Bab 16

3 1 0
                                    

Penulis: Wita Usika O. witausikaa

Happy reading. 💐
.
.
.

"Jika itu kisah sedih, lebih baik kita habiskan minuman ini saja," usul Rehan.

"Tapi aku 'kan mau cerita," rajuknya.

"Ya sudah, semoga aku pandai menenangkanmu nanti."

Lea terkekeh renyah. Sebelum memulai, Lea mengambil minuman dan meminumnya.

"Aku punya ayah, beliau ayahku yang sempurna kebaikannya. Ayah merawat aku dari masih dalam kandungan. Aku lebih dekat dengan ayah, sebab aku tidak pernah melihat wajah ibuku itu seperti apa manisnya."

"Sepertimu pasti," sahut Rehan.

"Tidak, kata ayah aku mirip dengan adiknya, saudaranya."

"Siapa adiknya?"

"Kamu," seru Lea sembari menunjuk Rehan, kemudian tertawa kecil.

"Kok?" beo Rehan, ia menunjuk dirinya sendiri.

"Heem." Lea tersenyum. "Kata ayah, siapa pun yang aku putuskan untuk kusuka adalah cerminan diriku. Dan ayah bilang kalau dia akan menjadi saudaranya."

Blush!

Rehan merutuki dirinya sendiri karena terbawa perasaan. Sial, tujuan ia meminta Lea cerita tentang keluarganya adalah agar ia lebih dekat dengan Lea dan lebih luas pengetahuan tentang keluarga Fano. Namun, kini malah ia baper sendiri mendengar dan melihat gaya Lea bercerita.

"Aku ingin menemui saudara baruku besok. Bolehkah?" tanya Rehan basa-basi.

"Ayahku sudah tiada," sahut Lea disambung senyuman tipis.

Rehan menepuk halus pundak kekasihnya. "Masih ada aku," katanya meyakinkan.

Lea kembali tersenyum.

"Jadi kamu yatim piatu?"

Lea mengangguk kecil.

"Sama. Kuharap putra-putri kita tidak merasakan hal yang sama," cetus Rehan membuat Lea menahan napas. Tak selang lama, Lea dan Rehan mengaminkan doa itu sambil terkekeh malu-malu.

"Di rumah, kamu sendirian?" Rehan bertanya.

"E-em i-ya."

Rehan mengangguk kecil, sedikit sedih sebab kekasihnya belum sepenuhnya mempercayai dirinya. Rehan tahu kalau Lea tidak sendirian di rumah, ia juga tahu ada kekuatan dalam tubuh Lea. Sebuah sihir yang masih berbau baru.

"Lea, setelah ini, kita berkeliling, ya?"

"Boleh."

"Oh ya, Lea. Nama ayahmu?"

"Stefano La Darco."

Rehan kembali mengangguk dengan ciri khas yang ia punya.

"Aku jadi kepikiran ingin membuat kisahmu dalam buku," ucap Rehan beropini.

"Kalau aku tidak bisa. Sebab kau sulit untuk dijabarkan dalam huruf."

Rehan tertawa, kekasihnya benar lucu dan menggemaskan.

"Gelasku sudah kosong, mari keluar," ajak Rehan.

Lea segera menyeruput habis miliknya, kemudian ia menyusul Rehan yang lebih dulu keluar kafe. Lea menarik kuat tubuh Rehan agar dapat berhenti. "Aku ditinggal!" rajuknya.

"Bukan begitu. Aku keluar lebih dulu hanya untuk memastikan agar malam ini tidak membuatmu kedinginan."

Lea tersenyum malu-malu. Rehan romantis juga.

Rumus RubikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang