Kolase

238 107 619
                                    

Giselle POV

Aku hanya terkekeh mendengar opa menggoda Ella sambil membetulkan posisi Ella yang melorot ke bawah. Adikku ini sedikit berbeda dengan remaja seusianya. Ketika remaja empat belas tahun lainnya sudah mulai merasakan cinta monyet, Ella masih sibuk gelendotan padaku. Ia masih sangat manja seperti anak kecil berusia lima tahun. Singkatnya ia childish.

"Dedek sekarang kelas berapa?" tanya opa.

"Sembilan," jawab Ella singkat.

"Alhamdulillah ternyata cucu Opa sudah besar." Opa tersenyum kepada Ella.

"Terus kemarin ranking berapa?" tanya opa lagi.

"Dua," jawab Ella masih singkat.

"Biasanya sih ranking satu tapi karena Dedek berantem, jadi ranking dua deh," sindirku.

"Kenapa Dedek berantem sayang?" tanya opa lembut.

"Rafaelnya rese." Ella mengerucutkan bibirnya lalu mentapku dan opa secara bergantian.

"Rese kenapa?" tanya opa lagi.

"Masa dia bilang Kak Icel wanita penghibur, ya aku gak terima dong opa. Lagian yang mukul duluan dia kok bukan aku," jelas Ella.

"Bagus," puji opa sambil tersenyum dan mengacungkan kedua jempolnya ke arah Ella.

"Kok bagus sih, Opa?" protesku tak terima opa memuji Ella yang sudah melakukan tindakan kekerasan.

"Bagus karena dia melawan ketika ditindas. Berarti dia bukan cewek yang menye-menye, Icel. Lagi pula dia membelamu," tutur opa.

Aku hanya diam mendengar opa berbicara seperti itu. Aku tahu Ella membelaku dan aku menghargai itu. Tetapi aku tak suka Ella melakukan tindakan kekerasan, apalagi sampai menyebabkan anak orang masuk rumah sakit.

"Sudahlah, jangan diperpanjang perihal masalah itu." Aku menurunkan Ella dari pangkuanku lalu masuk ke dalam.

******
Ella POV

Aku mengikuti Kak Icel ke dalam dan meninggalkan opa sendiri di luar. Sepertinya ia kesal mendengar opa yang memujiku. Karena menurutnya, aku salah karena telah menyebabkan Rafael masuk rumah sakit, akibat lengannya patah. Padahal, aku tak sengaja mematahkan lengannya. Karena sebenarnya aku ingin menendang perutnya tetapi yang kena malah lengannya.

"Cuci muka terus gosok gigi," titah Kak Icel ketika kami sudah sampai di dapur.

Aku hanya mengangguk lalu memasuki ruangan kecil yang berada di dekat kompor.

Sesuai perintah Kak Icel aku hanya mencuci muka dan menggosok gigi saja. Aku tak mandi karena kupikir, aku akan mati membeku jika mandi sekarang, mengingat suhu udara pagi di Bandung dan Jakarta sangat berbeda. Bandung tiris gais.

"Dedek masih takut nasi?" tanya seorang wanita berjilbab yang baru kuingat namanya---Kak Tri.

Aku hanya mengangguk untuk jawabannya.

"Kalo gitu, nanti Dedek duduknya di bangku yang itu ya. Bareng sama Yuli dan Idah." Kak Tri menunjuk bangku kecil yang berada di samping kulkas.

Aku lalu berjalan menuju bangku yang ditunjuk oleh Kak Tri tadi. Tetapi ketika aku hendak duduk datang dua orang remaja putri dengan heboh. Sepertinya adalah dua anak yang disebut oleh Kak Tri tadi---Idah dan Yuli. Tetapi aku tak tahu yang mana Yuli dan yang mana Idah.

"Kak Tri masak apa?" tanya salah seorang dari mereka.

"Masak, sayur sop, sambal goreng, telur dadar, tumis kangkung, sama terong balado," jelas Kak Tri.

Life | Giselle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang