31 - Bekal.

62 6 1
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu
sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><



_______


"Coba suster, kamu lihat ini apa?"


Gue melihat layar USG yang ditampilin sama Dokter Ryan, beserta dokter koas yang ada disebelahnya.

"Wah selamat mbak, sebentar lagi mau jadi ibu." Ujar gue.



Pasien yang tadi wajahnya terlihat panik mulai memancarkan senyumannya.
Mereka pasutri baru yang ke IGD karena istrinya merasakan mual dan keram diperut.



"Dokter istri saya beneran hamil? beneran?" kata suami pasien tadi.


Dokter Ryan mengangguk. "Iya pak, bu. Usianya masih 2 minggu, jadi yang baru terlihat hanya kantung rahimnya aja."

Habis itu Dokter Ryan geleng-geleng melihat kelakuan juniornya yang menganggap kantung rahim di layar USG itu tumor.


"Latihan yang giat lagi, belum apa-apa kamu udah salah mendiagnosis. Bahaya kalau sampai kamu salah diagnosa kayak gini,"


Melihat pemandangan kayak gini jadi ingat ketika gue awal-awal menjadi maba.
Pasti selalu salah dan dimarahin.
Kocaknya lagi, asdos yang dulu sering marahin gue malah jadi pacar gue sekarang.



How funny.


"Yaudah sus, sekarang tolong periksa TTV pasien di ranjang lima ya," ucap Dokter Ryan kemudian.



Ya beginilah kira-kira kehidupan gue sehabis lulus kuliah.
Berkat rekomendasi dari Kak Nandra gue bisa kerja di Rumah Sakit ini.


Sehabis meriksa TTV pasien diranjang lima, gue buat asuhan keperawatan dan mau makan dulu. Karena dari pagi gue belum sempat sarapan.










"Sayaaanggg,"



Plak.



Kebiasaan banget kak Nandra kalau di Rumah sakit tetap begitu. Sebenarnya sih ngga apa-apa, cuma gue yang malu jadinya.


"Sakittt," dia mengerucutkan bibirnya. "Padahal aku bawa makanan buat kamu, kasian kamu belum makan, kan?"


Gue meringis. "Tau darimana sih kak?"

"Taulah," dia menarik tangan gue. Membawa gue ke ruangan pribadinya. "Kelialatan dari wajah kamu," lanjutnya.




Wajah gue keliatan kayak orang ga makan dari SD kah?


"Pembohong handal," balas gue.


Kak Nandra nggak menganggapi. Dia sibuk membuka kotak bekal dari tasnya yang segede gaban.



"Masak sendiri?"  gue duduk didepan meja pribadinya.


Bukannya menjawab, dia malah cengengesan kayak orang bego.


"Kalau aku bilang masak sendiri kamu percaya ga?" katanya, masih cengegesan sambil ngasih gue sendok.




Satu kotak bekal buat berdua.

Alay.




"Nggak," gue mulai menguyah ayam goreng bikinan mbak-mbak warteg.


Asisten Dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang