23 - Neflix.

97 12 0
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><




_____

"Kamu ganti shampoo ya?"

Gue menggeliat kecil ketika Kak Nandra memegang kepala gue.
Sekarang kita berdua lagi nonton film di neflix.

"Iya, rambut aku rontok." Jawab gue jujur.

"Padahal shampoo yang kemarin enak wanginya," ia mengelus kepa gue dan menarik gue dalam pelukannya.

"Tapi kamu jangan ganti-ganti shampoo terus. Coba minum vitamin D."

Gue cuma bergumam menjawab pertanyaan Kak Nandra.


Kita sekarang lagi ada di apartmentnya dia. Karena dia hari ini libur, jadi dia ngajak gue buat quality time.
Anyway, quality time itu salah satu love language Kak Nandra.


"Cantik banget sih cewek aku,"

Kak Nandra menarik gue ke dalam pelukannya. Tangannya mengelus wajah gue. Dia tersenyum manis.



"Kak tv nya disitu, bukan disini." Tukas gue mengalihkan biar nggak keliatan terlalu salting.
Bisa gila gue kalau Kak Nandra terlalu sweet gini.

Gue menarik tubuh gue dari Kak Nandra. Gue nggak mau kalau keliatan salting sama dia.

"Kenapasih?" katanya setelah gue menjauh. "Aku nggak bau kok." Dia malah mengendus badannya sendiri.

No, Kak. Kamu ga pernah bau. Your smell is my favorite parfum.

"Gerah, tau." Kilah gue lanjut nonton film.

Dia mengerutkan dahi dan ekspersinya kebingungan.
"Nggak boleh jauh-jauh dari aku," Kak Nandra meluk gue lagi dari samping.





Cup.



"Kak!!"

Literally shock.
Kak Nandra mengecup bibir gue.

Dia tersenyum jahil. Tangannya makin memeluk gue dan kepalanya menyender dibahu gue.

"Aku sayang kamu," ucapnya tepat ditelinga gue.



"Kakak!!"


Kak Nandra masih tersenyum jahil. Dia senang melihat gue salting kayak gini.

"Kenapasih masih malu?" tanyanya.

"Ya malu aja tau," jawab gue tanpa menatap matanya.

"Ga usah malu, kamu kan pacar aku."

Sehabis mengatakan itu, Kak Nandra merangkul gue.
Dan dia mengecup pipi gue berkali-kali.

Bye world.

____


Drrtt drrtt



Siapa sih masih pagi gini nelpon?

"Hawll-"

"Iryanna, gue di depan rumah lo."


Gue lupa kalau hari ini ada janji sama Yuna buat nugas bareng.
Karena kejadian kemarin gue jadi tidur larut malam.

Nggak, kalian jangan mikir yang aneh-aneh.





"Lo kenapa jadi susah dihubungi gini sih?" kata Yuna setelah gue membukakan pintu.

"Ngantuk gue, ga liat hp." Tukas gue mengikuti Yuna ke sofa.

"Orang tua lo ga ada?" Yuna celingukan.

"Nggak," gue mengangkat bahu. "Kerja mereka."

Yuna cuma bergumam.
Gue ke dapur buat ambilin dia minum sama camilan yang ada di rumah gue.


"Yaudah langsung nugas aja?" tanya Yuna. Gue mengangguk mengiyakan.

"Materi tentang apasih Yun?"

Yuna menatap gue speechless setelah gue ngomong gitu.
"Pacaran terus sih," ia lanjut mengetik di laptopnya. "Buat pathway berserta analisis kimianya."


Oke.
Gue memang sudah bisa kok membuat pathway, tapi gue masih agak kaku.
Maksudnya dalam hal ini dulu gue selalu minta bantuan Kak Nandra.

Apa gue minta bantuan lagi?

"Yuna, kalau gue minta Kak Nandra buat ke sini gapapa kan ya?"

Yuna diam sejenak. "Ya silahkan, itu kan cowok lo ini."

Gue mengulum bibir, bimbang.
Gue takut menganggu kerjaan dia di Rumah Sakit. Jadinya gue memutuskan untuk tidak jadi buat nyuruh dia ke sini.
Dan gue membuat pathwaynya ini sendirian. Meski ada bantuan Yuna sedikit sih, hehehe.

"Senyum-senyum sendiri pasti lagi mikirin dokter Nandra," cibir Yuna.
















Apa yang dilakuin para cewek ketika habis nugas? Ya, hangout.
Jalan berkedok nugas tuh udah biasa gue lakuin sama Yuna dari jaman maba dulu.

Seperti sekarang, habis membuat pathway, Yuna tiba-tiba ngajak gue buat nonton film di bioskop. Katanya ada satu film yang pengen banget dia tonton.

"Kayaknya sewu dino seru deh, Ra." Kata Yuna. "Mau nonton yang itu aja?"

Sebenarnya gue sangat nggak suka nonton film horor. Karena menurut gue hidup gue sudah cukup horor jadi buat apa gue nonton film horor lagi?

"Mendingan nonton Buya Hamka ga sih Yun?" gue mencoba bernegoisasi sama Yuna.

"Pfftt," ledek Yuna. "Sejak kapan lo suka nonton film para pahlawan? udah ah nonton film sewu dino aja." Tanpa persejutuan gue, Yuna melangkah ke kasir buat membeli tiket.

Yaudahlah, gue pasrah kali ini.
Palingan nanti ketika di ruangan teater gue nutup mata aja.





Kita sudah masuk ke ruangan teater satu.
Yuna milih bangku yang paling atas.
Oke, Ira you can do it.

"Ga usah takut gitu ah, ga terlalu seram kok." Cetus Yuna. "Film ini rame loh ditwitter."

Gue nggak peduli mau film itu serame apapun. Karena memang gue nggak biasa nonton film horor.
Iya gue takut.

Harusnya tadi gue ajak Kak Nandra aja. Biar bisa sekalian modus kalau nonton film horor gini, HEHEHE.

_____

Pagi ini jadwal kuliah gue libur dulu. Tapi bukan berarti nggak ada tugas.
Tugas daru dosen numpuk banget yang belum gue kerjakan.
Jadi hari ini gue memutuskan buat mulai ngerjain tugas itu satu persatu.


"Masih setahun lagi gue jadi ners,"

Sebenarnya sekarang gue sudah bisa dibilang sarjana keperawatan.
Gue udah bisa dibilang lulus S1. Tapi karena gue mau lanjut kerja di Rumah Sakit jadinya gue ambil kuliah profersi Ners.

Anandara Iryanna, S.Kep.
Anjay keren banget kan? ga mudah mengubah nama gue menjadi nama itu.

Inget nggak sih gue ketika menjadi maba ogah banget kalau ambil ners.
Tapi ya disini gue sekarang, manusia itu emang suka menjilat ludah sendiri.


Oh iya soal Kak Nandra bilang dia mau jadiin si Guanlin buat jadi asisten dia itu ternyata serius.

Gue kira dia ngomong kayak gitu karena cemburu, ternyata bukan.

"Guanlin itu berpotensi jadi asisten aku. Dia pintar dan aku suka orang pintar."

Begitu kata Kak Nandra.
Pfftt suka orang pintar? kalau gitu ngapain dia pacarin gue? gue kan bego.





At least gue bersyukur akhirnya cinta gue terbalaskan.
Tapi apa kalian kuat terus mengikuti cerita gue yang bahkan bisa dibilang biasa-biasa aja.






TBC



Asisten Dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang