13 - SOP Pemfis.

130 16 1
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><

°°°°°

"Gue bagian kepala, Kiya bagian mata dan hidung, Alin bagian Telinga, Ira bagian leher dan dada–"

Ck apa-apaan masa gue kebagian yang dada sih?
Lo tau ga pemfis bagian dada itu terbagi dua bagian, depan sama belakang.

Ya tapi untungnya ngga sesusah bagian paru-paru sama jantung sih. Alhamdulilah, gue harusnya bersyukur nggak kebagian bagian itu.

Nah karena SOP pemfis itu terlalu banyak makanya dibagi-bagi kayak sekarang.
Aslinya kalau udah ke pasien beneran ya kita sendiri sebagai perawat yang meriksa semua bagiannya.

Gue perhatiin Azril yang lagi praktikum bagian kepala sekaligus nyebutin alat, tahap prainteraksi, tahap orientasi. Dan gue sambil menghapal SOP pemfis dibagian leher dan dada.

Lanjut bagiannya Kiya, dia meriksa bagian mata dan hidung.
Kiya ambil penlight terus mulai SOP pemfis bagian mata.

"Konjungtiva yang normal itu bagaimana?"

Kiya yang ditanya, gue yang kaget karena tiba-tiba Kak Nandra ngomong tepat disamping gue.

"Konjungtiva yang normal adalah konjungtiva non anemis, Kak."

Kak Nandra ngangguk terus dia nanya lagi.
"Ira, pupil anisokor itu apa?"

Mampus.

"Pupil anisokor itu adalah keadaan ketika pupil kanan dan kiri tidak simetris,"

"Ya bagus, lanjutkan praktiknya." Kak Nandra pergi ke kelompok sebelah.

Huft lega.

Lagian kok tiba-tiba responsi mendadak sih? kan kemarin udah responsi.

"Telinga tidak ada sekret."
Gila cepet banget sekarang udah bagian telinga abis itu bagian gue.

"Ra, lanjutin."

Gue rileks lalu gue mulai praktikum pemfis bagian leher.
Gue ambil gulungan handuk terus gue mulai SOPnya.

Bagian leher udah selesai, lanjut bagian dada.

"Ira, bentuk dada yang abnormal itu seperti apa?"

Jantung gue mau copot tiba-tiba Kak Nandra ke meja kelompok gue lagi.

"Funnel chest, pigeon chest, barrel chest, dan kifoskoliosis." Jawab gue.

Semua temen kelompok gue perhatiin gue. Kak Nandra diem aja, dari raut wajahnya gue rasa dia kayak kebingungan?

"Udah segitu aja?" kata Kak Nandra.

"Iya kak," jawab gue.

"Yakin?"

Aduh mampus.
Seinget gue bentuk dada yang abnormal itu cuma segitu, ada empat kalau ngga salah.

"Ck kamu ga belajar ya?" katanya.

Sembarangan kalau ngomong, gue belajar anjir.

"Alin, sebutin yang kurang."

"Flail chest, Kak." Jawab Alin langsung.

Kak Nandra angguk-angguk. "Bagus. Yaudah lanjutin praktiknya,"

Tanpa menghiraukan orang-orang lagi, gue terus ngelanjutin praktikum bagian gue.

"Gin, lanjutin."

Ya walaupun tadi cuma hal sepele sih tapi gue tetep aja merasa malu.
Masa cuma bentuk dada gue sampe lupa?
Gue kayaknya emang yang paling bego di sini.

Asisten Dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang