Nama penulis: Wita Usika Oktaviani witausikaa
Happy reading. 💐
.
.
.Dengan memeluk foto mendiang Ayah, Lea mulai tertidur. Subbin memindahkan Lea ke ranjang dengan halus.
"Kau kuat, Subbin," gumam Subbin menyemangati dirinya sendiri. Melihat posisi Lea tertidur, membuat perasaan Subbin sakit.
Entah mengapa ia dapat sedih, berbagai macam rasa telah ia rasakan semenjak mengajari Lea ilmu. Setelah ia telusuri, ternyata dirinya sudah mempunyai naluri seperti manusia sebab ilmunya bermanfaat untuk Lea, orang lain.
Subbin melangkah pergi dari kamar menuju ruang rahasia. Ruangan itu gelap gulita jika Subbin tidak pancarkan cahaya dalam tabuhnya. Hampa, biasanya Subbin menginjakkan kaki ke sana adalah untuk bertugas, kini sesuatu yang dijaga sudah menghilang. Subbin harap, itu hanya sementara.
Jika rubik itu benar jatuh pada orang jahat termasuk bangsa Taxwiz, pasti akan ada kehancuran. Subbin harus segera mengambil rubik itu.
Goblin itu memikirkan hari apa yang pas untuk dirinya dan Lea pergi. Sepertinya tiga hari lagi, hari itu Subbin prediksi adalah hari kemenangan. Namun, bisa kah dirinya memasuki wilayah tersebut, sedangkan dirinya adalah roh baik, bukan roh jahat. Bangsa Taxwiz adalah daerah berzona merah atau jahat.
Subbin frustrasi.
Mungkinkah ia menjadi jahat agar bisa masuk?
Tidak! Subbin bisa hancur berkeping-keping jika mencampurkan hal baik dengan kejahatan. Dirinya tidak sekuat itu untuk menampung dua jenis kekuatan.
Subbin akan mencari jalan lain.
***
Gadis itu terbangun. Ia duduk masih mendekami foto Fano. Badannya terasa kosong dan Lea ingin makan banyak rasanya.
Kaki kecil itu turun dari ranjang, sebelum berjalan, Lea menaruh foto ayahnya di nakas.
"Aku lapar. Subbin, bisakah kau siapkan sarapan untukku?!"
Subbin terperanjat, ia segera menghampiri suara menggelegar itu.
"Kau tidak perlu berisik pagi-pagi begini, tentu aku akan membuatnya."
"Cepat," lirihnya kemudian duduk dan menyenderkan kepalanya di kursi makan. Matanya terpejam beberapa menit lalu terbuka saat mencium aroma sedap dari meja.
"Kau cepat sekali, Subbin."
"Cepat makan, kau bisa kuliah setelah ini." Gadis itu menautkan jari jempol dengan jari telunjuknya, oke.
Lea melahap semua menu tak tersisa. Setelah itu ia pergi ke kamar mandi untuk bersihkan diri.
"Subbin, hari ini kau yang bereskan rumah, ya?"
"Iya." Subbin tersenyum, ia merasa senang karena Lea tak lagi bersedih. Dirinya sudah menemukan caranya.
"Apa kau tidak malu pergi ke kampus dengan wajah seperti itu?" Subbin menunjuk bagian wajah Lea yang bekas lukanya masih terlihat jelas.
Lea membuang napas kesal. "Pertanyaanmu mengingatkanku tentang bagian hari kemarin, Subbin!"
Buru-buru Lea menyiapkan kuliahnya setelah itu ia berangkat. Penampilan Lea kembali berubah sederhana, tidak seteliti ketika Lea masih berpacaran dengan Rehan.
Rambut itu diikat tak lagi tergerai. Kedua kaki itu beralaskan sepatu tak lagi berjinjit. Baju cantik pun berganti menjadi hoodie hitam besar dibarengi celana sederhana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumus Rubik
FantasyAlgalea, gadis lugu yang begitu baik hati terhadap sekitar. Seorang anak penyihir yang memikul janji besar dari sang ayah. "Ayah titipkan semua ini padamu, Lea." *** "Mengapa aku terlalu bodoh?" -- Bagaimana gambaran janji yang disampaikan sang ayah...