Beautiful in White

246 71 225
                                    

Ella POV

Beberapa minggu kemudian.

Malam ini Kak Icel menggelar pengajian di rumah opa sebelum pernikahannya besok. Kak Icel sengaja tak menggelar pernikahannya di Ciamis, melainkan di Bandung. Karena Ciamis terlalu jauh dari Jakarta dan Kak Icel tak ingin menyiksa teman-temannya dengan perjalanan panjang seperti itu.

Tetapi walaupun digelar di rumah opa, yang menjadi wali nikahnya Kak Icel besok adalah abah. Karena opa tak ada hak untuk menikahkan Kak Icel sebab opa, adalah ayah dari mama.

Pernikahan Kak Icel digelar tanpa prosesi siraman sebelumnya, karena aku tak mau. Alasannya, karena aku tahu, pasti Kak Icel akan membatin nantinya. Sebab ia sungkem bukan kepada ayah dan ibunya melainkan kepada orang pengganti. Baik itu abah dan emma, ataupun opa dan oma.

Berbeda dengan acara hajatan pernikahan di Indonesia lainnya, yang malamnya pengajian besoknya dangdutan. Kak Icel tak ingin menggelar acara dangdutan. Bahkan melarang keras acara itu. Bukannya Kak Icel tak suka musik dangdut, tetapi ia tak ingin preman kampung merusak acara pernikahannya dengan mabuk-mabukan. Selain itu, ia tak ingin Kak Winter minum air kobokan bekas prasmanan. Karena pasti Kak Winter ikut mabuk.

Bagaikan seseorang yang ditinggal menikah oleh pacarnya, aku merasa sedih melihat Kak Icel akan menikah. Bukannya aku tak suka melihat Kak Icel bahagia, tetapi aku merasa kita akan terpisah setelah ini. Walaupun berkali-kali Kak Icel mengatakan bahwa aku akan tetap tinggal bersama dengannya setelah menikah nanti, tetapi entah mengapa aku merasa akan terpisah setelah ini.

Terlebih lagi, semalam aku bermimpi, beberapa orang menutup mataku dengan kain merah dan melarangku untuk melihat Kak Icel lagi. Tetapi apalah arti sebuah mimpi. Toh, itu hanya bunga tidur.

Pengajian telah usai tiga puluh menit yang lalu. Kini aku dan tiga sepupuku yaitu Yuli, Idah dan juga Melan, sedang bersaing ketat untuk menumpuk kursi plastik, dan barangsiapa yang berhasil menumpuk paling banyak kursi plastik, berhak mendapatkan dua box kinder joy.

Namun sayangnya, malam ini aku sedang tidak beruntung. Alih-alih berhasil menumpuk kursi plastik hingga menjulang tinggi, aku malah terpeleset hingga jatuh menungging di hadapan tiga sepupuku itu.

Merasa kotor dan terhina oleh kecelakaan barusan, aku berjalan masuk ke dalam rumah dengan ekspresi wajah kesal.

Di ruang tamu terdapat beberapa orang sedang melingkar menghias sebuah kue berukuran besar. Iya, itu kue pernikahannya Kak Icel dan Mas Beomgyu, yang dibuat spesial oleh oma tercinta. Aku sudah hampir bersuara menanyakan mengapa tidak membeli saja kuenya, tetapi aku teringat sebuah kalimat yang sudah pasti menjadi jawaban oma yaitu

"Kalau ada yang ribet kenapa harus yang mudah."

Untuk itu aku mengganti pertanyaanku.

"Kak Icel mana?" tanyaku, yang membuat semua orang yang ada di ruang tamu melirik ke arahku. Padahal aku bertanya kepada oma seorang saja.

"Ada di kamarnya Kak Tri, Dek." Oma menunjuk ke arah kamar Kak Tri.

******

Giselle POV

Malam ini adalah malam terakhir aku berstatus jomblo. Bukannya sombong, tetapi memang itu faktanya. Aku mengisi malam ini dengan bersenda gurau dengan Ningning dan Kak Tri sambil memakan bakso. Tadinya kami berencana membeli seblak, tetapi dikarenakan pedagang seblaknya sakit perut jadi kedainya tutup dan akhirnya kami hanya bisa makan bakso.

Berbicara sedikit tentang Ningning, setelah aku meruqyah dirinya waktu itu, Ningning langsung memutuskan pacarnya, hari itu juga dan Gilang pacarnya menghilang bak ditelan bumi. Apa aku jadi tukang ruqyah saja ya?

Life | Giselle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang