Giselle di tengah-tengah rapat BEM. Karena kebetulan ia adalah ketua BEM kampus kami pada waktu itu. Namun endingnya sama dengan James. Namun dengan alasan yang berbeda. Giselle menolak Thomas dengan alasa ingin fokus menyelesaikan skripsi. Dan detik berikutnya setelah ia ditolak oleh Giselle, ia langsung jadi bahan olok-olokan mahasiswa-mahasiswi lain.

Tetapi pada saat kejadian, ada tiga tembakan dari arah yang berbeda. Lalu, siapa satu orang pelaku lagi? Dan di mana mereka bersembunyi sekarang?

"Gilang?" gumamku.

Aku segera beranjak dari ayunan lalu masuk ke dalam untuk bersiap-siap.

"Gyu, bilangin ke Giselle gue pinjam mobil," ucapku kepada Beomgyu yang sedang berhadap-hadapan dengan Ucup.

"Mau ke mana?" tanya Beomgyu sambil mengerutkan kening.

"Ada urusan," jawabku sambil meraih kunci mobil Giselle di atas kulkas.

Beomgyu hanya menganggukan kepalanya lalu kembali berhadap-hadapan dengan Ucup boneka kesayangannya.

*******

Aku melajukan mobil mini cooper merah milik Giselle dengan kecepatan tinggi. Aku menuju ke sebuah tempat yang biasanya digunakan Gilang untuk bersembunyi setelah melakukan kasus.

Ya. Aku tahu Gilang mantan pacarnya Ningning. Bahkan dulu, semasa SMA aku pernah menjalin hubungan spesial dengannya. Namun, kami tak pacaran. Karena senakal-nakalnya diriku, aku tetap ingin memiliki pasangan hidup yang lebih baik dariku. Dan Gilang, tidak memenuhi kriteria itu.

Setelah empat jam perjalanan. Kini, aku sudah sampai di depan sebuah rumah sederhana yang jauh dari permukiman. Walaupun sederhana rumah ini tetap dibentengi oleh pagar yang menjulang tinggi.

Aku menyeringai ketika mendengar sayup-sayup suara lelaki sedang berbincang. Aku memakai sarung tangan lalu keluar dari mobil dan berjalan perlahan.

Aku memperhatikan pagar yang menjulang tinggi di hadapanku, lalu dengan perjalanan aku memanjatnya.

"Ada untungnya juga gue dulu suka mabal," gumamku ketika sudah berhasil memanjat pagar dan kini sudah berada di halaman rumah tadi.

"Udahlah bro, jangan terlalu dipikirin itu bocil emang udah waktunya mati." Suara laki-laki itu sudah tak asing lagi di telingaku. Iya, itu suara Gilang.

Aku berjalan mendekati sumber suara.

"T-tapi bro, kita kan niatnya mau bunuh Giselle bukan tuh bocil," sahut laki-laki yang terlihat sedang duduk di kursi. Yang tak lain dan tak bukan itu adalah James.

"Kita mau bunuh Giselle karena apa? Karena kita gak rela liat dia bahagia kan? Nah ini tuh bonus buat kita. Giselle emang masih hidup tapi mentalnya mati. Jadi, kita bisa liat kesengsaraannya Giselle," jelas Gilang.

"Bentar, segitu bencinya lo sama Giselle? Emang Giselle pernah lakuin apa sih ke lo?" tanya laki-laki yang sedaritadi hanya diam. Dan ya, itu adalah Thomas.

"Gue benci sama dia karena dia udah mencuci otak Ningning sampe-sampe Ningning putusin gue. Padahal waktu itu, gue udah hampir memiliki Ningning seutuhnya." Sungguh jika aku membawa tabung gas LPG akan aku lemparkan kepadanya.

Brot

Sial! Kenapa setiap aku kesal tubuhku selalu memproduksi gas?! Mana suaranya sangat tidak aesthetic.

"Siapa itu?" tanya Gilang sambil berjalan mendekati jendela tempat aku mengintip sekarang.

Aku tak akan menjawab 'kucing' seperti di sinetron-sinetron. Aku berdiri dengan berani dan menjawab

"Gue ngapa emang, HAH?" jawabku dengan gaya ibu kostan yang sedang marah-marah.

"Berani banget lo dateng ke sini!" sentaknya.

"Beranilah la wong ini tempatnya para pengecut bersembunyi," balasku.

"Kurang ajar lo!"

Gilang mengepalkan tangannya hendak memukul wajahku. Tetapi untungnya aku sempat mengelak.

"Cih, banci banget lo!"

Aku memelintir lengannya lalu melompat masuk ke dalam dan menendang selangkangan Gilang. Namun ketika aku hendak memukul wajahnya tiba-tiba

Buk!

Life | Giselle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang